Nasional

Gus Yahya Tegaskan Konflik Israel dan Palestina Masalah Kemanusiaan, Bukan soal Agama

Jumat, 14 April 2023 | 14:30 WIB

Gus Yahya Tegaskan Konflik Israel dan Palestina Masalah Kemanusiaan, Bukan soal Agama

Gus Yahya saat mengisi Ramadan Forum bertajuk Building Peace Between Palestine and Israel, on the Basis of Sunni Islamic Jurispridence for a Global Civilization di Universitas Islam International Indonesia (UIII) Depok, Jawa Barat, Kamis (13/4/2023). (Foto: Dok. LTN PBNU)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menilai konflik Israel terhadap Palestina bukanlah perang soal agama. Ia menegaskan bahwa apa yang terjadi antara Palestina dan Israel menyangkut persoalan kemanusiaan.


Hal ini disampaikannya saat mengisi Ramadan Forum bertajuk Building Peace Between Palestine and Israel, on the Basis of Sunni Islamic Jurispridence for a Global Civilization di Universitas Islam International Indonesia (UIII) Depok, Jawa Barat, Kamis (13/4/2023).


“Ketika kita melihat masalah Palestina dan Israel, kita tidak bisa melihatnya hanya sebagai masalah konflik agama antara Islam dan Yahudi,” ungkap Gus Yahya.


“Kita perlu melihat ini sebagai masalah bagi seluruh umat manusia karena merugikan banyak pihak,” tambahnya. 


Sebagai perwakilan komunitas Muslim terbesar di Indonesia, ia mengungkapkan bahwa Nahdlatul Ulama perlu memikirkan kontribusi konkret untuk menyelesaikan pertikaian yang berlangsung selama lebih dari 70 tahun tersebut. 


“Sebagai ormas Islam, kita perlu berpikir bahwa Islam bisa berkontribusi dalam masalah ini. Jika Islam tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengatasi masalah ini, di mana fungsinya Islam sebagai agama yang mampu menghadirkan kedamaian,” tutur dia.


“Islam harus menjawab hal ini,” imbuh Pengasuh Pondok Pesantren Radhlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.

 
Pada kesempatan yang sama, Hakim dari Pengadilan Syariah Ramallah Palestina, Mohammed Abdalhafez Yousef Azzam mengungkapkan kondisi terkini yang terjadi di Palestina. 


“Saya berasal dari Palestina di mana Masjid Al-Aqsa dilanggar oleh otoritas Israel, di mana orang-orang Palestina dikekang dan dibunuh oleh penindasan Israel,” ungkapnya. 


Ia melanjutkan, penindasan Israel terhadap warga Palestina masih terus berlangsung bahkan upaya pencaplokan juga terus dilakukan sampai saat ini. 


“Otoritas Israel mempresentasikan peta jalan Palestina dan Yordania untuk menjadi bagian dari Israel. Ini adalah upaya untuk menginjak rakyat Palestina dan mengeluarkan mereka dari peta dunia,” jabarnya. 


Arogansi Israel sebagai penjajah kian menjadi-jadi ketika Israel bertindak sekenanya terhadap hukum internasional dengan membunuhi warga Palestina, tanpa adanya sanksi berarti dari komunitas internasional. 


“Israel ini mengabaikan keputusan internasional dan Palestina ditindas selama 70 tahun. Israel bertindak di luar hukum. Kami disini untuk mendeklarasikan kedaulatan rakyat Palestina atas pemerintahan kami,” paparnya. 


Atas sikap tersebut, Israel jelas telah mengabaikan perjanjian damai dan hak-hak rakyat Palestina. “Solusinya adalah mengembalikan hal rakyat yang tertindas,” tuturnya.


Penghormatan Piagam PBB selesaikan konflik Israel-Palestina

Gus Yahya menilai, menegaskan kembali pertikaian Palestina-Israel yang bukan berlandaskan pada agama menjadi penting. Ini karena konflik tersebut masih kerap diasosiasikan sebagai konflik agama. Agama kerap ditunggangi untuk menggambarkan bahwa yang terjadi adalah konflik agama.


“Di luar sana terdapat kelompok yang terus mengartikulasikan bahwa umat Islam harus memperjuangkan Islam dengan menghancurkan yang lain. Dengan demikian, sama dengan berpikir tidak ada solusi lain yang mungkin ditempuh,” ujarnya.


Ia melihat bahwa kunci utama dalam menyelesaikan konflik Palestina dan Israel adalah mendukung terciptanya resolusi damai yang mencakup solusi dua negara untuk Palestina.


"Saya pikir kunci pertama yang perlu kita lakukan adalah menemukan dari mana harus memulai. Kita harus mulai dengan mendorong orang untuk percaya bahwa resolusi itu mungkin," papar Gus Yahya.


Indonesia, terangnya, berada di bawah pendudukan Belanda. Faktor yang memungkinkan Indonesia berdiri tegak sebagai negara berdaulat untuk melanjutkan eksistensinya adalah dukungan tatanan internasional.

“Tanpa ini, Belanda terus melawan Indonesia dengan kekuatannya, Indonesia mungkin akan kalah perang. Belanda tidak dapat terus menduduki Indonesia karena tatanan internasional tidak mengizinkan mereka.


Menurutnya, jika masyarakat internasional juga menerapkan prinsip yang sama untuk masalah Palestina, bukan tidak mungkin untuk mencapai hasil yang sama, yakni independensi negara. 


“Karena ini adalah konstruksi fundamental peradaban global kita. Tanpa ini, akan terjadi kekacauan global. Itulah mengapa membiarkan masalah Israel dan Palestina terus berlanjut menimbulkan risiko kekacauan global karena jika prinsip-prinsip tatanan internasional tidak dihormati maka stabilitas dan keamanan tidak akan ada lagi,” tutupnya. 


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa

Editor: Fathoni Ahmad