Nasional

Napak Tilas Rasulullah Melalui Ujian Berat di Thaif

Rabu, 20 Juli 2022 | 21:00 WIB

Napak Tilas Rasulullah Melalui Ujian Berat di Thaif

Menapak tilas jejak Rasulullah di pegunungan Thaif.

Makkah, NU Online

Arab Saudi identik dengan negara gurun yang sepanjang mata memandang, hanya terlihat gunung batu dan padang pasir yang gersang, serta udara yang panas. Tak salah dengan pandangan seperti itu, namun ada beberapa tempat tetirah berhawa sejuk yang bisa digunakan untuk menyegarkan pikiran di kala suntuk atau sekadar mencari suasana lain. Dari Makkah, tempat berhawa sejuk paling dekat adalah Tha’if. 


Thaif hanya berjarak sekitar 90-100 kilometer dari Makkah, tergantung dari titik berangkat dan tujuan di sana. Pemerintah Arab Saudi yang kaya minyak sangat memperhatikan kualitas infrastruktur jalan. Rata-rata jalan dibuat lebar dengan jalur terpisah serta dilapisi aspal mulus. Hanya dibutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit dari Makkah untuk sampai di kota yang terletak di lereng pegunungan Serawat ini.  


Berlokasi di ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut, perjalanan menuju kota ini menanjak, berkelok-kelok menyesuaikan diri dengan kontur pegunungan batu nan gersang. Pengemudi tak perlu khawatir harus melambatkan kendaraan dan menepi agar kendaraan dari arah sebaliknya bisa lewat. Jalanan lebar dan mulus membuat kecepatan kendaraan dapat dikendalikan dalam kondisi stabil sehingga terasa nyaman bagi para penumpang. 


Pada satu lokasi, terdapat monyet-monyet yang nongkrong di bebatuan. Rupanya lokasi ini menjadi tempat mobil-mobil berhenti dan memberi makan monyet liar. Tercipta simbiosis mutualisme di mana orang-orang mendapatkan hiburan dengan memberi makan monyet, sedangkan dari pihak monyetnya, mereka girang karena mendapatkan makanan gratis. 


Di kiri-kanan jalanan yang lokasinya datar, terdapat hamparan tanaman sayur-sayuran. Hamparan hijauan sementara di atasnya gunung batu cadas menjadi sebuah pemandangan kontras yang menarik. Dengan tanahnya yang subur, Thaif menjadi produsen sayur-mayur, bunga mawar, kebun kurma, delima, hingga anggur. 


Kota ini dikenal sebagai qaryatul mulk atau desanya para raja. Pada musim panas, raja dan pejabat tinggi Arab Saudi memindahkan aktivitas kantornya dari Riyadh ke Thaif. Terdapat kawasan khusus yang menjadi tempat peristirahatan para konglomerat Arab Saudi. Hanya mereka yang memiliki akses yang dapat masuk ke lokasi tersebut. 


Kota ini terus dikembangkan. Saat ini sebuah bandara besar sedang dikerjakan yang nantinya akan menjadi alternatif penerbangan untuk jamaah haji dan umrah. 


Dari tulisan-tulisan referensi, beberapa tahun sebelumnya, untuk mengunjungi Thaif, perlu tasreekh atau izin khusus. Jamaah haji atau umrah yang memang tidak memiliki izin berwisata, tidak diperkenankan mengunjungi kota ini sehingga perlu tips khusus untuk sampai ke sana. Namun ketika kunjungan rombongan Media Center Haji (MCH) ke kota ini, pada Kamis, 15 Juli 2022 siang, tidak ada penjagaan dari askar yang memeriksa surat izin. Tampaknya telah ada perubahan kebijakan. Pemerintah Saudi mengembangkan visi 2030 yang salah satunya adalah pengembangan sektor pariwisata. 


Hijau pohon-pohon yang menghiasi trotoar di kiri dan kanan jalan, serta jalur tengahnya menandakan kami sudah masuk wilayah kota Thaif. Di beberapa lokasi rumah berpagar tinggi, menyembul pohon-pohon kurma yang tumbuh subur. Jalanan di dalam kota tidak terlalu lebar sebagaimana jalanan antar kota Makkah Thaif, tapi juga dapat dilalui kendaraan untuk berlalu-lalang dengan lega. Di beberapa bagian, kontur jalan naik turun seperti daerah Cipanas Puncak.


Kehidupan kota yang dihuni oleh sekitar 500 ribu orang ini, sebagian bangunan tampak sebagai bangunan lawas. Tak ada bangunan-bangunan pencakar langit yang memagari jalan dan kendaraan yang melaju kencang seperti di Makkah. Suasananya sangat tenang. Kondisi ini secara psikologis membuat orang menjadi lebih nyaman. 


Waktu sudah menunjukkan pukul 14.30 WAS ketika kami berhenti di sebuah restoran keluarga untuk santap siang. Semilir udara yang nyaman langsung terasa ketika kami keluar dari mobil. Namun, jangan dibayangkan udara seperti di Puncak dengan suhu sekitar 17 derajat celcius. Panas udara di Makkah seperti ketika kita berdekatan dengan perapian yang hawa baranya langsung terasa menyengat di wajah. Pada musim panas seperti bulan Juli ini, suhu udara di Thaif berada dalam ukuran ideal sehingga orang bisa dengan nyaman ngobrol di ruang terbuka pada sore hari, tanpa perlu merasa terburu-buru untuk masuk ruangan guna menghindari panas seperti di Makkah. 


Seperti umumnya di Arab Saudi, pada siang hari, aktivitas masyarakat cenderung sepi. Hanya beberapa kios yang buka, itupun hanya satu dua toko yang terlihat ada transaksi. Sebagian toko berkonsep terbuka, seperti toko kelontong di Indonesia di mana pelanggan bisa membeli sesuatu tanpa perlu masuk ke dalamnya. Ini menunjukkan bahwa suhu udara cukup nyaman sepanjang waktu. Kondisi ini berbeda dengan di Makkah di mana toko-toko selalu dalam ruangan tertutup karena panas yang menyengat.  


Produk Thaif yang terkenal adalah madu. Terdapat madu bunga mawar yang sangat langka karena hanya diproduksi di daerah ini atau daerah lain di dunia yang sangat terbatas. Thaif menjadi sentra perkebunan mawar di Arab Saudi, yang kemudian disuling menjadi minyak ataupun sebagai hiasan. Sungguh tepat mengaitkan Thaif dengan madu. Ketika kami selesai shalat di Masjid Ibnu Abbas, salah satu masjid bersejarah di kota ini. Di seberang jalan, terdapat kios penjual madu dalam toples kaca besar yang dipajang berjajar sehingga menarik perhatian. 


Terdapat berbagai jenis madu yang dijualnya. Warnanya berbeda-beda, dari coklat tua sampai yang coklat kekuningan; dari yang sangat kental dengan kandungan air yang sedikit sampai yang encer; dari madu Yaman sampai dengan madu Kashmir. Ia menawari kami untuk mencoba berbagai jenis maju tersebut, ditambah dengan pemanis bibir tentang khasiat yang joss dari madu tersebut, dari klaim untuk menjaga kebugaran sampai dengan meningkatkan vitalitas saat berhubungan suami istri. 


Tak sia-sia ia memberi tester. Kami pun berkerumun dan ketika ada satu orang yang beli, yang lainnya pun ikut beli sampai akhirnya sebagian besar anggota rombongan pulang membawa tentengan madu.  


Sekalipun menjadi tempat tetirah yang menyegarkan kembali kondisi fisik dan psikis, Thaif membawa kenangan pahit bagi Rasulullah. Dakwahnya di Makkah mengalami penentangan yang luar biasa dari kaum Quraisy. Apalagi ketika Abu Thalib, paman yang disegani musuh-musuh meninggal dan ditambah dengan wafatnya Khadijah, istri yang memberi dukungan material dan psikologis dalam dakwahnya. 


Bersama dengan Zaid bin Haritsah, bekas budak yang dimerdekakan, Rasulullah berusaha berdakwah sekaligus meminta pertolongan kepada tetua Bani Tsaqif yang menguasai Thaif. Entah seberapa berat perjalanan yang mesti dilalui Rasulullah pada saat itu, yang jalanannya mendaki dan panas, yang hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki atau menaiki onta. Namun, bukan itu yang membuat Rasulullah merasa sedih. Begitu sampai di daerah tersebut, bukan sambutan hangat yang diterimanya, ia malah dilempari oleh penduduk Thaif hingga kakinya terluka. Zaid yang berusaha membela pun kepalanya terluka. Akhrinya mereka berlindung di sebuah kebun kurma milik Utbah bin Rabi’ah. 


Rasulullah pun berdoa kepada Allah atas perlakuan kasar yang dialaminya. Malaikat Jilbril yang melihat perlakuan tak pantas kepada seorang Nabi yang menjadi kekasih Allah pun menawarkan kepada Rasulullah untuk menghancurkan kota tersebut. Namun, jawaban yang diberikan oleh junjungan umat Islam seluruh dunia ini sangat berbeda. 


"Aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah Yang Maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun." Demikian jawaban Rasulullah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.


Apa yang disampaikan Rasulullah pun terbukti, dengan berjalannya waktu, penduduk Thaif kemudian memeluk Islam dan melaksanakan perintah Rasulullah. Apa yang dinikmati oleh umat Islam yang berkunjung ke sana adalah buah dari kesabaran Rasulullah dalam menghadapi berbagai ujian.


Pewarta: Achmad Mukafi Niam
Editor: Syakir NF