Nasional

Makna Mahram dalam Berhaji Menurut Nyai Badriyah Fayumi

Rabu, 28 April 2021 | 14:50 WIB

Makna Mahram dalam Berhaji Menurut Nyai Badriyah Fayumi

Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur'an wal Hadits Pondokgede, Nyai Badriyah Fayumi. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur'an wal Hadits Pondokgede, Nyai Badriyah Fayumi, menanggapi persoalan Mahram saat beribadah Haji. Menurut Nyai Badriyah, pemaknaan kata Mahram sangat variatif. Sebagian memaknainya hanya sebatas orang yang mempunyai hubungan darah, ada pula yang memaknai pada tujuan dari pensyariatan mahram itu sendiri.


"Mahram itu kan ada Haditsnya. Janganlah perempuan pergi lebih dari tiga hari, kecuali disertai dengan Mahram. Nah, tujuan Mahram itu apa? Dalam konteks pada masa Rasulullah apalagi pergi di padang pasir seperti itu memang sangat berbahaya sekali kalau perempuan pergi tidak ada yang menemani, dan yang paling aman menemani adalah bapaknya atau saudaranya yang disebut Mahram itu," kata Nyai Badriyah, Rabu (28/4).


Saat ini, kata Nyai Badriyah, pemaknaan Mahram dalam Fiqh sudah sangat berkembang yang mendudukkan makna mahram pada tujuan maqashid as-syariah perlindungan diri (hifdun nafs), sebagai upaya mencegah adanya ancaman atau musibah yang datang kepada perempuan.


"Dari berbagai macam hal yang kira-kira nanti bakal mengganggu atau mengancamnya, seperti itu. Dan yang paling mudah adalah mahram yang mempunyai hubungan darah atau suami, tapi kan tidak semua perempuan juga punya suami," ungkapnya.


Dalam beribadah haji/umrah adakalanya sesorang tidak didampingi suami/saudara mahramnya. Sehingga seringkali pihak biro jasa menyiapkan mahram sebagai pemenuhan syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi. 


Namun, Ketua Pengarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ini mengkritisi adanya Mahram yang disiapkan oleh biro jasa. Karena menurutnya hal yang demikian itu seolah pemanipulasian. 


"Itu kan akhirnya jadi kaya mahram-mahraman. Kalau saya sendiri sebetulnya agak mengkritisi, karena sebetulnya ini seringkali menimbulkan ketidakharmonisan yang dimahramkan itu kan punya istri juga belum tentu istrinya berkenan," jelas Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK PBNU) ini. 


Lebih lanjut, Nyai Badriyah menyampaikan, bahwa pemahraman yang dilakukan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sebab ketika jamaah haji/umrah sudah sampai kebanyakan mereka berbarengan dengan teman sekamar atau berbaur dengan jamaah perempuan yang lain. 


"Jadi, saya lebih bersepakat dengan pemahaman mahram itu secara substansi dan tujuannya adalah untuk perlindungan perempuan itu tadi, sehingga di kitab-kitab Fiqh sendiri pemaknaan mahram itu kemudian menjadi meluas," lanjutnya. 


"Sehingga kemudian pengertian mahram itu adalah kita memastikan adanya sistem yang bisa memastikan perempuan itu aman," sambungnya. 


Sebagai anggota kehormatan Forum Kajian Kitab Kuning (FK3) Puan Amal Hayati, ia menerangkan bahwa dalam Kajian Fiqh Islam Klasik pun disebutkan pengertian mahram tidak harus selalu ditemani laki-laki, bisa juga perempuan ditemani oleh dua perempuan lain yang bertujuan saling mengamankan. 


"Jadi, mahram dalam berhaji/bepergian itu tidak selalu bermakna laki-laki biologis yang adalah keluarga dekat, tetapi siapapun yang bisa menjamin keamanan," ujar Nyai Badriyah. 


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad