Nasional

PBNU Dorong Disabilitas Mental Peroleh Hak sebagai Muslim dan Warga Negara

Kamis, 8 Oktober 2020 | 10:15 WIB

PBNU Dorong Disabilitas Mental Peroleh Hak sebagai Muslim dan Warga Negara

KH Abdul Moqsith mengatakan terdapat banyak jenis disabilitas mental yang perlu mendapat tanggapn dari LBM PBNU agar hak-haknya sebagai umat Muslim dan sebagai warga negara terpenuhi. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Batsul Masa’il (LBM) mengadakan kegiatan Bahtsul Masail Masailul Fiqhiyah Disabilitas Mental secara virtual, Kamis (8/10). Dalam kegiatan yang melibatkan para kiai tersebut PBNU ingin mendorong penyandang disabilitas mental mendapatkan haknya sebagai umat Muslim dan sebagai warga negara Indonesia. 

 

 

Mewakili pengurus LBM PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali mengatakan, pihaknya beberapa kali telah membahas terkait disabilitas mental. Namun, baru beberapa jenis disabilitas mental yang baru didiskusikan bersama para kiai. Kata dia, terdapat banyak jenis disabilitas mental yang perlu mendapat tanggapn dari LBM PBNU agar hak-hak mereka sebagai umat Muslim dan sebagai warga negara terpenuhi.

 

"Kita tahu disabilitas mental ini jauh lebih kompleks problem-problemnya ketimbang disabilitas fisik. Karena itu memecah diskursus materi disablitas mental menjadi sub komisi ini saya kira penting, jadi difabel mental dilihat sebagai posisinya sebagai umat Islam dan sebagai warga negara," kata Kiai Moqsith Ghazali saat menyampaikan kata sambutan. 

 

Ia menambahkan, persoalan yang sudah dibahas pada bahtsul masail disabilitas mental oleh LBM PBNU yakni masalah skizofrenia, salah satu jenis disabilitas mental yang kerap ditemukan di masyarakat. Pada bahtsul masail kali ini, pihaknya akan mendiskusikan disabilitas mental lebih luas lagi, tentunya dengan mengacu kepada fiqih Islam. 

 

"Misalnya bagaimana dengan orang dipolar mental, disorder atau psikopat dan lain-lain. Banyak yang mengalami gangguan ini, ada yang disorientasi ada yang dislokasi macam-macam," tutur Kiai yang juga dosen di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini. 

 

Menurut Kiai Moqsith, tahun 2017 lalu PBNU telah berhasil merumuskan dan mendiskusikan terkait disablitas fisik. Bahkan, hasil diskusi yang dihelat di sela-sela kegiatan Munas Alim Ulama di NTB itu sudah dicetak menjadi sebuah buku dan di edarkan kepada para kiai. 

 

"Dalam buku itu PBNU mengurai bagaimana kelompok difabel dari fisik ini mendapatkan hak-haknya sebagai umat Islam dan hak-haknya sebagai warga negara. Tapi terus terang, waktu Munas NU di NTB itu yang belum ter-cover adalah pembicaraan mengenai difabel mental," katanya. 

 

Untuk diketahui, orang dengan gangguan kejiwaan adalah bagian dari kelompok masyarakat penyandang disabilitas. Hal ini dinyatakan secara jelas dalam UU No. 19 tahun 2011 tentang Penyandang Disabilitas dan UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang disabilitas. Dalam UU tersebut, orang dengan gangguan kejiwaan (Penyandang Disabilitas Mental) mendapatkan jaminan penuh atas hak-haknya. 

 

Hak-hak yang dimaksud adalah hak mendapatkan perlindungan, hak untuk hidup dan hak-hak lain seperti hak masyarakat pada umumnya. Namun, di Indonesia hak-hak penyandang disablitas cenderung masih belum banyak diperhatikan oleh pihak terkait. Karena itu PBNU mendorong agar hak penyandang disablitas baik hak sebagai umat Muslim maupun hak sebagai warga negara dapat terpenuhi.

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori 
Editor: Kendi Setiaiwan