Nasional

Pemerintah Rencana Produksi Biodesel B100, Ini Harapan NU

Jumat, 12 Juli 2019 | 11:30 WIB

Jakarta, NU Online
Lembaga Pengembangan Pertanian (LPP) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berharap produksi biodesel B100 oleh Kementerian Pertanian memunculkan maslahat untuk lingkungan dan masyarakat. Artinya, proses pembuatan bahan bakar biodesel aman untuk kesehatan lingkungan dan menguntungkan masyarakat Indonesia. 

Wakil Sekretaris Pengurus Pusat LPP PBNU, Miftahuddin, mengatakan pihaknya mendukung penuh rencana pemerintah akan memproduksi massal Biodesel B100 jika sudah mempertimbangkan dampak lingkungan serta pertimbangan lain yang bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia. 

Menurutnya, selama ini produksi energi biodesel masih dikhawatirkan masyaraakat karena dianggap dapat memberikan dampak buruk terhadap lingkungan termasuk pembelian bahan bahan mentah pertanian yang masih murah oleh pemerintah. 

“Kami mendukung penuh dengan syarat maslahat untuk masyarakat dan lingkungan, hal ini juga karena setau kami belum ada regulasi mengenai pembakaran limbah termasuk polusi B100 yang sangat besar,” kata Miftah saat berbincang dengan NU Online, Jumat (12/7). 

Ia menuturkan, pemerintah tentu harus benar-benar matang memikirkan dampak dari produksi massal energi pengganti bahan bakar minyak tersebut. Jika dampak yang diterima baik PBNU akan mendukung bahkan ikut serta menyukseskan program tersebut. 

Sebab, ujar dia, hal itu berdasarkan petunjuk dalam Al-Qur’an tepatnya pada surat Yaasin ayat ke 80, bahwa zat hijau daun tempat terjadinya reaksi fotosintesis yang menghasilkan O2 sebagai subtansi terpenting dalam proses pembakaran. 

Jadi, pengolahan tumbuhan yang hidup di alam itu semuanya dapat memberikan manfaat bukan sebaliknya memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan manusia. 

“Maksud ayat itu setidaknya begini, zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan energi,” tuturnya.

Untuk itu, hasil dari proses fotosintesis yang berupa oksigen (O2) sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup lain untuk proses respirasi. Sebaliknya, dari hasil samping proses respirasi yang berupa karbondioksida (CO2) kembali dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. 
 
Miftah mengaku mendapat sejumlah masukan dari masyarakat bahwa ada dampak yang belum mendukung terhadap kelestarian alam terkait limbah produksi biodesel B100. 

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia optimis biodesel B100 bisa diproduksi massal oleh pemerintah. Hal itu karena Indonesia memiliki banyak nabati yang bisa diolah menjadi bahan bakar. 

Kepala Seksi Teknis dan Jasa Penelitian pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Kementan RI, Syamsudin, mengatakan beberapa waktu yang lalu pemerintah telah membuat kebijakan mengganti bahan bakar berbasis fosil. Misalnya, B20 yang telah digunakan sejak beberapa bulan terkahir oleh masyarakat. 

B20 kata dia, terdiri dari 80 persen biosolar dan 20 persen nabati, ia optimis kedepan pemerintah bisa mewujudkan penggunaan B100 sebagai bahan bakar alternatif masyarakat sebab di Indonesia hampir semua bahan penghasil bio diesel tumbuh. 

“Kemudian baru baru ini Kementerian ESDM telah meluncurkan B30, yaitu 70 persen bahan nabati 30 persennya solar,” ujarnya. (Abdul Rahman Ahdori/Fathoni)