Nasional TWEET TASAWUF

Jalan Menuju Tingkatan Ihsan dalam Pandangan Tasawuf

Selasa, 27 Agustus 2019 | 10:30 WIB

Jalan Menuju Tingkatan Ihsan dalam Pandangan Tasawuf

Ilustrasi (NU Online)

Jakarta, NU Online
Pakar Tasawuf KH M. Luqman Hakim menjelaskan cara agar seorang hamba mencapai tingakatan ihsan. Level ihsan ini ialah kondisi dimana seorang hamba menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya. Jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.

“Awalnya kita merasa diawasi oleh Allah (muroqobah) terus menerus, kemudian merasa dipandang oleh Allah (musyahadah) terus menerus, lalu kita seakan-akan memandang Allah (ma'rifah) terus menerus,” ungkap Kiai Luqman dikutip NU Online, Selasa (27/8) lewat twitternya.

Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat ini menerangkan, praktik muroqobah, musyahadah, dan ma'rifah yang benar, tidak mudah, perlu ngaji tasawuf yang benar pula.

“Karena itulah ada pendidikan dalam thariqah sufi, agar tidak keblinger dalam menempuh metode-metode tersebut,” jelas Kiai Luqman.

Menurut Direktur Sufi Center ini, ihsan juga meliputi bagaimana manusia mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya.

Kiai Luqman menyatakan bahwa yang paling mengenal diri manusia ialah Allah SWT. Sebab itu, dia menyarankan agar seorang hamba memohon kepada Allah untuk diperkenalkan dengan dirinya sendiri. Dari sini muncul ungkapan, usaha mengenal Allah ialah dengan cara mengenal diri sendiri.

“Mengenal diri bisa sederhana, bisa dahsyat, bisa dramatis bisa pula romantis. Sedang yang paling mengenal diri kita adalah Pencipta kita. Bukan diri kita,” ujar penulis buku Jalan Ma’rifat ini.

Ia menjelaskan, memohon kepada Allah agar dikenalkan pada diri sendiri ialah menurut Allah, bukan menurut diri sendiri.

“Mohonlah kepada Allah agar kita dikenalkan siapa diri menurut Dia bukan menurut kita. Agar kita mengenal-Nya menurut kehendak-Nya,” ungkap Kiai Luqman.

Lebih jauh, Kiai Luqman mengatakan, yang menimbulkan keribetan dunia adalah kekacauan khayalan, imajinasi, lamunan, berkecamuk dalam simpul emosi dan kebinatangan, lalu diklaim sebagai kebenaran akal dan hak asasi.

Menurutnya, setiap orang adalah pemimpin dan pemimpin bertugas menggembala kebinatangannya dengan akal sehat dan akhlak. Begitu juga ketika memimpin orang lain.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Abdullah Alawi