Nasional

PBNU Minta Kejelasan Hasil Uji Klinis Tiga Vaksin Sinovac

Sabtu, 19 Desember 2020 | 02:00 WIB

PBNU Minta Kejelasan Hasil Uji Klinis Tiga Vaksin Sinovac

Ketua PBNU dr Syahrizal Syarief. (Foto: NU Online/Kendi Setiawan)

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengapresiasi keputusan pemerintah yang menggratiskan biaya vaksinasi Covid-19 untuk seluruh masyarakat Indonesia. Terutama kepada Presiden Joko Widodo yang juga telah menyatakan siap menjadi orang pertama yang divaksin.


Namun, PBNU masih akan terus meminta pemerintah untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah yang belum selesai diantaranya terkait keterbukaan dan kejelasan hasil uji klinis fase 3 vaksin Sinovac dan prioritas penerima vaksin usia 18-59 tahun.


“Vaksin gratis dan kesediaan pak Jokowi menjadi penerima vaksin yang pertama menyelesaikan dua persoalan vaksin. Tetap masih menyisakan dua persoalan lagi,” kata Ketua PBNU dr Syahrizal Syarief, Jumat (18/12).


Dua persoalan yang dimaksud dr Syahrizal adalah keterbukaan dan kejelasan hasil uji klinis 3 vaksin Sinovac dan prioritas penerima vaksin 18-59 tahun pada tahap awal. Menurut dr Syahrizal, pemerintah sebisa mungkin harus mengungkapkan secara terbuka hasil uji klinis 3 vaksin Sinovac agar masyarakat tidak ragu terhadap vaksin tersebut.


Selanjutnya, dr Syahrizal menganggap kebijakan pemerintah yang memprioritaskan usia 18-59 tahun untuk diprioritaskan adalah keputusan yang keliru. Dia meminta agar pemerintah segera merubah skema vaksinasi karena tidak sesuai dengan anjuran WHO dan DCD.


“Tanyakan saja pada enam produsen vaksin lainnya yang sudah ada. Katakan kepada mereka, apakah mereka memang membuat vaksin untuk kelompok 18-59 tahun?,” ujarnya mempertanyakan.


Meski begitu, terkait uji klinis tahap 3 vaksin Sinovac, dapat bersama-sama mendengar laporan Sinovac di Brazil pada Rabu (23/12) mendatang.


“Hasil ini akan menjadi laporan ke BPOM terkait EUA di Indonesia. Semoga vaksinasi sudah bisa di mulai 25 Januari 2021 seperti jadwal di Brazil,” tutupnya.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muhammad Faizin