Nasional

Psikolog: Pencegahan Aksi Terorisme Lebih Mudah dari Rehabilitasi

Kamis, 28 Januari 2021 | 23:30 WIB

Psikolog: Pencegahan Aksi Terorisme Lebih Mudah dari Rehabilitasi

Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Prof Hamdi Muluk (Foto: NU Online/Ahmad Rozali)

Jakarta, NU Online
Lahirnya Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah ke terorisme atau umum dikenal dengan RAN-PE, memungkinkan pencegahan terjadinya aksi terorisme. Pada periode sebelum UU Terorisme terbaru tahun 2018 dan dilanjut RAN-PE, hal ini tidak bisa dilakukan karena tidak memiliki payung hukum.


Menurut Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk, pencegahan terjadinya aksi terorisme ini dianggap penting karena upaya mencegah selalu lebih mudah dari pada upaya merehabilitasi. Berdasarkan pengalamannya, ia menyebut bahwa merehabilitasi orang yang sudah menjadi teroris jauh lebih sulit.


“Maka kita mencegah supaya orang jangan sampai menjadi tertarik dengan ideologi radikal yang mengarah pada terorisme itu. Karena ideologi radikal tentu tidak datang begitu saja, ideologi radikal itu hasil dari proses yang namanya indoktrinasi,” ujarnya , di Jakarta, Kamis (28/1).


Proses indoktrinasi, lanjut dia, diterapkan dengan cara diceramahi dan melalui berbagai metode termasuk lewat pengajian yang biasanya tertutup atau eksklusif. Penyajian tipikal ini, tidak dilakukan secara terang-terangan. Sebab menurutnya, pengajian eksklusif yang mengajarkan kekerasan itu bertentangan dengan kesadaran masyarakat Indonesia yang pada umumnya bersifat moderat.


“Dan memang ideologi yang keras-keras radikal itu tidak diterima oleh masyarakat secara umum. Karena kebanyakan mayoritas secara umum itu moderat sebenarnya. Makanya kelompok radikal itu biasanya bikin forum-forum yang eksklusif itu,” tutur Hamdi.


Cegah dengan deteksi dini
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah adalah dengan mengembangkan deteksi siaga dini di lingkungan terkecil di level kelompok masyarakat dalam RT/RW, misalnya dengan ada Sistem Keamanan Keliling (Siskamling). Melalui Siskamling, masyarakat diharapkan bisa mendeteksi apabila ada kejadian mencurigakan, seperti melihat rumah yang terlihat tertutup dari warga sekitar, namun dihuni banyak orang. Deteksi dini di level kelompok masyarakat semacam itu, menurut Hamdi, dapat mencegah aksi terorisme di level masyarakat.


Program yang demikian, tutur Hamdi, sejalan dengan program Kapolri baru yang mengimbau anggota kepolisian di level masyarakat untuk menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam Siskamling atau yang saat ini dikenal dengan Community Policing.


Pencegahan terorisme online
Hal lain yang menjadi tantangan untuk diantisipasi adalah terorisme online. Sebab dunia yang serba online juga memberi peluang pada pelaku terorisme untuk melebarkan ajarannya melalui sistem online berbasis digital. Menurut Hamdi, di level ini, pencegahan kasus terorisme harus melibatkan stakeholder yang mumpuni di bidang itu seperti Kominfo.


Nah RAN PE ini sebenarnya membuka peluang kerjasama untuk menangkal itu. Maka selain itu, BNPT juga harus melibatkan Kominfo juga,” terangnya. Dengan demikian, BNPT dapat melakukan pemantauan konten-konten radikal di kanal-kanal sosial media dan internet.


Di sisi yang lain, BNPT juga perlu memperbanyak konten positif seperti konten ajakan bertoleransi, menjaga keharmonisan bangsa, dan lain sebagainya dalam rangka melawan banyaknya konten yang mengajak pada aksi radikalisme. Dengan demikian, masyarakat, khususnya anak muda yang banyak menghabiskan waktu di internet, memiliki peluang untuk mendapat konten positif dari pada yang negatif, karena konten positif lebih banyak tersedia.


Ia juga tak lupa menekankan pentingnya melakukan aksi pencegahan melalui kerja sama dengan stakeholder lain. “Dan bisa juga bekerjasama dengan LSM-LSM, di mana banyak juga LSM yang konsen ke situ. Selain itu juga bisa melibatkan ormas-ormas keagamaan. Karena kalau kita bicara RAN-PE itu juga harus dilibatkan semua pihak dari semua lini di masyarakat,” ujarnya.


Pencegahan dalam RAN-PE
Ada tiga pilar strategi yang tertuang dalam RAN-PE untuk mencapai kesuksesan pemberantasan ekstremisme kekerasan . Pertama adalah pencegahan yang berisi kesiapsiagaan, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Kedua adalah penegakan hukum, pelindungan saksi dan korban, dan penguatan kerangka legislasi nasional. Dan ketiga adalah kemitraan dan kerja sama internasional.


Dalam sejumlah diskusi yang diikuti oleh NU Online, aksi pencegahan dianggap merupakan mekanisme paling efektif yang tidak dapat dilakukan sebelum lahirnya UU Terorisme 2018 yang dilanjutkan oleh RAN-PE. Saat ini, dengan adanya payung hukum yang memayungi aksi pencegahan, maka aksi terorisme dapat dicegah jauh-jauh hari sebelum para teroris melakukan aksi teror seperti meledakkan bom dan seterusnya.


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin