Nasional

Protokol di Fasilitas Kesehatan Cegah Penularan pada Nakes

Sabtu, 23 Januari 2021 | 11:00 WIB

Protokol di Fasilitas Kesehatan Cegah Penularan pada Nakes

Protokol yang terdapat di fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya untuk mencegah penularan, terutama kepada tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat. 

Jakarta, NU Online
Ketua Satgas NU Peduli Covid-19 dr Makky Zamzami menjelaskan soal protokol yang terdapat di fasilitas kesehatan. Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk mencegah penularan, terutama kepada tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat. 

 

"Protokol seperti jaga jarak, menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap, atau membuat kaca penghalang adalah bagian dari upaya mencegah. Karena sebetulnya yang kita takutkan adalah penularan kepada tenaga kesehatan," katanya dalam webinar bertajuk Kupas Tuntas Protokol Kesehatan di Fasilitas Kesehatan, Jumat (22/1) malam.

 

Lebih lanjut ia mengatakan, tata letak ruang di RS dibagi menjadi tiga zonasi. Pertama, zona hijau atau aman. Di dalam ruangan ini, semua orang sudah dapat terkontrol atau terkendali yang sudah rutin melakukan tes swab PCR. Kedua, zona merah atau infeksi. Ini terdapat di dalam ruang rawat Covid-19. 

 

"Ketiga, zona kuning. Inilah yang sering menyebabkan tertularnya dokter karena pasien bingung memetakan apakah dia terkena Covid-19 atau tidak. Inilah yang rawan. Makanya, salah satu proteksi para tenaga keshatan, ketika berhadapan dengan pasien itu menggunakan APD secara lengkap," kata dr Makky.

 

Selain itu, dr Makky menjelaskan bahwa terdapat enam poin penting yang perlu diperhatikan sebelum berkunjung ke fasilitas kesehatan. 

 

Pertama, pilihlah fasilitas kesehatan dengan protokol kesehatan yang ketat, atau yang memisahkan area pasien Covid-19 dengan pasien atau pengunjung lainnya. Kedua, pakai masker dan face shield jika diperlukan, serta mengganti masker apabila sudah basah. 

 

Ketiga, pastikan selalu berada dengan jarak minimal satu hingga dua meter dengan orang lain. Keempat, rajinlah mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau dengan hand sanitizer berbahan dasar alkohol selama minimal 20 detik. Upayakan juga untuk tidak menyentuh fasilitas umum.

 

Kelima, datanglah mendekati waktu konsultasi dokter sehingga tak perlu menunggu terlalu lama di RS. Keenam, jangan lupa untuk segera mandi hingga bersih dan mengganti pakaian setelah tiba di rumah.

 

Sementara itu, Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Eka Sakti Okto Haryanto menganjurkan agar jam kerja tenaga kesehatan dikurangi atau tidak lebih dari 12 jam sehari. “Kalau tadinya 40 jam per minggu, kita ubah waktu kerja hariannya tidak lebih dari 12 jam sehari,” katanya.

 

"Artinya shift jaga jangan sampai lanjut dari shift 1 ke shift 2 atau lanjut ke shift 3. Yang biasanya dilakukan itu shift 2 ke shift 3. Sebisa mungkin dibagi menjadi 4 shift. Karena APD lengkap yang kita pakai itu maksimal enam jam," lanjut dr Eka.

 

Jika dipakai lebih dari enam jam, lanjutnya, tidak efektif alias berbahaya untuk tenaga kesehatan itu sendiri. Bahkan bisa membuat mereka jadi stress sendiri. Untuk itulah, tenaga kesehatan diupayakan agar istirahat atau tidur dengan waktu yang cukup. 

 

Lebih lanjut diungkapkan, IDI sudah sangat tidak menyarankan para tenaga kesehatan di atas usia 45 tahun untuk melakukan kerja shift. Sebab dikhawatirkan bakal muncul gejala gangguan psikis yang akan menyerang mereka. 

 

Di antaranya seperti PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma, yakni gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami dan menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan.

 

Selain PTSD, akan mungkin saja terjadi gangguan psikis bernama burnout, yakni kondisi stres berat yang dipicu karena kelelahan dalam pekerjaan. Burnout tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan perlu diatasi dengan tepat karena dapat mempengaruhi kesehatan fisik serta mental.

 

"Karena pandemi sudah setahun dan gangguan psikis yang akan terjadi adalah PTSD, burnout, dan depresi. Akhirnya bisa terjadi menjadi seperti lingkaran setan, mereka sangat mudah terpapar Covid-19 lagi, sehingga begitu ada paparan yang sebenarnya kita bisa sehat tapi karena kita sudah sangat lelah akhirnya kita mudah jatuh sakit," pungkas dr Eka.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan