Nasional

PDNU Prihatin atas Asumsi Sebagian Masyarakat Indonesia soal Virus Corona

Kamis, 20 Februari 2020 | 09:30 WIB

PDNU Prihatin atas Asumsi Sebagian Masyarakat Indonesia soal Virus Corona

Ilustrasi penampakan virus Corona. (Foto: Science Photo Library via BBC)

Jakarta, NU Online
Merebaknya virus corona meresahkan masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. Ironisnya, banyak masyarakat di Indonesia yang lebih mendengarkan dan percaya asumsi-asumsi yang datang dari orang yang bukan ahli di bidang tersebut.

“Misalnya virus corona bisa hilang karena ruqyah. Lalu virus corona datang karena azab,” kata Dokter Heri Munajib dari Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU).

Heri mengaku prihatin, terlebih ada masyarakat yang percaya bahwa virus corona datang di  Tiongkok karena pemerintah China suka menyiksa Muslim Uighur.

“Data saat ini ada 75 penduduk Xinjiang positif COVID-19. Dan satu di antaranya meninggal dunia. Secara statistik, separuh warga Xinjiang berasal dari etnis Uyghur. Kita bisa mengatakan sudah 30-an orang Uyghur terinfeksi COVID-19,” lanjutnya.

Selain itu, peta penyebaran virus corona juga menarik. Masyarakat bisa melihat bahwa Pemerintah Tiongkok efektif menerapkan isolasi kota-kota, sehingga korban meninggal terbesar tetep terkonsentrasi di Propinsi Hubei.

“Dari sini sebenarnya kita bisa belajar banyak dari Cina bagaimana menghadapi epidemi suatu penyakit,” ujarnya. 

Penanganan yang dilakukan Pemerintah Tiongkok membuktikan adanya kecenderungan penurunan warga terdampak corona. “Di tabel daily increase, kelihatan penambahan kasus harian mulai melandai,” ungkapnya. 

Hal itu salah satunya dengan langkah Pemerintah Tiongkok per tanggal 13 Februari 2020 mengubah metode deteksi, yang tadinya harus menggunakan reagen dan pemeriksaan DNA, sekarang cukup dengan CT Scan.

“Asal gejala terpenuhi maka tegaklah diagnosa Pasien terinfeksi NCov 2019,” lanjut Dokter Heri.

Pihaknya sangat tidak setuju jika wabah corona melanda Tiongkok karena ‘azab’. Kalau bicara 'azab', kata dia, justru dialami salah satunya oleh Indonesia.
 
Berkurangnya kunjungan warga Tiongkok ke Indonesia, salah satunya berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkoreksi.

“Sekarang Bali, Sumatera Utara, Bintan, Bangka Belitung sudah mulai menjerit. Penginapan sepi semua, reaksi berantainya bakal luas,” ujarnya.

Ia menyebut Australia sudah mengumumkan bahwa mereka juga terdampak berat secara ekonomi. Khusus Indonesia, kalau status orange di Singapura meningkat lagi dan penerbangan dari dan ke sana ditutup juga, akan berimbas lebih buruk.

“Karena saat ini Singapura sudah ada 75 kasus. Angka ini menjadikan Singapura peringkat kedua setelah China Daratan,” imbuh Dokter Heri.

Ia prihatin orang yang memiliki concern di bidang ini diam. Namun ia mengakui ketakutan pakar untuk mengungkapkan dari sisi ilmiah mungkin terjadi karena kekhawatiran akan dianggap menista agama. 

Ia menghargai sikap kewaspadaan warga Indonesia terhadap kasus corona. Menurutnya, dukungan dari para ulama untuk mendekatkan diri kepada Allah, dibarengi dengan doa-doa, menjadi penguat selain menjaga kewaspadaan secara klinis.

“Semoga Indonesia bisa melewati badai NCov 2019 dunia,” pungkasnya.

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Fathoni Ahmad