Nasional RISET BALITBANG KEMENAG

Proses Pembelajaran Al-Qur’an Braille bagi Tunanetra Tahun 2015

Rabu, 16 Oktober 2019 | 10:30 WIB

Proses Pembelajaran Al-Qur’an Braille bagi Tunanetra Tahun 2015

Ilustrasi: iqratrust

Ketersediaan Al-Qur'an Braille sangat dibutuhkan oleh penyandang disabilitas tunanetra. Hal itu karena tunanetra yang beragama Islam, juga memerlukan Al-Qur'an sebagai bahan ibadah dengan membaca Al-Qur'an dan kajian.
 
Penelitian yang dilakukan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Badan Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan (Balitbang Diklat) Kemenag tahun 2015 menemukan metode pengajaran Al-Qur’an Braille pada penyandang tunanetra di masing-masing daerah berbeda-beda dan masih mencari model dan adaptasi.
 
Selain itu, bahan ajar pun disusun dari sumber-sumber pengajaran untuk orang awas dengan modifikasi yang disesuaikan berdasarkan kebutuhan. Sementara masing-masing metode dan bahan ajar mempunyai kelebihan dan kekurangan yang dapat disempurnakan bila kita memadukannya menjadi sebuah metode baru.

Beberapa kendala yang ditemukan berkisar pada kurangnya perhatian pemerintah dalam pengajaran agama khususnya Al-Qur’an bagi tuna netra. Hal itu dapat dirasakan oleh mereka seperti minimnya guru agama yang mampu mengajar Al-Qur’an Braille dan tidak tersedianya bahan ajar yang standar.
 
Adapun temuan penelitian yang dilaksanakan di beberapa yayasan dan lembaga penyantun tunanetra adalah sebagai berikut:
 
Pertama, Yaketunis, Yogyakarta dengan judul buku Qawaidul Imla. Buku ini merupakan buku pertama yang digunakan Yaketunis dalam memperkenalkan baca tulis Arab kepada tunanetra. Buku ini berisi tuntunan menulis huruf Arab Braille yang ditulis pada tahun 1967 oleh Fuady Aziz,Cara Cepat Belajar Arab Braille. Buku ini disusun oleh Ahmad Maskuri, seorang tunanetra pengajar Qiraat di Yaketunis lulusan UIN Kalijaga Jurusan PAI.
 
Iqra Braille. Buku Iqra Braille adalah buku Iqra yang dibuat versi Braille, sehingga apa adanya yang tertulis dalam Iqra dikonversi ke Braille Arab. Di Yaketunis digunakan Metode Ummi. Metode ini tidak jauh berbeda dengan Iqra Braille yang digunakan di Yaketunis untuk melatih tunanetra melancarkan rabaan dan bacaannya.

Kedua, Sahabat Mata, Semarang menggunakan Metode 10 jam (‘asyrah as-sa’ah). Metode ini menggunakan bahan buku ajar yang diadaptasi dari bahan ajar metode al-Bagdadi dan metode qiraati dalam bentuk yang masih sederhana. Metode Al-Bagdadi diadaptasi dalam mengenalkan huruf Hijaiah. Pengenalan huruf dilakukan dengan teknik analisis atau menguarai, yaitu dengan menyebut nama huruf dan harakat, sehingga melahirkan bunyi bacaan. Sedangkan bentuk-bentuk latihannya mengadaptasi dari metode Qiraati. Contoh disusun dengan teknik pengulangan, sehingga dengan membaca contoh, peserta didik bisa segera mengerti dan memahami.
 
Digagas sejak 2008 oleh Ibn Abdillah, metode ini cukup berhasil mengantarkan para tunanetra untuk mengenalkan huruf Arab Braille. Bentuknya yang masih sederhana, bahan ajar metode ini mencakup materi yang masih mendasar, belum menyentuh hukum-hukum bacaan Al-Qur’an secara lengkap. Hukum-hukum bacaan Al-Qur’an baru diajarkan ketika sudah mulai masuk belajar membaca Al-Qur’an. Adapun penerapan metode ini sesuai desainnya dilakukan sebanyak 10 jam pelajaran. Dengan 10 kali pertemuan, diharapkan peserta didik dapat menguasi pengenalan huruf Arab Braille, dan mampu membaca kode-kode Braille dalam rangkaian kata maupun kalimat. 
 
Ketiga, Raudhotul Makfufin, Tangerang Selatan menggunakan Iqro Braille. Buku ini disadur dari buku Iqro karangan H As’ad Humam (penemu metode Iqro). Mengingat huruf arab Braille tidak mengenal bentuk awal, tengah dan akhir, juga sistem penulisannya berbeda, sehingga penulisan ulang buku ini tidak dilakukan secara keseluruhan tapi lebih diringkas lagi disesuaikan dengan kebutuhan pengajaran. Buku ini adalah buku pertama yang dibuat untuk membantu pengajaran dalam hal latihan membaca tapi konsep awal tetap disampaikan secara langsung oleh pengajar agar tidak membingungkan tunanetra.
 
Saat penelitian dilakukan, buku ini sudah tidak digunakan lagi sejak dibuat buku baru yaitu Pandai Membaca Al-Qur’an Braille. Buku ini khusus dibuat untuk tunanetra dengan sistematika penulisan diawali dengan pengenalan simbol huruf arab Braille, tanda syakl dan rangkaiannya secara bertahap dengan menambahkan latihan-latihan membaca. Buku ini masih terus disempurnakan dengan melihat kelemahan dan kekurangan yang ditemui dalam proses kegiatan pengajaran.
 
Kemudian, Buku Ilmu Tajwid. Buku ini dibuat khusus untuk tunanetra yang disesuaikan dengan sistem penulisan Al-Qur’an Braille. Seperti buku tajwid pada umumnya, buku ini menjelaskan hal-hal yang penting untuk diketahui santri tunanetra yang dimulai dengan penjelasan tentang makhorijul huruf, hukum-hukum bacaan, sifatul huruf dan lainnya.
 
Keempat, di Yayasan Sam’an, Bandung dengan Metode Sam’an. Buku Panduan Arab Braille Sam’an ini terbilang ringkas, karena hanya terdiri dari 35 halaman. Secara garis besar, buku panduan ini terdiri dari empat bagian, yaitu Bagian Satu Mengenal Huruf Hijaiyah, Bagian Dua Mengenal Bunyi, Bagian Tiga Problematika Bacaan, dan Bagian Empat adalah Latihan Membaca. Buku ini dibuat dalam dua versi, yaitu versi awas dan versi Braille. Versi awas sendiri dibuat bagi kalangan orang awas yang berminat mempelajari metode Sam’an dan untuk diterapkan atau diajarkan pada orang-orang tunanetra yang masih awam dalam baca tulis Al-Qur’an.
 
YPAB Surabaya digunakan buku panduan Belajar Membaca Al-Qur’an Braille Berbasis Kesamaan dan Persamaan Simbol yang disusun oleh Zainul Muttaqin. Adapun prinsip mengacu kepada pengetahuan yang sudah dimiliki, penulis wujudkan melalui pola penyajian materi. Dalam pengenalan huruf-huruf hijaiyah misalnya, penulis tidak menyampaikannya berdasarkan urutan huruf, melainkan memulai dari huruf-huruf Braille Arab yang sudah dikenal sebelumnya, yaitu huruf-huruf yang memiliki kesamaan dan persamaan dengan huruf Braille Latin.
 
Contoh: huruf-huruf alif, ba, ta, jim, dal, ro, za, sin, fa, qof, kaf, lam, mim, nun, wau, ha, dan ya; memiliki lambang yang sama persis dengan huruf-huruf: a, b, t, j, d, r, z, s, f, q, k, l, m, n, w, h, dan i. Di samping itu, terdapat dua huruf Braille Latin yang diadopsi menjadi huruf-huruf Arab yaitu, v dan x menjadi lam alif dan kho. Selanjutnya, sedikit demi sedikit penulis memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah yang tidak diadopsi dari abjat Braille Latin. Misalnya huruf-huruf: tsa, ha, dzal, syin, shod, dlod, tho, dzo, ‘aoin, ghin, dan hamzah. Demikian seterusnya, sampai pada bagian ahir, materi dalam buku panduan ini disajikan berdasarkan simbol-simbol yang sudah dikenal sebelumnya oleh siswa.
 
Editor: Kendi Setiawan