Nurul Ghufron: Korupsi adalah Penyakit Jabatan
NU Online · Sabtu, 2 November 2019 | 22:00 WIB
Jember, NU Online
Korupsi merupakan penyakit jabatan. Semakin tinggi jabatan seseorang, kian banyak godaan untuk berbuat korupsi.
Demikian diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, H Nurul Ghufron saat menjadi pembicara dalam Launching & Bedah Kitab Bi Hubbin Nabi Muhammad Sallallahu alaihi Wasallam di Pesantren Raden Rahmat Sunan Ampel, Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (2/11).
Menurut Ghufron, ketika jabatan semakin tinggi, maka kekuasaan kian bertambah, dan biasanya diiringi dengan membengkaknya anggaran.
“Saat itu, godaan untuk korupsi semakin menggebu,” ucapnya.
Oleh karena itu, untuk memberantas korupsi, setidaknya perlu melalui dua cara. Yaitu perbaikan sistem dan pembenahan karakter (individu). Perbaikan karakter induvidu sumbernya adalah pendidikan. Namun sayang kecenderungan orientasi pendidikan saat ini lebih mengedepankan kecakapan, nilai dan sebagainya. Sehiggga yang menjadi ukuran sukses atau tidaknya pendidikan seseorang adalah gelar akademik.
“Yang penting nilainya bagus, di atas tiga , cumlaude, dan seterusnya. Itu sudah dianggap sukses (pendidikanya), tak peduli mereka jujur atau tidak. Kenyataannya bahwa kebanyakan para koruptor itu, orang pinter-pinter. Pendidikannya hebat, karena mereka pejabat,” ujarnya.
Pria kelahiran Sumenep itu menambahkan, pendidikan karakter menempati urutan pertama dalam upaya pencegahan korupsi. Sebab meskipun sistemnya diperketat sedemikian rupa, tapi tembok keimananya rapuh, maka jebol juga. Semakin pintar seseorang, maka semakin piawai mencari celah korupsi.
“Silahkan pasal-pasal (undang-undang tindak pidana korupsi) diperketat, tapi jika dia tak punya karakter, tak punya akhlak, tidak takut kepada Allah, maka tetap saja dicari celah korupsi itu,” terangnya.
Pimpinan terpilih KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu mewanti-wanti agar slogan cinta tanah air adalah sebagian dari iman, NKRI harga mati, dan sebagainya, harus dijiwai dengan sungguh-sungguh. Jika cinta kepada bangsa, maka seharusnya tidak berbuat hal-hal yang merugikan negara.
Ghufron lalu menyebut sosok Bung Karno, Bung Hatta, dan KHM Hasyim Asy’ari yang merupakan sosok-sosok pecinta sejati tanah air. Mereka tak penah berpikir untuk kourpsi, malah apa yang mereka miliki, dikorbankan demi Indonesia tercinta.
“Tapi sekarang, orang berlomba-lomba untuk menggarong harta negara. Bahkan mereka sudah mengkapling-kapling bagian-bagian yang akan digarong. Mereka tidak cinta tanah air,” tandasnya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi
Terpopuler
1
Tim TP2GP dan Kemensos Verifikasi Pengusulan Kiai Abbas sebagai Pahlawan Nasional
2
Atas Dorongan PBNU, Akan Digelar Jelajah Turots Nusantara
3
Rais Aam Sampaikan Bias Hak dan Batil Jadi Salah Satu Pertanda Kiamat
4
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Keutamaan & Amalan Istimewa di Hari Asyura – Puasa, Sedekah, dan Menyantuni Yatim
5
Jejak Mbah Ahmad Mutamakkin, Peletak Dasar Keilmuan, Pesantren, dan Pemberdayaan Masyarakat di Kajen
6
Pangkal Polemik ODOL Kegagalan Pemerintah Lakukan Tata Kelola Transportasi Logistik
Terkini
Lihat Semua