Nasional

Ini Karakteristik dan Level Ulama Betawi

Senin, 27 Mei 2019 | 18:00 WIB

Jakarta, NU Online
Seorang peneliti pernah mengatakan bahwa kecintaan masyarakat Betawi terhadap agama Islam sangatlah kuat. Mereka menyebut, hal tersebut merupakan sikap orang-orang yang fanatik.

“Padahal orang-orang Betawi itulah, orang-orang yang sangat mencintai agama,” kata Aktivis NU, Gus Rijal Mumazziq Z, dalam Halaqoh Ulama Jakarta di Aula Serbaguna Masjid Jami’ Shodri Asshiddiq, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, pada Ahad (26/5).

Ia melanjutkan, ada karakteristik level keilmuan seorang pemuka agama Islam di Tanah Betawi. Yakni guru, muallim, dan ustadz. Tingkatan itu merupakan ciri khas Betawi, yang tidak pernah dijumpai di daerah lain. 

“Pertama, guru. Yaitu orang-orang yang memiliki otoritas untuk berfatwa karena memiliki kharisma dan keilmuan yang sangat mumpuni,” jelas Gus Rijal.

Para guru ini, imbuhnya, merupakan orang Betawi yang menamatkan jenjang pendidikannya di Haramain dan juga memiliki kekuatan spiritual yang lebih.

“Makanya, dulu itu di Betawi kalau ada permasalahan-permasalahan nonmedis, mereka berduyun-duyun mendatangi guru untuk meminta suwuk dan kemudian sembuh,” kata Rektor Institut Agama Islam Assuniyah, Jember, Jawa Timur ini.

Beberapa guru di Betawi yang memiliki pengaruh sangat kuat di masyarakat adalah Guru Mansur (kakek Ustadz Yusuf Mansur), Guru Mughni, dan Guru Khalid.

“Setelah guru, ada muallim. Otoritas keilmuannya sudah diakui tapi tidak bisa berfatwa. Pengaruh di masyarakat juga sangat luar biasa. Mereka ini punya keilmuan yang mumpuni tapi levelnya berada di tingkat kedua,” kata Gus Rijal.

Ia menyebut beberapa muallim yang berpengaruh di Tanah Betawi, yakni Muallim Abdullah Syafii, Muallim Syafii Hadzami, dan Muallim Thohir Rohili. 

“Yang paling terakhir adalah ustadz. Inilah orang-orang yang memang kapasitas keilmuannya standar, tetapi juga alim. Namun tidak punya otoritas untuk berfatwa. Mereka memiliki pengaruh kepada masyarakat dalam kegiatan ritus-ritus keagamaan,” pungkas penulis beberapa buku keislaman ini.

Pada kesempatan tersebut, hadir Pengasuh Pondok Pesantren Al-Wathoniyah As-Shodriyah KH Ahmad Shodri, Pengurus MUI Jakarta Timur dan MUI se-Jakarta Timur, Pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) DKI Jakarta, Muballigh Indonesia Bertauhid (MIB), Masyarakat Cinta Masjid (MCM), Aswaja Centre DKI Jakarta, Ikatan Pesantren Indonesia (IPI), dan Pimpinan Pondok Pesantren se-DKI Jakarta.

Selain Gus Rijal yang tampil sebagai narasumber, hadir pula narasumber lainnya yakni Penulis Buku Islam Nusantara Gurutta KH Ahmad Baso dan Sekjend IPI KH Abdul Fattah yang berbicara tentang pemberdayaan ekonomi umat berbasis pesantren. (Aru Elgete/Abdullah Alawi)