Nasional

Ketawaduan Kiai Najib Krapyak di Mata Ketua PCINU Sudan dan Yordania

Rabu, 6 Januari 2021 | 18:30 WIB

Ketawaduan Kiai Najib Krapyak di Mata Ketua PCINU Sudan dan Yordania

Kiai Najib yang murah senyum, tak pernah mengenakan baju yang neko-neko, selalu terlihat sederhana. (Foto: Media al-Munawwir)

Jakarta, NU Online

Kabar wafatnya KH R Muhammad Najib Abdul Qodir Krapyak menyisakan duka mendalam bagi Muslim Indonesia, khususnya Nahdliyin dan santri Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Pasalnya, sosoknya merupakan teladan umat dalam berbagai hal, di antaranya ketawaduannya.

 

Tak ada yang menyangkal perihal sikap Kiai Najib yang begitu tawadu. Hal ini bisa tampak dari kebiasaannya menundukkan kepala. Banyak fotonya yang beredar selalu menunjukkan posisi serupa.

 

"Kalau berjalan selalu nunduk. Bisa dicek hampir semua foto beliau dengan siapa pun yang tersebar selalu nunduk," ujar Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Sudan Hibatullah Zain kepada NU Online pada Rabu (6/1).

 

Kiai yang murah senyum itu, lanjut Zain, tak pernah mengenakan baju yang neko-neko, selalu terlihat sederhana.

 

Ketawaduannya juga muncul manakala hampir tidak pernah menolak undangan orang walaupun yang mengundang orang biasa di pelosok kampung. "Selagi beliau jadwalnya bisa, ya diterima undangannya," ujarnya.

 

Bahkan, Kiai Najib kerap mempersilakan santri menjadi imam di Masjid Agung Pondok Pesantren Krapyak manakala datang terlambat, mungkin karena banyak menerima tamu atau hal lain.

 

"Walaupun telat, beliau tetap ke masjid dan siapapun yang ada di situ, ditepuk sama beliau dijadikan imam," terang alumnus Universitas Internasional Afrika, Sudan itu.

 

Pernah suatu ketika, ceritanya, ada santri yang masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs), shalat menggunakan kaos, sarungan, dengan wajah kusam baru bangun tidur, ditepuk Kiai Najib untuk menjadi imam.

 

"Beberapa teman di Krapyak mungkin pernah ngalamin itu, termasuk saya juga pernah ditepuk sama beliau," kata pria yang mendalami pengetahuannya di Krapyak 2010-2015 itu.

 

Ulama yang sedemikian alim dan ahli Al-Qur'an itu, jelasnya, tidak pernah memilah-milih siapapun menjadi imam.

 

Kiai terhormat yang tidak gila hormat

Ketua PCINU Yordania Mufti Pakerti Walytama juga memaparkan tawadu KIai Najib. Hal ini tampak saat para santri yang tengah berangkat sekolah mendapati almarhum tengah berada di depan kediamannya pasti menerima cium tangan puluhan santri yang langsung mengular.

 

"Adalah sebuah keberuntungan bagi kami rombongan santri apabila mendapati beliau di depan ndalem yang berakhir kita bisa bersalam sungkem dengan beliau. Bukan satu dua santri saja, melainkan berbondong-bondong baris panjang," katanya.

 

Kiai Najib juga, lanjutnya, kerap tak membuka amplop yang diberikan panitia pengajian dan menyerahkan kepada sopirnya begitu saja.

 

"Kiai Najib sering kali dan sebuah adat bahwa bisyaroh tersebut diberikan pada sopirnya utuh tanpa beliau membukanya," kata Mufti yang pernah menjadi abdi ndalem.

 

Kiai Najib juga begitu menghormati habib dengan tak sungkan mencium tangannya dan menolak tangannya dicium habib tersebut. Bahkan, hal ini dilakukan kepada seorang habib yang tengah mengaji di pondoknya.

 

"Termasuk ada seorang sayid yang ikut nyantri kilat Ramadhan di Krapyak. Ketika usai shalat Subuh, Kiai Najib tanpa sungkan mencucup tangan ketika bersalaman dengan sayid tersebut," kenang santri Krapyak 2015-2019 itu.

 

"Pastinya saya menyaksikan beliau sosok kiai yang terhormat, namun tidak gila hormat," imbuhnya.

 

Mufti juga merasakan ketenangan yang lain saat berjamaah diimami Kiai Najib. "Ada aura dan ketenangan tersendiri kala kami shalat subuh imamnya beliau ditambah dzikir yang dipimpin beliau berakhir dengan doa yang sangat mahal harganya karena dilangitkan oleh beliau," pungkasnya.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan