Nasional

Miftakhul Huda, Ketua NU Jepang yang Ahli Nanoteknologi

Rabu, 3 Maret 2021 | 03:30 WIB

Miftakhul Huda, Ketua NU Jepang yang Ahli Nanoteknologi

Miftakhul Huda mengaku terinspirasi dari dua sosok ilmuwan penting, yakni Alberth Einstein dan Ibnu Sirin. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Atom barangkali sudah tak asing di benak para pelajar. Namun wujudnya sebesar dan seperti apa, mungkin tak banyak yang mengetahui. Miftakhul Huda adalah orang yang sehari-harinya 'bermain' dengan zat terkecil itu. Ya, ia saban hari meramu atom-atom, lalu mencari tahu sifat dan perubahannya, hingga menemukan berbagai zat atau elemen baru yang bisa dimanfaatkan untuk beragam hal.

 

Benda-benda kecil itu mengingatkannya pada ayat-ayat Al-Qur’an yang kerap menyebut beragam hal kecil, seperti zarrah. Huda menegaskan bahwa masih banyak rahasia Allah swt. yang belum terungkap dari berbagai sesuatu dalam bentuk kecil itu. Hal tersebut menjadi tantangan baginya untuk mengungkap fenomena dan berbagai hal yang tersimpan di dalamnya.

 

Huda menjelaskan bahwa ketika sudah berbentuk partikel-partikel kecil, berbagai zat akan memiliki sifat yang cukup berbeda. Dia akan lebih mudah bereaksi, sebagaimana pisau yang makin runcing, maka kian tajam. Ia mencontohkan api yang langsung membesar ketika disemprotkan bubuk gandum. Tentu akan berbeda reaksinya jika yang ditemukan dengan api tersebut gandum yang masih utuh.

 

"Gandum kalau diperkecil bisa mudah bereaksi karena luas permukaannya makin besar. Beda dengan (gandum) besar," katanya kepada NU Online pada Selasa (2/3) sore.

 

Begitulah ia bermain dengan partikel-partikel yang berukuran nanometer itu. Matanya ditempelkan pada mikroskop yang presisinya paling baik. Dengan mikroskop itu, Huda bisa menghitung satu persatu atom yang ada dan menentukan jumlahnya. Penambahan satu atom saja, katanya, akan memberikan dampak yang signifikan terhadap sifatnya.

 

Khidmat di NU dan perjalanan studi di Negeri Matahari Terbit

Pergulatannya di bidang nanoteknologi itu tak membuatnya bergeming dari akar agama dan budayanya. Di tengah kesibukannya sebagai peneliti di Japan Science and Technology Agency (JST), Tokyo Institute of Technology, ia mengkhidmahkan dirinya sebagai Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang.

 

Huda lahir dari keluarga Nahdliyin di kota asal Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, Pekalongan. Sebagaimana dikenal masyarakat luas sebagai kota batik, orang tua Huda pernah menjadi buruh batik. Meski keduanya tak sampai tamat SD, tekad mereka tetap bulat agar putra-putrinya bisa melanjutkan pendidikan.

 

Huda menjelma sebagai seorang pelajar yang amat tekun. Ia mengaku terinspirasi dari dua sosok ilmuwan penting, yakni Alberth Einstein dan Ibnu Sirin. Ia ingin seperti mereka, saban hari menulis pengetahuannya yang tak kunjung habis. Karenanya, ia terus membaca dan belajar hingga dapat meneruskan studinya pada jenjang Diploma Dua (D2) di Japan Electronic College dengan beasiswa Monbugakusho, sebuah beasiswa bonafid yang banyak diinginkan para pelajar seluruh dunia. Ia pun terbang ke Jepang pada tahun 2005, meskipun sebelumnya, ia telah berkuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negeri (STAN).

 

Kemudian, ia menamatkan studi sarjananya pada bidang teknik listrik dan elektronik pada tahun 2010, masternya di bidang teknik industri tahun 2012, dan doktornya di bidang nano teknologi, semi konduktor, dan sel matahari pada tahun 2014 di Universitas Gunma, Jepang. Iya, Huda menyelesaikan studi doktoralnya hanya dalam waktu dua tahun saja saat usianya baru menginjak 27 tahun.

 

Perjalanan ilmiahnya terus berlanjut dengan menjadi mahasiswa posdoktoral di Japan Society for the Promotion of Science (JSPS). Kemudian, ia bekerja di perusahaan NBC Meshtec Inc. sampai tahun 2016.  Lalu, ia masuk di JST sebagai mahasiswa posdoktoral pada tahun 2016-2018 dan peneliti pada tahun 2018-2021 pada program ERATO.

 

April mendatang, Huda bakal memulai pekerjaan baru sebagai Asisten Profesor di Universitas Nagoya, Jepang. Di sana, ayah dua anak ini bakal meneliti mengenai fuel cell, sebuah alat elektrokimia sebagai tenaga mesin kendaraan. Ia menjelaskan bahwa biasanya mobil menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakarnya, teknologi fuel cell tidak lagi menggunakan itu, melainkan hanya menggunakan hidrogen tanpa karbon. Hal tersebut tidak menghasilkan pemanasan global.

 

Teknologi tersebut, jelas Huda, sedang digalakkan di Jepang. Tak ayal, projek penelitiannya sedang gencar dilakukan agar teknologinya segera diterapkan. Sebab, program ke depannya adalah pembangunan jaringan pengisian bahan bakar hidrogen di semua wilayah Jepang. Saat ini, mobil dengan teknologi fuel cell masih cukup mahal, setara dua kali harga mobil berbahan bakar bensin. Sebab, salah satu teknologinya memang masih mahal. Penelitiannya di bidang itu guna meningkatkan performa teknologinya, tetapi dengan harga yang lebih minim.

 

Jaga rasa ingin tahu guna temukan rahasia Allah

Huda tak pernah berhenti skeptis. Rasa keingintahuannya terus dijaga agar tetap menggebu dan tidak pernah bosan. Sebagaimana Edison, ia mengaku terus mencoba dan mencoba hingga ratusan kali, meskipun yang berhasil hanya satu atau dua di antaranya. "Dalam penelitian itu, nggak selalu mulus. Biasanya dari seratus kali percobaan yang berhasil satu kali dua kali," ujar saintis kelahiran 3 April 1986 itu.

 

Sulung dari enam bersaudara itu meyakini bahwa bibit hebat Nahdliyin tumbuh subur. Mereka sudah sejak kecil menguasai ilmu agama, tak sedikit juga yang bermimpi menguasai ilmu teknologi ke depan. Ia menegaskan bahwa warga NU harus berusaha menemukan rahasia-rahasia Allah swt. Jika Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab sudah menelusuri Mars, Nahdliyin bisa menyusul menyusuri atom.

 

"Ternyata sunnatullah, alam semesta nggak terbatas. Masih banyak hal kecil yang belum terekspos. Itu jadi tantangan ke depan," katanya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan