Nasional

Harlah Ke-68, Sarbumusi Tegaskan Tak Berpolitik Praktis dan Harap Gerakan Buruh Semakin Solid

Rabu, 27 September 2023 | 08:00 WIB

Harlah Ke-68, Sarbumusi Tegaskan Tak Berpolitik Praktis dan Harap Gerakan Buruh Semakin Solid

Logo Sarbumusi. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) genap berusia 68 tahun, pada 27 September 2023, hari ini. Di hari lahir ke-68, Sarbumusi kembali menegaskan posisinya yang tidak akan terlibat pada politik praktis dukung-mendukung dalam pemilihan umum (pemilu) 2024.


Selain itu, Sarbumusi sebagai organisasi buruh besar dan tertua di Indonesia yang masih hidup hingga kini, berharap agar gerakan buruh tidak tercerai berai dan terfragmentasi karena urusan non-buruh. Terutama saat ini merupakan tahun-tahun politik.


"Sarbumusi secara kelembagaan tidak akan berpolitik praktis karena sebagai serikat buruh, politik Sarbumusi adalah politik perburuhan," tegas Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) K-Sarbumusi Irham Ali Saifuddin kepada NU Online, Rabu (27/9/2023). 


Ia juga mengharapkan adanya soliditas pada gerakan buruh sehingga memiliki daya tawar tinggi pada setiap perumusan kebijakan. Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, menurut Irham, adalah sebuah kecolongan bagi gerakan buruh. 


"Sarbumusi berharap gerakan buruh semakin kuat dan solid sehingga memiliki daya tawar yang digdaya dalam setiap kali reformulasi kebijakan. Tidak boleh kecolongan lagi sebagaimana peristiwa diundangkannya Omnibus Cipta Kerja," tutur Irham. 


Sarbumusi fokus kesejahteraan buruh

Lebih lanjut, Irham mengatakan bahwa saat ini pihaknya akan fokus pada isu-isu kesejahteraan buruh, terutama bagi para anggota Sarbumusi. Berbagai cara dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan itu. 


"Selain menggalakkan koperasi-koperasi buruh, Sarbumusi juga akan fokus pada perluasan cakupan jaminan sosial yang lebih inklusif dan aksesibel," ucap pria kelahiran Blora, Jawa Tengah, pada 23 Maret 1977 itu. 


Tak hanya itu, Sarbumusi kini tengah menggodok program perumahan buruh untuk menjembatani kebutuhan anggota terhadap hunian dan diharapkan mampu membantu pemerintah untuk mengurangi angka backlog yang masih sangat tinggi. 


"Backlog adalah rasio kesenjangan antara jumlah rumah yang sudah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan," ucap Irham. 


Ia menjelaskan bahwa di dunia properti, buruh tergolong pada kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan berhak atas program subsidi perumahan (FLPP). 


"Konfederasi Sarbumusi sedang melakukan finalisasi rancang bangun program perumahan buruh ini dan semoga segera bisa memulai pilot project dalam waktu dekat ini," pungkas Irham. 


Profil Sarbumusi

Dikutip dari NUPedia, Sarbumusi berdiri dari hasil Muktamar ke-20 NU di Surabaya pada 1954. Kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Sarbumusi di Pabrik Gula Tulangan Sidoarjo, pada 27 September 1955.


Upaya pembelaan para ulama kepada kaum buruh didasari atas hadist Rasulullah yakni: “Berikan upah buruh sebelum keringatnya kering” (HR Bukhari) dan “Barangsiapa mempekerjakan seroang buruh, maka beritahukanlah upah yang akan diterima oleh si buruh" (HR Al Baihaqi). 


Keberadaan serikat buruh merupakan upaya untuk berlakunya hubungan kerja yang adil dengan posisi yang setera sehingga dapat mengangkat martabat buruh.


Dalam konteks sosial-politik, Sarbumusi merupakan upaya menyaingi SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) yang berafiliasi dengan PKI. 


Dalam perjalanannya, Sarbumusi terpaksa harus berhenti bergerak karena kebijakan rezim Orde Baru yang ingin memfusikan gerakan buruh dalam satu wadah, yaitu Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FSBI) pada 30 Februari 1973. Kemudian menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada tahun 1985.


Meskipun tidak lagi memiliki organisasi buruh, NU tetap menaruh perhatian kepada sektor ketenagakerjaan. Hal ini dibuktikan dengan keputusan Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984. Muktamar NU menganjurkan kepada warga NU yang bekerja di sektor industri untuk memelopori tumbuhnya organisasi buruh di basis-basis industri untuk meningkatkan produktivitas dan yang berorientasi pada kepentingan kaum buruh.


Lalu dalam Muktamar ke-31 NU di Solo pada 2004 diputuskan bahwa Sarbumusi kembali menjadi badan otonom NU yang membidani sektor perburuhan. Soetanto Martoprasono yang merupakan aktivis Sarbumusi sejak orde lama diangkat kembali menjadi ketua umum. Namun, di tengah perjalanan, Soetanto Martoprasono mengundurkan diri dan digantikan H Junaidi Ali.


Selama kurun waktu 68 tahun, Konfederssi Sarbumusi telah dipimpin oleh enam orang ketua umum/presiden, yakni sebagai berikut:


1. Thahir Bakri (1955-1961) 
2. KH Masykur (1961-1969) 
3. H Soetanto Martoprasono (1969-1973) 
4. H Junaidi Ali (2004-2010) 
5. H Saiful Bahri Anshori (2010-2022)  
6. H Irham Ali Saifuddin (2022-2027)