Nasional

Kiai Said Imbau Masyarakat Tidak Meniru Cara Berpikir Taliban

Selasa, 7 September 2021 | 12:00 WIB

Kiai Said Imbau Masyarakat Tidak Meniru Cara Berpikir Taliban

Kiai Said mengungkapkan sebetulnya Taliban termasuk berpaham Ahlusunnah wal Jamaah, namun mereka gagal mengharmoniskan antara teologi dengan budaya setempat. (Foto: NU Online/Suwitno)

Cirebon, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj mengatakan Taliban telah gagal mengharmoniskan persoalan teologi dan budaya. Akibatnya, banyak terjadi aksi-aksi radikalisme di kalangan mereka. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk tidak meniru cara berpikir Taliban.

 

"Di sana (Taliban), perempuan keluar rumah saja tidak boleh. Jika ada perempuan keluar dengan wajah terbuka (tidak menutup aurat dalam madzhab mereka), sangsinya dilukai wajahnya dengan pisau," jelas Kiai Said saat mengisi malam puncak haul ke-32 KH Aqil Siroj dan Sesepuh Pondok Pesantren KH Aqil Siroj (KHAS), Cirebon, Jawa Barat, Senin (6/9/2021).

 

Kiai Said mengungkapkan sebetulnya Taliban termasuk berpaham Ahlusunnah wal Jamaah. Secara akidah, mereka mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy’ari (Asy’ariyyah), fiqihnya mengikuti Imam Hambali, dan tarekatnya Naqsabandiyyah. Hanya saja, mereka gagal mengharmoniskan antara teologi dengan budaya setempat.

 

"Dari 100 persen Muslim, 99 persen bermadzhab Hanafi dan hanya 1 persen yang Syiah," imbuhnya.

 

Kiai Said bersyukur dengan cara berpikir umat Islam di Indonesia. Menurutnya, Indonesia telah mampu mengharmoniskan teologi dan budaya. Contoh saja dalam masalah bedug. Sebelum Islam masuk di Indonesia, bedug difungsikan sebagai alat musik ritual tertentu. Begitu Islam datang, diharmonisasi menjadi alat penanda waktu shalat.

 

"Kita, NU, harus membina, menjaga, dan merawat. Jangan sampai terpengaruh (cara berpikir) model Taliban. Akidahnya memang sama dengan kita, ahlusunnah, tapi cara berpikirnya jauh berbeda," ajak kiai kelahiran Cirebon itu.

 

Asal mula Taliban
Dalam kesempatan itu, Kiai Said juga menjelaskan asal mula gerakan Taliban. Menurutnya, kata ‘Taliban’ adalah bentuk plural dari kata thâlib dalam bahasa Arab yang berarti siswa. Pluralnya thullâb. Di Afganistan, bentuk plural thâlib adalah thâliban. Gerakan ini mulanya dibentuk oleh para ulama sebagai gerakan jihad melawan Soviet. 

 

"Jadi memang awalnya mereka adalah gerakan intelektual," papar Kiai Said.

 

Berikutnya, gerakan jihad itu memperoleh dukungan dari kelompok-kelompok lain dan turut bergabung. Seperti Wahabi, Al-Qaeda, dan Syiah. Mereka satu visi untuk melawan Soviet. Mereka juga mendapat pelatihan militer dari Amerika dan bantuan persenjataan dari Saudi Arabia sebesar 250 juta dolar.

 

Singkat cerita, Soviet berhasil dikalahkan setelah kurang dari 10 tahun berperang. Dengan kalahnya Soviet, selesai sudah misi jihad. Raja Saud pun mengimbau agar gerakan jihad ini disudahi dan pulang ke daerah masing-masing. Tetapi tidak semua mematuhi instruksi tersebut, seperti Usamah bin Laden dan Aiman adz-Dzawahiri.

 

Keduanya (Usamah bin Laden dan Aiman adz-Dzawahiri) melanjutkan jihad untuk melawan kafir versi mereka. Targetnya adalah Amerika. "Jadi, Amerika yang dulu membantu, kini malah diserang," kata Kiai Said.

 

Kondisi demikian lalu melahirkan gerakan-gerakan radikal, termasuk ISIS. Kemudian terjadilah peristiwa 11 September, dua gedung di New York ditabrak meenggunakan pesawat. Amerika marah dan membalas dengan mengebom Al-Qaeda. Terjadilah konsolidasi antara ISIS, Taliban, dan Al-Qaeda. 

 

"Taliban yang tadinya anti Wahabi, sekarang justru bersatu untuk melawan Amerika," ungkap Kiai Said.

 

Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Kendi Setiawan