Nasional LSN 2019

Nur Iman Gondol Piala Bergilir, Mesin Gol, dan Pemain Terbaik Liga Santri 

Sabtu, 9 November 2019 | 12:45 WIB

Nur Iman Gondol Piala Bergilir, Mesin Gol, dan Pemain Terbaik Liga Santri 

Kesebelasan Nur Iman setelah mendapatkan gelar juara (Foto: NU Online/Dyla 164 Channel)

Jakarta, NU Online 
Kesebelasan Pondok Pesantren Nur Iman kembali menorehkan catatan terbaiknya di Liga Santri Nusantara musim 2019. Mereka berhasil menggondol kembali piala gilir yang diperebutkan antarpesantren seluruh Indonesia ke Mlangi, Yogyakarta. Tak hanya itu, dua pemainnya mendapat penghargaan sebagai mesin gol terbanyak atas nama Aditya Pramesthu dan kapten kesebelasannya didaulat sebagai pemain terbaik atas nama Tesar Rayhan Okta Libra. 

Juara diumumkan setelah perrtandingan partai final antara mereka dengan kesebelasan Pondok Pesantren Al-Ma’mur Tangerang dari region Banten dengan skor 1-0 di Stadion Mini Cibinong, Jawa Tengah, Jumat (8/11). Sebagai juara, mereka berhak mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 150 juta. Sementara Aditya yang mampu menciptakan gol terbanyak, yakni 8 gol selama seri nasional, mendapat uang Rp 10 juta. Begitu pula Tesar. 

Nur Iman mencatatkan diri sebagai kesebelasan pertama yang mendapat gelar juara dua kali sepanjang liga santri bergulir, yakni sejak 2015. Pertama kali Nur Iman menjadi juara pada 2016 ketika di partai final mereka mampu mengalahkan kesebelasan Pondok Pesantren Walisongo Sragen, Jawa Tengah.  

Pada LSN pertama kali digelar, prestasi  Nur Iman juga terbilang bagus. Mereka mendapatkan gelar juara ketiga. Namun, setelah mendapat gelar juara pertama, mereka puasa ke seri nasional, sebab di seri regional untuk mewakili region Yogyakarta, mereka dikalahkan Nurul Iman Bantul. Bahkan dua musim berturut-turut, yakni 2017 dan 2018. Barulah tahun ini, mereka bangkit dan kembali juara. 

Menurut Manajer Nur Iman KH Fahmi Basya, kesebelasannya dilatih Eko Setiawan yang merupakan alumnus dari salah satu pondok pesantren di Yayasan Nur Iman. Menurut Fahmi, yayasan tersebut menaungi pondok-pondok pesantren di Mlangi, di antaranya Almiftah, Alfalahiyah, Al-Huda, Mlangi Timur, Aswaja, Almahfudiyah. 

Pengasuh pesantren-pesantren tersebut merupakan anak cucu penyebar Islam di wilayah itu, yakni Kiai Nur Iman atau Raden Sandyo yang merupakan kakak pertama dari Sultan Hamengkubuwono I. Mlangi sendiri berasal dari kata mulangi atau mengajar atau berdakwah, yang menggambarkan aktivitas Kiai Nur Iman dalam menyebarkan Islam pada abad ke-18. Sebagai penghormatan kepada kakaknya, Sultan Hamengkubuwono I mengangkatnya sebagai penasihat dan menjadikan Mlangi sebagai tempat bebas pajak. Hal itu berlangsung hingga sekarang. Mlangi juga merupakan satu dari lima patok negoro Yogyakarta. 

Anak-cucu Kiai Nur Iman yang kini sudah generasi keenam dan ketujuh mempertahankan tradisi leluhurnya dalam berdakwah. Mereka mempersiapkan anak muda untuk tafaquh fid din. Seluruh cabang ilmu khas pesantren diajarkan, bahkan memfasilitasi minat santri dalam ilmu beladiri, keterampilan, dan olahraga, di antaranya sepak bola. Menurut pengasuh pesantren Al-Falahiyah Mlangi KH Fahmi Basya, tradisi sepak bola Malangi memiliki riwayat panjang.   

"Rata-rata anak-anak kampung Mlangi memiliki hobi sepak bola. Tidak hanya main bola kulit, tapi bola api, bola durian," ungkapnya.  

Para santri, kata dia, memanfaatkn lapangan sepak bola desa yang tidak jauh dari pesantren. Mereka memanfaatkan waktu libur mengaji di hari Selasa dan Jumat. Untuk menghapi liga santri tahun ini mereka berlatih sepanjang 3 sampai empat bulan. 

Ada satu mimpi yang belum tercapai, kata Fahmi, yakni membentuk Sekolah Sepak Bola Nur Iman karena minat santri kepada sepak bola sangat tinggi. 
 

Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Kendi Setiawan