Nasional

Lemahnya Pengawasan Edar Obat dan Pangan, Komisi IX DPR Inisiasi RUU Waspom

Selasa, 4 Februari 2020 | 11:10 WIB

Lemahnya Pengawasan Edar Obat dan Pangan, Komisi IX DPR Inisiasi RUU Waspom

Foto: Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh saat mengisi FGD di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (4/2).

Jakarta, NU Online
Beberapa bulan yang lalu, Komisi IX DPR RI mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengawasan Obat dan Makanan (Waspom) menjadi usul inisiatif DPR. Usulan RUU tersebut kemudian dispakati dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 masa sidang V Tahun 2018/2019 di Kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Kamis (25/7).

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh saat menjadi narasumber pada Focus Group Discussion yang diselenggarakan di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (4/2), mengemukakan bahwa RUU tersebut menjadi penting setidaknya karena dua hal, yaitu ketahanan pangan dan ketiadaan BPOM di daerah.

Menurut Nihayah, jika makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak sehat dan bersih, maka ia akan berdampak buruk pada masa depan anak-anak. Sementara keberadaan BPOM disebutnya baru terbatas sampai di tingkat provinsi, sehingga membuat kesusahan pengawas dalam mendeteksi makanan dan obat yang beredar.

"Di Jawa Timur hanya ada di Jember sama di Kediri dari sekian puluh kabupaten kota yang ada. Bayangkan bagaimana satu loka ini bisa akan mendeteksi makanan obat yang beredar di Jawa Timur, apalagi ketambahan dengan jamu," ucapnya.

Perempuan yang juga dosen Unusia Jakarta ini menceritakan saat kunjungan kerja (kunker) ke BPOM Bangka Belitung. Pada kunker tersebut ia mengaku menemukan sitaan berupa tumpukan kardus berisi jamu yang tidak memiliki izin.

"Bayangkan kalau itu lokanya di seluruh Indonesia hanya ada 40 loka, yang 1 loka bisa membawahi puluhan kabupaten kota. Ya mungkin di Jawa yang bisa mengakses oleh kendaraan bagaimana dengan di luar Jawa. Jadi jangan berharap nanti kalau ada jamu, ada obat, ada makanan yang tidak bisa terkontrol," terangnya.

Oleh karena itu, sambungnya, pengawasan yang ada disebutnya tidak akan maksimal karena kurangnya dukungan dari payung hukum untuk mengawasi dan menindak pelaku. Apalagi selama ini hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku sangat ringan.

"Kemarin saya ke Palembang banyak kasus yang ditemui judulnya tahu. Padahal kalau tahu ini pasti yang mengkonsumsi itu masyarakat bawah, dan itu tidak ada tindakannya karena payung hukumnya memang tidak ada ada. Payung hukum yang ada belum bisa kejaksaan dan kepolisian untuk melakukan tindakan yang benar-benar bisa memberikan efek jera," terangnya.

Forum ini membahas materi bahtsul masail qanuniyah tentang RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Hadir pada diskusi ini, Panitia Munas NU 2020 KH Ahmad Ishomuddin, Inspektur utama BPOM RI Elin Herlina, Ketua PBNU H Robikin Emhas, Wasekjen PBNU H Andi Najmi Fuadi, Bendahara LK PBNU H Makki Zamzami, dan akademisi dari Universitas Yarsi Rika Yuliwulandari.
 

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Alhafiz Kurniawan