Nasional

Kerap Dimanja Jadi Faktor Sikap Bringas Mario Dandy

Jumat, 10 Maret 2023 | 20:30 WIB

Kerap Dimanja Jadi Faktor Sikap Bringas Mario Dandy

Mario Dandy Satrio (20), tersangka penganiayaan terhadap David (16) sehingga koma pada 20 Februari 2023 di Jakarta Selatan. (Foto: twitter)

Jakarta, NU Online

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio, anak dari eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo, kini berbuntut panjang.


Diketahui, Dandy diduga melakukan penganiayaan terhadap David, anak pengurus GP Ansor pada 20 Februari 2023 di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.


Kriminolog anak turut berkomentar soal sikap bringas yang dilakukan Dandy. Ia mengatakan, pola asuh orang tua yang tidak benar bisa membuat anak menjadi impulsif sehingga berani melakukan tindakan kekerasan tanpa berpikir panjang. 


"Kesalahan dalam pengasuhan terhadap anak dapat berdampak negatif. Hal ini, bila dibiarkan dan dibiasakan maka akan menjadi ancaman bagi orang tua, dirinya sendiri, bahkan orang lain," kata Haniva Hasna, kepada NU Online, Jumat (10/3/2023). 


Generasi Strawberry

Dalam kasus Dandy, Iva, sapaan akrabnya, mengasosiasikan Dandy dkk sebagai generasi strawberry. Generasi strawberry kerap dimanjakan oleh orang tua ketika menghadapi kesulitan, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mencari tahu sendiri jalan keluarnya. 


"Julukan ini sangat pas bagi Dandy dkk yang mengandalkan orang tua dalam kasusnya," jelas dia. 


Lebih lanjut, pakar parenting itu menerangkan soal generasi strawberry yang kerap digambarkan sebagai pribadi yang secara fisik rupawan dan memesona, namun sisi buruknya generasi ini rapuh, mudah hancur, dan sakit hati. Hal itu yang membuatnya mudah tersulut emosi. 


"Generasi terdahulu menyebutnya dengan generasi yang mudah kecewa. Tidak sedikit pula generasi ini menuduh dirinya rapuh karena kesalahan orang tua dalam mengasuhnya sehingga berkontribusi terhadap terjadinya depresi yang mereka derita," terangnya. 


Ia beranggapan bahwa tudingan tersebut tidak sepenuhnya salah sebab generasi strawberry kerap dimanjakan oleh kenyamanan dan kurang mendapat gemblengan dari orang tuanya. 


"Tidak salah juga karena di rumah kurang gemblengan, sehingga lebih mudah putus asa," jelas dia. 


Bahkan, lanjut Iva, Profesor Rheinal Kasali menganalogikan kerapuhannya seperti menggosokkan sikat gigi yang lembut pada permukaan strawberry, yang terjadi adalah terkoyak dan rusak. 


"Padahal bulu sikat gigi juga kita gunakan menggosok dengan kekuatan tertentu tetapi gigi kita tetap kuat dan makin bersih, namun terhadap strawberry tidak demikian," ucapnya. 


Sisi gelap lainnya dari generasi ini, tambah Iva, tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan suatu masalah. Mereka gemar cuci tangan (pergi tanpa menyelesaikan masalah) setelah melakukan suatu perbuatan yang merugikan.


“Kemampuan menyelesaikan masalahnya agak diragukan karena sejauh ini orang tuanya yang turun langsung menyelesaikan semua persoalan. Mereka selalu berpikir, toh masih ada mama papa yang akan menebus kesalahan,” ujarnya.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin