Nasional

Kawal Pemilu 2024, Gusdurian Desak Reformasi Parpol dan Cegah Polarisasi Sosial

Senin, 17 Oktober 2022 | 06:30 WIB

Kawal Pemilu 2024, Gusdurian Desak Reformasi Parpol dan Cegah Polarisasi Sosial

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid (paling kanan). (Foto: NU Online/Suci Amaliyah)

Surabaya, NU Online

Jaringan Gusdurian berkomitmen mengawal Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Sejumlah langkah untuk menyambut pemilihan umum (pemilu) 2024 telah disiapkan Gusdurian.


"Kami berkomitmen mengawal pemilu 2024 untuk terwujudnya rekonfigurasi kekuasaan," tegas Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid saat membacakan 'Resolusi Gusdurian' di Gedung Muzdalifah, Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (16/10/2022).


Langkah pertama dengan melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Hal ini, kata Alissa, untuk mencegah maraknya praktik politik uang dan polarisasi sosial


"Jangan memilih pemimpin berdasarkan labelnya, jangan berdasar uang yang dibagikan. Tapi pada kebijakan dan agenda yang ingin diwujudkan," pinta Alissa.


Jaringan Gusdurian akan membuat posko pantauan pemilu 2024 dimulai tahun 2023. Hal ini untuk memastikan terimplementasikannya prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber-Jurdil). 


"Kita tentu akan punya satgas khusus sehingga bisa membina hubungan KPU. Kebetulan ada Gusdurian di Bawaslu dan KPU, kita akan kerja sama dengan mereka sehingga kampanye sentimen bisa direspons," ujar dia.


Langkah tersebut merupakan satu dari lima rumusan resolusi dan rekomendasi Jaringan Gusdurian atas isu strategis nasional yang disusun selama tiga hari yakni Jumat-Ahad, 14-16 Oktober 2022.


Dalam draf buku Tunas Gusdurian 2022 yang diterima NU Online, pada Ahad (16/10/2022) disebutkan, pentingnya kawal pemilu ini sebab kualitas demokrasi dewasa ini dinilai menurun tajam. 


Dari pemilu ke pemilu praktik money politic, mahar politik, intervensi politik dan pelibatan Aparatus Sipil Negara masih dijumpai di saat pesta demokrasi. Secara langsung praktik-praktik seperti ini mencerminkan buruknya kualitas demokrasi. 


Belum lagi Undang-Undang politik tentang parliamentary threshold (PT) Pilpres 20 persen mahalnya kursi representasi, yang menjauhkan rakyat dari demokrasi. 


"Kami mendesak partai-partai politik untuk melakukan reformasi kepartaian, sehingga tercapai accountable programatic-based party (partai berbasis program yang akuntabel)," jelas Alissa.


Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Kendi Setiawan