Nasional

PVRI: Pemerintah dan Kepolisian Harus Segera Bebaskan Warga Desa Wadas

Selasa, 8 Februari 2022 | 20:00 WIB

PVRI: Pemerintah dan Kepolisian Harus Segera Bebaskan Warga Desa Wadas

Warga Desa Wadas saat berhadapan dengan aparat kepolisian. (Foto: twitter @Wadas_Melawan)

Jakarta, NU Online

Lembaga kajian demokrasi dan aktivisme masyarakat sipil, Public Virtue Research Institute (PVRI) mengecam penangkapan yang dilakukan polisi terhadap para pejuang lingkungan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dan meminta kepolisian untuk segera membebaskan seluruh warga yang ditangkap tersebut.


“Kami mengecam penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap para pejuang lingkungan di Desa Wadas. Tindakan ini merupakan cermin pemolisian yang tidak demokratis dan mencederai keadilan sosio-ekologis,” ujar Dewan Pembina PVRI, Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya kepada NU Online, Selasa (8/2/2022).

  

Usman juga menambahkan, praktik-praktik kekerasan seperti kriminalisasi terhadap para aktivis lingkungan yang dianggap vokal dapat memperburuk situasi demokrasi di Indonesia.


“Salah satu ciri-ciri kemunduran demokrasi di Indonesia yang pernah dikemukakan oleh para sarjana adalah perluasan alat-alat negara untuk menekan dan membatasi kritik,” jelas dia.


Dalam kesempatan yang sama, Direktur Program Democracy and Social Justice PVRI Mohamad Hikari Ersada juga menegaskan bahwa situasi yang menimpa masyarakat Desa Wadas hari ini merupakan bentuk keberulangan dari perampasan lingkungan yang terjadi secara masif di tahun 2021.


“Meskipun menetapkan status darurat pandemi Covid-19, pemerintah tidak kunjung menghentikan kegiatan ekspansi kapital dan perampasan ruang hidup masyarakat di Wadas. Situasi tersebut berulang dan diperparah dengan tindakan brutalitas polisi yang sarat intimidasi terhadap warga,” ujar Hikari.


Hikari juga menambahkan, fokus negara terhadap proyek infrastruktur skala besar dan promosi investasi asing di industri ekstraktif telah menyebabkan perebutan lahan dan hutan yang berimplikasi kepada mata pencaharian masyarakat adat, warga desa, petani dan masyarakat di seluruh Indonesia.


“Kombinasi otoritarianisme pembangunan, undang-undang represif, relaksasi perlindungan lingkungan dan penghapusan hak-hak pekerja sekaligus; semakin meningkatkan risiko serta mengancam para pejuang keadilan dan lingkungan yang ada di Indonesia,” tandas Hikari.


Buntut konflik

Sejak Senin (7/2/2022) siang, ribuan aparat kepolisian mencoba memasuki kawasan rencana pembangunan tambang kuari untuk mengawal dan mengamankan pengukuran dan pematokan tanah di Desa Wadas. Mereka mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto yang berlokasi di belakang Polsek Bener dan diikuti pemadaman listrik di Desa Wadas pada malam hari.


Keesokan harinya Selasa (8/2/2022), sejak pagi pihak kepolisian bersenjata lengkap bersama dengan tim pengukur dari Kantor Pertanahan Purworejo memasuki Desa Wadas dengan menggunakan truk polisi, mobil patroli, dan motor.


Saat proses pengukuran lahan di hutan sedang berlangsung, aparat kepolisian mengepung dan menangkap warga yang sedang mujahadah di Masjid Jami Nurul Huda Desa Wadas.


Berdasarkan data yang PVRI terima dari tim kuasa hukum masyarakat Wadas, para pemuda setempat juga dikejar-kejar oleh pihak kepolisian hingga ke hutan.


Polisi juga melakukan teror dan kriminalisasi terhadap warga Desa Wadas dengan menangkap, mengelilingi dan memasuki rumah-rumah warga yang mana terdapat banyak perempuan, lansia, dan anak-anak.


Setidaknya ada 25 orang yang ditangkap dan dibawa ke Polsek Bener termasuk di antaranya adalah tim kuasa hukum dari LBH Yogyakarta, Julian dan Dhanil Al Ghifari.


Editor: Ahmad