Nasional

Jelang Satu Abad, PCINU Diminta Berperan Ciptakan Perdamaian Dunia

Senin, 13 Desember 2021 | 18:30 WIB

Jelang Satu Abad, PCINU Diminta Berperan Ciptakan Perdamaian Dunia

Foto: Tangkapan layar

Jakarta, NU Online 
Memasuki usia 100 tahun kedua, NU perlu melakukan rekonstruksi diplomasi perdamaian dan dakwah internasional dengan mengedepankan gagasan dan konsep persaudaraan yang menjadi cara berpikir NU, upaya ini bisa dilakukan melalui peran kader nahdliyin yang tersebar di berbagai negara.

 

Hal ini disampaikan Direktur Moderate Muslim Society Zuhairi Misrawi pada diskusi yang digelar secara virtual oleh PCINU Tiongkok dan UK dengan tajuk Seratus Tahun Nahdlatul Ulama: Diplomasi Perdamaian dan Dakwah Internasional NU di Kanal TVNU, Ahad (12/12/2021).

 

Zuhairi mengungkapkan, saat ini dunia Islam punya masalah dalam konteks problematika persaudaraan keislaman. Di beberapa negara, banyak muslim yang berkonflik karena persoalan politik. Menurutnya, gagasan NU tentang persaudaraan bangsa menjadi filosofi yang kuat untuk mengekspresikan hal tersebut.

 

Ia mencontohkan konflik di Yaman Utara dan Selatan serta Arab Saudi dengan Irak. “Kita lihat antara Yaman Utara dan Yaman Selatan, Arab Saudi dengan Irak. Mereka semua muslim tapi apakah mereka punya satu pemikiran yang sama soal ukhuwah islamiyah? Ini kan persoalan,” kata pria yang karib disapa Gus Mis.

 

“Seandainya ukhuwah islamiyah ini dijadikan satu bahasa yang kuat maka ini menjadi sumbangsih NU dalam konteks global dan saya minta kepada PCINU jangan terlalu mumet-mumet karena biasanya mahasiswa NU berpikir yang susah-susah,” ujarnya.


Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Aljazair Safira Rosa Machrusah mengungkapkan, Indonesia bukanlah negara militer dan secara ekonomi bukan negara adikuasa, untuk itu pendekatan yang dilakukan Indonesia murni diplomasi soft power seperti melalui kebudayaan, pendidikan dan lainnya.

 

Diplomasi semacam ini, sambungnya, bukan hanya dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri, duta besar atau diplomat saja karena pada dasarnya apapun valuenya pemerintah bisa melakukan diplomasi secara official dan non-official. “Ini yang biasa disebut second track diplomasi people to people,” ucap Safira.

 

Berangkat dari penjelasan tersebut, Safira optimis NU bisa melakukan second track diplomasi dengan cara memperbanyak intensitas kerjasama kultural dengan ormas atau lembaga non-government dari masing-masing negara.

 

Selain itu, kata dia, NU perlu membentuk organ yang mengumpulkan para ahli diplomasi dari nahdliyin untuk menjadi tim mediator seperti keberhasilan NU dalam melakukan pendekatan Afghanistan dengan Taliban.

 

“Jadi konflik internal jauh lebih mudah dilakukan pendekataan organisasi non-government dari pada konflik antar negara,” paparnya.

 

Dalam kesempatan tersebut, Wakil Duta Besar RI untuk RRT merangkap Republik Mongolia, Dino R Kusnadi menjelaskan bahwa untuk melakukan upaya perdamaian global banyak prasyarat yang harus ditempuh. Misalnya, modalitas yang diperlukan, keinginan dari kedua belah pihak untuk damai,dan pemenuhan kebutuhan ekonomi.


Unsur-unsur tersebut, kata dia, merupakan komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai perdamaian yang abadi, tanpa itu semua maka akan sulit. Dino berharap, sebagai organisasi yang bersifat transnasional NU dapat berperan membantu masyarakat dari negara lain yang sedang konflik menuju prasayarat perdamaian tersebut.

 

Ia mencontohkan negara RRT yang menjadi pusat perdagangan terbesar dan pengirim turis terbanyak namun ketika menjalin hubungan untuk kepentingan kesejahteraan Indonesia justru dinilai melakukan pelanggaran HAM dan juga melibatkan umat muslim di Provinsi Xinjiang.

 

“Di sini peran yang bisa kita lakukan dengan unsur komponen PCINU di Tiongkok melakukan pendekatan people to people tidak lewat pemerintah untuk bisa melakukan penyebaran kepada masyarakat untuk menjunjung cara damai,” tandasnya.

 

Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Aiz Luthfi