Nasional

PBNU: Monopoli Fatwa Halal pada UU Cipta Kerja Hambat Program Sertifikasi

Selasa, 13 Oktober 2020 | 05:45 WIB

PBNU: Monopoli Fatwa Halal pada UU Cipta Kerja Hambat Program Sertifikasi

Waketum PBNU H Maksum Mahfoedh mengakatan sentralisasi dan monopoli fatwa justru menghambat kerja-kerja sertifikasi halal. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Maksum Machfoedh tidak pernah berhenti menyuarakan sentralisasi dan monopoli fatwa terkait Jaminan Produk Halal (JPH) yang juga dibahas dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Menurutnya, sentralisasi dan monopoli fatwa justru menghambat kerja-kerja sertifikasi halal.


"Saya selalu bersuara keras tentang ini karena publik harus tahu persoalan yang sebenarnya," kata H Maksum Machfoedh dalam merespons Undang-Undang Cipta Kerja yang juga mengatur JPH.


H Maksum Machfoedh menilai sentralisasi dan monopoli pada UU Cipta Kerja bertentangan dengan asas keadilan legislasi di samping menambah problem sertifikasi. Oleh karenanya, PBNU bersama pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan mengajukan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).


Dalam gugatan ke MK, PBNU menyebutkan bahwa semangat UU Cipta Kerja adalah sentralisasi, termasuk dalam masalah sertifikasi halal. Pasal 48 UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang JPH mengokohkan pemusatan dan monopoli fatwa kepada satu lembaga. 


Dalam pandangan PBNU, sentralisasi dan monopoli fatwa, di tengah antusiasme industri syariah yang tengah tumbuh, dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu program sertifikasi halal.


H Maksum Machfoedh mendorong pengurus harian PBNU untuk tetap menyuarakan terus ketidakadilan regulasi pada JPH. Menurut, itu merupakan tugas mereka sebagai pengurus harian PBNU. PBNU harus senantiasa bersuara bahwa NU dan PBNU itu bukan subordinasi MUI.


"Susahnya PBNU sering malu-malu untuk bersuara keras tentang itu karena keterlibatan sebagian pengurus NU di MUI. Sepenuhnya itu persoalan yang berbeda dan PBNU tidak perlu rikuh untuk mengatakan yang sebenarnya," kata H Maksum.


Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Kendi Setiawan