Nasional

Penyelesaian Konflik Palestina Harus Menyeluruh

Sabtu, 22 Mei 2021 | 00:30 WIB

Penyelesaian Konflik Palestina Harus Menyeluruh

Ilustrasi warga Palestina. (Foto: IG Amarselan)

Jakarta, NU Online
Ketua Prodi Program Studi S2 Sejarah Peradaban Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Ali M. Abdillah mengatakan, kasus Palestina membutuhkan penyelesaian yang utuh yang dimulai dari penyelesaian sengketa internal antara kelompok seperti Hamas dan yang lain. Konflik internal ini disebutnya akan menjadi penghambat langkah penyelesaian konflik secara umum.


“Maka untuk mengurai persoalan Palestina itu paling pertama adalah menyelesaikan persoalan internalnya sendiri. Karena mau kita mendukung kayak apapun tapi yang di dalam negara Palestina itu berantem gak selesai-selesai, ya tidak akan bisa diharapkan bisa tuntas,” ujarnya di Jakarta, Jumat (21/5).


Selain itu, untuk memperkuat diplomasi, diperlukan strategi diplomasi dengan negara-negara muslim. Karena dukungan politik sangat penting bagi Palestina termasuk dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).


Di sini lain, ia mengungkapkan adanya persoalan dalam soliditas komunitas negara-negara di Timur Tengah sendiri dalam mendukung Palestina. “Seperti Turki, di satu sisi mereka mengecam Israel, tapi di sisi lain punya bisnis dengan Israel. Begitu juga Yordania, Mesir dan Arab Saudi. Jadi mereka belum satu kata, sehingga kekuatan Israel yang kecil itu dihadapi oleh negara-negara Islam yang terpecah-pecah sehingga tidak mampu menghadapi kekuatan Israel yang memang sudah memiliki kekuatan dukungan politik seperti di PBB, kemudian di negara-negara Eropa dan Amerika,” ucapnya.


Oleh karena itu, ia menyebut, langkah yang diambil pemerintah Indonesia melalui OKI itu sudah tepat. Mendukung Palestina melalui prosedur diplomasi internasional secara tepat dan terukur. Apalagi menurutnya, OKI juga banyak dikritik karena selama ini tidak bisa berbuat apa-apa dalam membantu Palestina.


“Suaranya terlalu lemah dan tidak punya kekuatan untuk bisa diperhatikan oleh pihak Israel. Padahal OKI ini kan gabungan negara-negara muslim,” jelas pria yang akrab disapa Kiai Ali itu.


Di waktu yang berbeda, apa yang dikatakan Ali sejalan dengan pernyataan Siti Ruhaini Dzuhayatin, mantan Ketua Komisi HAM Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Ia tidak memungkiri bahwa ada ganjalan pada proses penyelesaian konflik Palestina dari internal Liga Arab. Misalnya, ia menyebut adanya dua kubu antara kelompok Saudi dan kelompok bulan sabit Syiah Iran. Selain itu adanya hubungan diplomatik antara anggota Liga Arab dengan Israel yang membuat pergeseran sikap terhadap konflik Palestina-Israel ini.


Melihat perkembangan konflik, ia menyebut bahwa sikap OKI adalah mendukung solusi atas dua negara atau two state solution. “Walaupun tidak ideal, namun Two State Solution adalah suara ofisial OKI,” kata Siti Ruhaini Dzuhayatin dalam konferensi bertema Solidaritas Indonesia bagi Rakyat di Wilayah Pendudukan Israel atas Palestina pada Jumat, (21/5).


Sementara Pelapor Khusus PBB untuk Palestina dan Ketua Komisi Hak Azasi Manusia PBB di tahun 2005, Makarim Wibisono dalam diskusi yang sama mengungkapkan sejumlah ganjalan fundamental yang selama ini menghambat langkah perdamaian. Pertama yakni perbedaan pendapat tentang status Yerusalem dalam pandangan Palestina dan Israel yang masing-masing mengklaim sebagai tempat kitab suci.

 

“Dulu pernah ada alternatif: Kota dikuasai bersama, atau menjadi International City, yang dikelola secara internasional,” kata Makarim.


Kedua, dalam pandangan Israel, warga Palestina yang ke luar negeri untuk mengungsi tidak bisa dijadikan warga negara Palestina kembali jika terjadi perdamaian. Ketiga, terkait persoalan batas wilayah, Israel tidak menyepakati untuk mengembalikan wilayah Palestina yang diduduki Israel. Padahal dalam hal ini, apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina adalah pendudukan wilayah.

 

Keempat adalah penguasaan air. Pihak Israel menuntut agar penguasaan air dimiliki oleh mereka. Bahkan jika ada rencana pengeboran baru harus melapor pada pihak Israel. Dampaknya, Palestina mengalami krisis air. Padahal air adalah sumber kehidupan.


Namun demikian dia tidak menutup fakta bahwa telah terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan Israel pada Palestina dalam waktu yang begitu lama seperti penangkapan pada warga Palestina tanpa alasan, memperpanjang proses penahanan penerapan check point di sejumlah wilayah oleh militer Israel di dalam wilayah Palestina, dan seterusnya yang membuat warga Palestina begitu sengsara.


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin