Nasional

Ketua MUI: Redaksi Azan Tak Boleh Diubah Jadi Ajakan Jihad

Senin, 30 November 2020 | 13:45 WIB

Ketua MUI: Redaksi Azan Tak Boleh Diubah Jadi Ajakan Jihad

Ketua MUI Pusat, KH Cholil Nafis. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online

Video singkat berdurasi 30 detik yang beredar di media sosial dengan menampilkan sekelompok orang sedang menyerukan azan seraya menyisipkan kalimat ‘Hayya Alal Jihad’ memantik respons dari berbagai pihak. 


Salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis pun menanggapinya dengan berbagai argumentasi. Ia menyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah mengubah redaksi azan. Bahkan saat perang pun, katanya, tidak ada redaksi azan yang diubah oleh Nabi.


“Redaksi azan itu tidak boleh diubah menjadi ajakan jihad. Karena itu ibadah yang sifatnya tauqifi atau langsung dari syariat,” ungkap Kiai Cholil, seperti dikutip NU Online dari facebook pribadinya, pada Senin (30/11) petang.


Ia kemudian menuliskan sebuah dalil yang melarang untuk menambah atau mengurangi redaksi azan. Dalil tersebut dinukilnya dari Kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Syekh Wahbah Az-Zuhaili. Berikut redakasinya:


فقد اتفق الفقهاء على الصيغة الأصلية للأذان المعروف الوارد بكيفية متواترة من غير زيادة ولا نقصان,وهو مَثْنى مَثْنى،كَمَا اتفقوا على التَّثويب,أي الزيادة في أذان الفجر بعد الفلاح وهي:" الصلاة خير من النوم" مرتين،عملاً بما ثبت في السنة عن بلال1، 
1 – رواه الطبراني وغيره.نقلاً من حاشية الفقه الإسلامي وأدلته (1/543).


Artinya, “Ulama telah sepakat tentang redaksi azan adalah sebagaimana diketahui secara umum tanpa ditambah atau dikurangi. Yaitu dua-dua dan ditambahkan redaksi ‘shalat lebih baik daripada tidur’ untuk shalat subuh dua kali. Inilah untuk mengamalkan sunnah Nabi.” 


Dengan demikian, Kiai Cholil berharap agar masyarakat tidak mengubah redaksi azan yang sudah baku dalam Islam. Hal tersebut lantaran menurutnya panggilan jihad tidak perlu melalui azan.


Lebih jauh ia menegaskan bahwa jihad bukan hanya berkonotasi perang secara fisik saja, tapi juga dalam memantapkan iman serta penguatan umat Islam.


“Dan saya berharap masyarakat tenang dan tak perlu resah dan jangan sampai terprovokasi untuk melakukan kekerasan dan kerusuhan,” harap Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini.

 

Baca juga:

 

Lalu ia juga menerangkan bahwa azan adalah panggilan untuk memberi tahu waktu shalat dan melakukan shalat secara berjamaah di masjid. Meskipun, lanjutnya, syariah masih menganjurkan agar azan juga digunakan di waktu selain shalat seperti sunnah mengazani anak yang baru lahir atau saat jenazah diturunkan ke liang kubur. 


“Maka di zaman Rasulullah pernah dilakukan penambahan atau perubahan redaksi adzan manakala ada udzur yang menghalangi masyarakat datang ke masjid seperti hujan deras dan angin kencang,” ungkap Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) periode 2005 hingga 2015 ini.


Dikatakan pula bahwa azan diubah dengan pemberitahuan di dalam redaksinya agar masyarakat diminta untuk shalat di rumah masing-masing. Ia mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam hadits:


‎روى البخاري (666) ، ومسلم (697) عَنْ نَافِع ، قَالَ : " أَذَّنَ ابْنُ عُمَرَ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ بِضَجْنَانَ ، ثُمَّ قَالَ : صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ ، فَأَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ : " أَلاَ صَلُّوا فِي الرِّحَالِ " فِي اللَّيْلَةِ البَارِدَةِ ، أَوِ المَطِيرَةِ ، فِي السَّفَرِ .


“Dari Nafi' bahwa Ibnu Umar pernah mengumandangkan azan shalat di malam yang sangat dingin dan berangin kencang, maka dalam adzannya ia mengucapkan; 'Alaa sholluu fir rihaal (Ingatlah shalat-lah kalian di persinggahan?) kemudian katanya; Rasulullah juga pernah memerintahkan muazinnya setelah azan jika malam sangat dingin dan terjadi hujan lebat untuk mengucapkan; 'Alaa shalluu fir rihaal (Ingatlah shalat-lah kalian di persinggahan?).”


Sebelumnya, Ketua PBNU H Robikin Emhas juga telah merespons video azan yang beredar di media sosial itu. Ia menyatakan bahwa dalam konteks negara bangsa yang telah merdeka seperti Indonesia, jihad harus dimaknai sebagai upaya sungguh-sungguh dari segenap komponen untuk mewujudkan cita-cita nasional.


“Mewujudkan perdamaian dunia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memakmurkan ekonomi warga serta menciptakan tata kehidupan yang adil dan beradab,” ungkap Robikin.


Oleh karena itu, lanjutnya, di tengah kehidupan kehidupan yang plural seperti di negeri ini, ia mengajak semua pihak untuk memperkuat toleransi dan rasa saling menghargai. Baik terhadap sesama maupun antarpemeluk suatu agama, etnis, dan budaya.


“Kita harus memperkuat toleransi dan saling menghargai baik sesama maupun antar pemeluk suatu agama, etnis, budaya,” tegasnya. 


Lalu ia pun memberi ajakan kepada masyarakat Indonesia untuk senantiasa memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih untuk memperkuat persaudaraan kemanusiaan sebagai sesama anak-cucu Nabi Adam. 


“Mari kita kokohkan persatuan dan kesatuan. Kita perkuat persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan kemanusiaan sebagai sesama keturunan anak cucu Nabi Adam AS,” ujar Robikin.


Selanjutnya, ia memberikan imbauan khususnya kepada Nahdliyin untuk tidak terpengaruh terhadap hasutan. Lebih-lebih, Robikin berharap agar jangan sampai pula masyarakat terprovokasi oleh pihak-pihak yang sengaja memprovokasi.


“Jangan terpengaruh hasutan, apalagi terprovokasi. Agama jelas melarang keterpecah-belahan dan menyuruh kita bersatu dan mewujudkan perdamaian di tengah kehidupan masyarakat,” pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad