Nasional

Prof Quraish Shihab: Ramadhan Bekal Perjalanan Menuju Akhirat dan Momentum Introspeksi Diri

Kamis, 15 April 2021 | 23:00 WIB

Prof Quraish Shihab: Ramadhan Bekal Perjalanan Menuju Akhirat dan Momentum Introspeksi Diri

Pakar tafsir Al-Qur’an, Prof. Quraish Shihab. (Foto: NU Online/dokumen NU Online)

Jakarta, NU Online
Pakar Tafsir Al Qur’an Profesor Quraish Shihab menegaskan bahwa hikmah Ramadhan tercermin dalam ungkapan Marhaban Ya Ramadhan.  Katanya, kalimat  Marhaban berasal dari suku kata rahab. Rahab mempunyai dua makna, yaitu lapang.


“Tamu yang datang kita sambut dengan lapang dada, tidak menggerutu,” ucapnya dalam tayangan Shihab & Shihd di platform youtube, Selesa (13/4).


Makna rahab yang kedua adalah tempat luas untuk mengambil bekal atau memperbaiki kendaraan bagi musafir. Artinya Marhaban ya Ramadhan, bukan sekadar hati lapang menerima Ramadhan, tapi juga bersedia untuk mengambil bekal perjalanan menuju akhirat.

 
“Dan bersedia memperbaiki apa yang salah dari niat kita dan tingkah laku kita. Jadi sebenarnya menyambut Ramadhan itu kita harus melakukan instrospeksi apa yang salah, apa yang kurang, dan apa yang perlu dipebaiki,” urainya.


Sementara itu KH Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha melalui tayangan yang sama  menceritakan tradisi pesantren yang dilakukan oleh para kiai dalam menyambut bulan Ramadhan.


“Tradisi di Pesantren biasanya para kiai mengajar kitab dua atau tiga kali (sehari) ,” terangnya.


Menurut Gus Baha, tradisi membaca kitab kuning di bulan Ramadhan oleh para kiai, di antaranya adalah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait cara pandang orang-orang terdahulu tentang puasa. Katanya, salah satu cara untuk menjadi orang shaleh adalah meniru orang-orang shaleh terdahulu.


“Karena di ayat Ihdinas shirathal mustaqim, Allah tidak berkata tunjukkan jalan-Mu, tetapi jalan mereka yang telah Allah berikan nikmat,” ungkapnya.


Setelah membaca versi ulama dahulu, lanjutnya, masyarakat akan tahu niat dan cara pandang ulama tentang Ramadhan secara benar. Di antaranya adalah dengan puasa, manusia merasakan lapar, betapa sakitnya orang-orang miskin yang lapar, sehingga bisa menghormati makanan karena begitu nikmatnya.


Gus Baha juga mengisahkan betapa hebatnya Rasulullah dalam memuji Ramadhan dengan hal-hal yang lumrah dan wajar. Kata Nabi Muhammad, orang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yaitu saat berbuka dan saat bertemu Allah.


“Ketika Ramadhan, makanan yang boleh jadi kita sepelekan sebelumnya, tapi begitu berharga saat Ramadhan, bahkan air putih juga berharga. Jadi kebutuhan pokok manusia adalah makan,” pengkasnya.


Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Aryudi A Razaq