Nasional WABAH COVID-19

Kenapa Larangan Mudik Perlu Dipatuhi? Ini Penjelasan Ahli Epidemiologi

Jumat, 1 Mei 2020 | 08:51 WIB

Kenapa Larangan Mudik Perlu Dipatuhi? Ini Penjelasan Ahli Epidemiologi

Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), dr Syahrizal Syarif. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Setelah melarang PNS, TNI, dan Polri untuk mudik, akhirnya Pemerintah RI melarang seluruh masyarakat untuk melakukan aktivitas mudik yang selama ini menjadi tradisi tahunan menjelang Lebaran atau Idul Fitri.

Larangan mudik dikeluarkan oleh pemerintah sebagai salah satu langkah pencegahan dan pemutusan mata rantai penyebaran virus corona penyebab Covd-19.

Namun kebijakan pelarangan ini tetap tidak diindahkan oleh sebagian masyarakat yang tetap melakukan mudik. Meskipun mereka yang memaksakan mudik dini itu diberhentikan oleh Polisi dan dipaksa untuk balik ke kota asalnya.

Menurut Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), dr Syahrizal Syarif bahwa larangan mudik di tengah wabah virus corona ini merupakan langkah positif.

“Larangan mudik itu positif. Dalam kondisi seperti sekarang, memang agak susah memisahkan antara orang yang sehat dengan orang yang membawa virus,” ujar Syahrizal kepada NU Online di Jakarta belum lama ini.

Apalagi, ungkap Syahrizal, 20 persen hingga 30 persen berdasarkan kasus Diamond Princess di Yokohama, anak-anak muda itu banyak yang asymptomatic. “Dia positif tapi tidak menimbulkan gejala, dan itu besar,” kata Ketua PBNU Bidang Kesehatan ini.

Karena orang-orang yang mudik ini lebih banyak yang muda-muda, kerja di kota, itu patut dikhawatirkan bahwa mereka adalah asymptomatic. “Kasihan nanti menularkan ke yang sudah tua di kampung,” jelas Syahrizal.

Dia menerangkan bahwa di kapal Diamond Princess pada 24 Februari 2020 angka asymptomatic mencapai 20 persen. Tapi pada tanggal 29 Februari 2020 angkanya meningkat 51 persen yang asymptomatic dari 3.000-an orang yang diperiksa PCR.

Ia juga mencontohkan China yang saat ini kasusnya sekitar 82.000. Syahrizal mengungkapkan bahwa angka kasus di China itu tidak memasukkan 41.000 kasus asymptomatic.

“Mereka tidak dimasukkan ke dalam kasus konfirmasi karena tidak ada beban perawatan. Tetapi di suruh tinggal rumah. Tidak boleh kemana-mana,” ucapnya.

Diamond Princess merupakan kapal pesiar. Saat itu jumlah kru dan penumpang sebanyak 3.117 orang. Berangkat dari Yokohama bulan Januari 2020, mampir di Hong Kong, naik satu orang Hong Kong.

Dari hong Kong dia pergi ke pulau-pulau lain selain Yokohama. Tapi si orang Hong Kong itu hanya ikut 4 hari padahal programnya 12 hari.

“Sampai Hong Kong dia turun. Setelah diperiksa, satu orang ini positif Covid-19, akhirnya satu kapal dikarantina,” ungkap Syahrizal.

Sebanyak 3.117 awak kapal dikarantina selama 14 hari. Hari H pengetesan PCR yaitu tanggal 29 Februari 2020 tiba. Sebelumnya sekitar 20 persen kasus asymptomatic pada 24 Februari 2020.
 
Setelah seluruh awak diperiksa, hasilnya 51 persen asymptomatic, positif Covid-19 tanpa ada gejala. Dari kapal itu total kasusnya konfirmasi sebanyak 701 orang dari 3.117 orang.

“Menurut saya angka minimal asymptomatic itu 20 persen. Sehingga pelarangan mudik dilakukan karena dikhawatirkan para pemudik itu asymptomatic, positif tapi tanpa gejala dan bisa menularkan,” tegas Syahrizal.

Dia juga menerangkan bahwa kasus asymptomatic bisa terjadi pada siapa pun sehingga penting untuk memperhatikan dan mematuhi anjuran pemerintah, juga anjuran ulama dalam hal beribadah di masjid maupun mushola.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan