Nasional

Mentan Amran: Teknologi Kunci Masa Depan Pertanian

Kamis, 22 Agustus 2019 | 10:00 WIB

Mentan Amran: Teknologi Kunci Masa Depan Pertanian

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat Launching Produk Inovasi Balitbangtan, di Kampus Pertanian, Bogor

Bogor, NU Online
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terus mendorong semua jajaran Kementerian Pertanian (Kementan) untuk fokus dalam memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (Balitbangtan) turut diwajibkan untuk menghasilkan inovasi dan teknologi pertanian yang bisa dimanfaatkan petani dan berguna untuk masyarakat. 

“Masa depan pertanian ada di Balitbangtan. Kalau ingin berkompetisi dengan negara lain, harus menguasai teknologi. Inovasi baru harus terus muncul. Para pakar, doktor, dan profesor harus bisa menghasilkan inovasi yang bisa dimanfaatkan oleh petani dan masyarakat,” katanya pada Launching Produk Inovasi Balitbangtan, di Kampus Pertanian, Bogor, Kamis (22/8) melalui siaran pers Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian. 

Sesuai tema Membumikan Riset Pertanian di Indonesia yang diusung pada peluncuran ini, Amran menyebutkan bahwa penelitian-penelitian tidak hanya sekadar menjadi makalah dan buku, tapi harus menghasilkan teknologi yang dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. Bahkan penguasaan dan kontribusi teknologi inovatif dapat turut mewujudkan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045.

“Sejumlah teknologi inovatif terkini yang kami launching pagi ini diarahkan menjawab tantangan pertanian global dan nasional terkait peningkatan produktivitas dan akselerasi ekspor pertanian,” sebut Amran. 

Amran mengapresiasi beberapa terobosan inovasi yang telah dihasilkan oleh Balitbangtan, seperti sapi belgian blue. Sapi belgian blue merupakan salah satu sapi potong rumpun asal Belgia yang sedangkan diupayakan untuk dibudidayakan di Indonesia. 

“Sapi belgian blue ini bisa menjadi harapan kita untuk mewujudkan swasembada daging sapi,” tandasnya. 

Untuk mendukung upaya menghasilkan teknologi yang tepat guna bagi petani,  selama lima tahun terakhir, Kementan telah melakukan refocusing anggaran. Amran menyebutkan anggaran Kementan saat ini difokuskan untuk kebijakan dan program pemberdayaan petani. Melalui refocusing anggaran ini, diharapkan pula teknologi pertanian yang dihasilkan dapat lebih menyentuh petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. 

“Meskipun anggaran Kementan menurun, tapi hal tersebut tidak lantas membuat capaian pembangunan pertanian menurun. Justru PDB (Produk Domestik Bruto.red) Pertanian terus meningkat,” tandasnya.

PDB Pertanian pada akhir tahun 2014 hanya mencapai Rp880,40 triliun, namun kemudian meningkat secara signifikan setiap tahunnya, yaitu mencapai Rp 906,80 triliun (2015), Rp 936,40 trilliun (2016), Rp 969,80 triliun (2017), dan kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2018 yang mencapai Rp1.005,40 triliun.

Hilirisasi Produk Teknologi Pertanian
Dalam rangkaian acara launching ini, dilaksanakan pula penandatangan MoU, Perjanjian Kerja Sama dan Lisensi, serta Penyerahan Royalti tahun 2019 sebesar Rp 8.461.059.919. kerjasama alih teknologi secara komersial melalui lisensi ini dilakukan guna mempercepat pemanfaatan hasil riset yang telah dihasilkan oleh para peneliti Balitbangtan. 

“Diharapkan, ke depan, akan semakin banyak inovasi Balitbangtan yang dilisensi oleh mitra industri,” ungkap Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry saat memberikan sambutan. 

Dalam kegiatan ini, Balitbangtan melaunching sejumlah produk inovasi yang dibagi ke dalam kelompok besar, yaitu produk litbang nanoteknologi, biofortifikasi, dan bioteknologi.

Salah satu produk nanoteknologi yang diluncurkan adalah kemasan ramah lingkungan Bioplastik Nanoselulosa Limbah Pertanian dan Biodegradable Foam atau disingkat Biofoam. Keunggulan dari bioplastik ini adalah mudah terurai secara alami yaitu butuh waktu 60 hari. 

“Penggunaan limbah pertanian sebagai bahan baku bioplastik nanoselulosa mampu mengurangi pencemaran akibat limbah yang tidak tertangani dengan baik,” terang Fadjry. 

Sementara untuk kelompok biofortifikasi, salah satu produk yang diluncurkan kedelai Biosoy yang merupakan hasil bioteknologi. 

“Kedelai biosoy memiliki ukuran biji besar dan hasil tinggi. Ukuran biji ini mirip dengan biji kedelai impor yang berbobot sekitar 20 gram per 100 biji,” kata Fadjry.

Kedelai Biosoy juga memiliki produktivitas 14-18% lebih tinggi dibanding varietas yang dilepas sebelumnya. Produksi benih Biosoy terus diperbanyak dan sudah mulai didistribusikan ke petani-petani di Indonesia. Keberhasilan pengembangan kedelai Biosoy, diharapkan Fadjry dapat berdampak terhadap peningkatan produksi nasional kedelai menuju swadembada kedelai dan penghematan devisa nasional.

Editor: Abdullah Alawi