Nasional

Rais Aam PBNU Jelaskan Prinsip Ekonomi dalam Al-Qur’an

Rabu, 26 Agustus 2020 | 11:00 WIB

Rais Aam PBNU Jelaskan Prinsip Ekonomi dalam Al-Qur’an

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Miftachul Akhyar. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Miftachul Akhyar mengungkapkan bahwa Islam sangat peduli dengan ekonomi kerakyatan. Kepedulian itu kemudian diwujudkan dalam rangka menjadi khalifah di bumi. Ia kemudian menjelaskan beberapa ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berkenaan dengan ekonomi. 


Hal tersebut diungkapkannya saat menjadi keynote speaker dalam diskusi virtual bertajuk Pemulihan Ekonomi Nasional dan Kebangkitan Ekonomi Rakyat pada Rabu (26/8).


“Di dalam Al-A’raf ayat 10, Allah berfirman: sesunguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagi kalian di muka bumi itu sumber penghidupan. Ini artinya, Islam sangat peduli dengan ekonomi,” jelas Kiai Miftah.


Menurutnya kalau ekonomi umat menjadi lemah, maka tidak akan bisa pula mewujudkan khalifatullah fil ardh, sebagai firman Allah yang membanggakan di depan para malaikat.


“Khalifah adalah manusia berkemampuan untuk merekayasa, mengaktualisasikan, dan bisa mengeskplor sumber-sumber apa pun yang maslahat dan manfaat bagi hamba Allah di permukaan bumi ini,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, Jawa Timur ini.


Ia mengungkapkan sebuah hadits Rasulullah yang berbunyi: manakala kiamat sudah sangat dekat dan di tangan kalian ada sebuah benih atau biji yang siap untuk ditanam, maka tanamlah. Karena besok atau lusa masih ada yang ingin dan bisa memanfaatkannya. 


“Artinya, biji yang ditanam itu akan berguna bagi generasi-generasi mendatang. Walaupun, si penanam itu sendiri tidak akan merasakan manfaatnya, tapi generasi yang akan datanglah yang akan merasakan,” jelasnya.


Di riwayat lain disebutkan, lanjut Kiai Miftah, bahwa Allah sangat cinta pada hamba-Nya yang ingin menggali dan bekerja untuk mewujdukan perekonomian keumatan ini. Sahabat Umar sendiri pernah berkata, “Saya sangat benci pada seseorang yang sudah tidak lagi mengurusi dunianya juga tidak mengurusi akhiratnya.”


Kiai Miftah menegaskan bahwa pada pelaksanaannya, sistem ekonomi dalam Islam mengedepankan prinsip yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Pertama, menjaga kesenjangan sosial sebagaimana yang tertera dalam surat An-Nur ayat 56.


“Di dalam ayat itu, ditegaskan untuk kita menunaikan zakat. Zakat adalah salah satu bentuk perbuatan sosial ekonomi untuk masyarakat. Diutamakan untuk memberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan meski tetap diperbolehkan kompetisi,” jelasnya.


Kedua, tidak bergantung pada nasib dan keberuntungan. Di dalam Al-Qur'an disebutkan dalam Al-Baqarah ayat 219. Kiai Miftah menerangkan bahwa segala yang beruntungan dengan perjudian dan yang mengandalkan keberuntungan adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam.


“Prinsip ekonomi dalam Islam mengacu pada kejelasan transaksi dan tidak bergantung pada keberuntungan yang tidak jelas. Kita harus tampil tidak bergantung pada bangsa lain, kita harus berjuang untuk mengubah nasib kita sendiri,” jelas Kiai Miftah.


Ketiga, mencari dan mengelola kekayaan alam yang termaktub dalam surat Al-Jumuah ayat 10. Di sana disebutkan bahwa apabila sudah ditunaikan salat maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah.


“Artinya, dalam prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam, setiap manusia diharuskan mencari dan mengelola Sumber Daya Alam (SDM) sebaik-baiknya. Hal ini termasuk dalam memaksimalkan hasil bumi dan hubungan kerjasama dengan orang lain,” pungkas Kiai Miftah.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad