Nasional

Pernyataan MUI Soal Latar Belakang Keorganisasian Zain An-Najah Dipertanyakan

Kamis, 18 November 2021 | 05:00 WIB

Pernyataan MUI Soal Latar Belakang Keorganisasian Zain An-Najah Dipertanyakan

Pengamat Intelijen dan Keamanan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Robi Sugara. (Foto; Istimewa)

Jakarta, NU Online
Menyoroti peristiwa kasus penangkapan terduga teroris di Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengamat Intelijen dan Keamanan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Robi Sugara menilai pernyataan sikap MUI di dalam Bayan MUI tentang Dugaan Penangkapan Tersangka Terorisme tidak spesifik menyebutkan latar belakang keorganisasian terduga teroris, yakni Ahmad Zain An-Najah.


Pertanyaannya, jika selama ini MUI adalah organisasi para ulama yang merupakan representasi dari semua organisasi masyarakat Islam, seperti NU dan Muhammadiyah. Lalu Ahmad Zain An-Najah utusan ormas Islam yang mana? MUI memang sudah bersikap bahwa yang bersangkutan hanya sebagai anggota saja dan beberapa penjelasan lainnya.


“Tapi, MUI itu kepengurusannya diutus dari berbagai ormas Islam meski secara proposional yang lebih dominan adalah NU dan Muhammadiyah. Sementara, anggotanya yang ditangkap sebagai jaringan teroris adalah bagian dari Jemaah Islamiyah (JI), lalu atas utusan ormas Islam mana dia menjadi kepengurusan MUI? Pernyataan MUI tidak sampai ke arah ini,” ujar Robi kepada NU Online, Kamis (18/11/2021).


Menurut dia, meskipun selama ini MUI dengan tegas menyatakan lembaganya tidak menoleransi tindakan terorisme. Namun, faktanya MUI menjadi salah satu lembaga yang berhasil disusupi oleh kelompok radikal dan intoleran. Bahkan, kelompok tersebut sudah menyusup ke hampir semua lembaga pemerintahan.


“MUI memang menjadi salah satu lembaga yang dikuasai oleh kelompok radikal/teroris mengingat pengambilalihan kekuasaan negara secara ekstrem era sekarang sulit dilakukan secara terbuka atau dengan penggunaan senjata,” jelas Direktur Indonesia Muslim Crisis Center itu.


Maka, public tidak perlu heran saat mendengar adanya penangkapan terduga teroris dari internal anggota MUI Pusat. Pasalnya, lanjut dia, masuknya paham radikal ke tubuh lembaga nasional itu adalah buah ketidaktegasan pemerintah dalam mengusut tuntas kelompok radikal dan intoleran di Indonesia.


“Nah, ketidaktegasan pemerintah terhadap kelompok tersebut juga memicu persepsi lain dari masyarakat, jangan-jangan kelompok radikal ini memang dipelihara. Kira-kira begitu,” terang Robi.


Lebih lanjut ia menyatakan, dugaan masyarakat itu semakin diperkuat dengan kelonggaran sikap pemerintah yang memberikan ruang dan otonomi kepada mereka (JI) untuk terlibat dalam kegiatan kesejahteraan sosial, amal, pendidikan dan keagamaan, dengan catatan anggotanya menghindari kekerasan.


“Dari situ, dapat diduga bahwa JI akhirnya menggunakan kelonggaran yang diberikan pemerintah Indonesia untuk membangun kembali fondasi intinya secara sistematis,”  beber Dosen Ilmu Sosial dan Ilmu Politik itu.


Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Musthofa Asrori