Nasional

Kaleidoskop 2019: Pergunu Sampaikan 9 Usulan Majukan Pendidikan Indonesia

Selasa, 31 Desember 2019 | 09:30 WIB

Kaleidoskop 2019: Pergunu Sampaikan 9 Usulan Majukan Pendidikan Indonesia

Salah seorang Ketua Pimpinan Pusat Pergunu, Aris Adi Leksono. (Foto: Dok. pribadi)

Jakarta, NU Online
Sebagai organisasi profesi guru, Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) terus memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara untuk memajukan dan mengembangkan dunia pendidikan di Indonesia bersama pihak-pihak terkait lainnya.

Untuk itu, Pergunu bersama sejumlah organisasi profesi guru bersilaturrahim dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, di Ruang Rapat Menteri Gedung A, Kemendikbud RI, pada Senin (4/11/2019).

Salah seorang Ketua Pimpinan Pusat Pergunu, Aris Adi Leksono, dalam pertemuan terbatas itu menyampaikan beberapa hal, terutama menyangkut pendidikan karakater bangsa, perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan swasta, perhatian terhadap kesejehteraan guru honorer swasta, intoleransi dan radikalisme di dunia pendidikan.

Secara tertulis, Pergunu menyampaiakan sembilan usulan terkait pembangunan pendidikan di Indonesia kepada Mendikbud, terutama bidang keguruan dan organisasi profesi guru, usulan tersebut adalah:

Pertama, memperkuat karakter nasionalisme bagi guru dan warga pendidikan. Hal itu karena menurunnya karakter kebangsaan, tumbuh suburnya kelompok anti Pancasila, berdasakan penelitian, salah satunya disebabkan karena sebagian guru mulai terpapar paham anti Nasionalisme, sehingga cenderung intoleran. Kondisi demikian, berakibat pada proses pembelajaran yang harusnya transfer knowledge. Selaras dengan budaya luhur bangsa, bergeser menjadi yang diutamakan transfer ideologi yang kontra dengan nilai Pancasila dan budaya luhur bangsa.

Kedua, memperhatikan lembaga pendidikan swasta dan pendidikan daerah, terutama di luar Pulau Jawa. Hal itu, karena memajukan pendidikan Indonesia yang memiliki jangkauan sangat luas tidak bisa dilakukan oleh lembaga pendidikan negeri saja yang jumlahnya cukup terbatas. Pendidikan Indonesia bukan sekedar di kota saja, tapi ada di desa dan daerah. Perhatian tersebut, diwujudkan dengam memberikan dukungan sarana dan pra sarana yang memenuhi standar nasional pendidikan, memberikan pendampingan manajemen mutu, dan lainnya.

Ketiga, memperhatikan kesejahteraan guru, terutama guru honorer swasta. Dalam Hal ini, pemerintah perlu mengkaji ulang terkait kesimpulan umum “Guru Sudah Sejahtera”, perlu dingat bicara guru bukan hanya guru yang ada di sekolah negeri, tapi masih banyak guru honorer yang ada di sekolah swasta, mereka jauh dari sejahtera. Sejumlah temuan Pergunu, masih banyak guru honorer swasta yang bergaji hanya Rp300 ribu, intinya jauh dari upah minimun regional.

Untuk kesejahteraan pribadi guru tersebut saja susah, bagaimana nasib keluarganya, masa depan keluarganya. Guru honorer swasta perlu pendapatkan perhatian kesejahteraan dan jaminan perlindungan bagi diri dan keluarganya, sebanding dengan ketulusan pengandian yang diberikan. Dalam konteks ini, Pergunu mengusulkan dikeluarkan kebijakan guru honorer swasta menjadi tanggung jawab Pemerintah, baik daerah ataupun pusat, bukan yayasan. Sehingga kesejahteraannya lebih terjamin dan mendapatkan kepastian.

Keempat, pemerintah harus meyederhanakan perangkat administratif guru. Selama ini tahapan tugas guru pembelajar terhambat pada beban administratif, sehingga pada kegiatan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal. Guru sering meninggalkan kelas, hanya sekadar untuk mengurus silabus, RPP, dan kepangkatan. Dalam hal ini, Pergunu mengusulkan adanya aplikasi digital terkait tugas administratif, sehingga kerja guru fokus pada pelayanan akademik dan mutu lulusan peserta didik yang unggul berkompetisi pada global, tapi tetap berkarakter dan berkearifan lokal.

Kelima, melaksanakan amanat Undang-Undang guru dan dosen yang jelas dalam memberikan jaminan perlindungan hukum dan keselamatan kerja pada guru dan keluarga guru dengan mengotimalkan fungsi organisasi profesi guru. Dalam kontek ini, Pemerintah segara menerbitkan petunjuk teknis standar pembentukan organisasi profesi guru, sehingga dengan banyaknya organisasi guru seperti sekarang ini, dapat dilakukan evaluasi untuk dioptimalkan kedudukan, fungsi, dan kekhasan masing-masing.

Keenam, tindak lanjut dari penetapan organisasi profesi guru yang berstandar adalah pemerintah membentuk Komisi Perlindungan Guru Indonesia (KPGI). Komisi yang bersifat independen yang berfungsi sebagai dewan etik untuk semua organisasi profesi. Komisi ini bertugas mengawal terlaksananya UU Guru dan Dosen, PP, Permen, SK Dirjend, terutama dalam hal menjamin kesejahteraan guru, perlindungan hukum, jaminan keselamatan kerja. Selain itu, komisi ini akan menjalankan fungsi harmonisasi, dan optimalisasi kinerja organisasi profesi.

Ketujuh, revolusi sistem pendidikan yang berorientasi bukan sekedar mutu, tapi lebih pada “budaya mutu”. Selama ini Pergunu melihat berbagai kebijakan dikeluarkan (UU, PP, Permen, Juknis, dll), puluhan triliun rupiah anggaran dikeluarkan untuk pelatihan dan lainya, tapi output dan outcome masih tidak sesuai dengan ekpektasi mutu pendidikan secara nasional. Dalam konteks ini Pergunu mengusulkan sistem pendidikan kita harus beroristasi pada budaya mutu, dengan pola mengoptimalkan fungsi dan peran stakeholder pendidikan.

Pemerintah bukan sekadar tempat aturan, tapi mengawal aturan itu, menjadi terlaksana secara terus menerus dan berkesinambungan. Guru, diberikan pelatihan, maka kepala sekolah dan pengawas wajib memastikan keterlaksanaan hasil pelatihan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Secara bersama-sama dilakukan evaluasi secara berkala, dan memberikan umpan balik sesuai dengan kapasitas dan fungsi masing-masing.

Kedelapan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI mengoptimalkan fungsi rumah besar pendidikan yang mampu menyatukan visi dan langkah strategis pendidikan yang diselenggarakan di kementerian lainya. Visi yang berorientasi pada terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia lahir dan batin, yaitu; terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin. Mampu menerjemahkan tujuan pendidikan nasional dengan pendekatan kearifan lokal dan kekhasan bangsa Indonesia.

Cita-cita mulia yang diterjemehkan dalam tujuan pendidikan nasional akan tercapai jika dilakukan seara bersama-sama dengan pola gotong royong, dimulai dari pemerintah pusat dan daerah, antar kementerian penyelenggara pendidikan.

Kesembilan, menerapkan literasi dasar untuk menjawab tantangan revolusi industri 4.0 atau kompetensi abad 21, dari pendidikan dasar dan menengah dengan mutipendekatan, dengan tetap menjunjung tinggal budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Literasi dasar ini perlu dipastikan dapat menjangkau pelayanan pendidikan dari kota hingga desa, terutama untuk daerah terpencil, terluar, dan tertinggal.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon