Nasional

Ruang Perjumpaan Dapat Mengubah Persepsi Seseorang soal Agama

Kamis, 28 November 2019 | 04:30 WIB

Ruang Perjumpaan Dapat Mengubah Persepsi Seseorang soal Agama

Suasana Kegiatan Workhsop Young and Tolerance yang diikuti lintas pemuda agama dan penghayat kepercayaan. Kegiatan dilaksanakan di Gedung PBNU, Jakarta Pusat. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Puluhan pemuda dari berbagai agama dan aliran kepercayaan mengikuti kegiatan Workhsop Young and Tolerance yang diselenggarakan oleh Indika Foundation-164 Chanel di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/11). Pertemuan tersebut sengaja digelar untuk menyatukan visi toleransi umat beragama di kalangan pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
 
“Munculnya persepsi buruk soal agama atau aliran kepercayaan tertentu itu karena kita tidak pernah ketemu. Ruang perjumpaan mengubah persepsi kita soal agama,” kata Ketua Panitia Ahmad Rozali saat menyampaikan laporannya di pembukaan Workshop.
 
Ia menuturkan, ketidaksukaan seseorang terhadap pemeluk agama tertentu disebabkan oleh ketidaktahuan dia soal apa yang dipahami pemeluk agama tersebut. Apapun agamanya, apapun sukunya, berapapun jumlahnya, lanjut Rozali, pemeluk agama dan aliran kepercayaan tertentu harus dihormati.   
 
“Makanya penting sekali mengadakan pertemuan seperti ini,” ujarnya. 
 
Sementara itu, Staf Khusus Wakil Presiden yang juga Ketua PBNU H Robikin Emhas bersyukur kalangan muda dengan latar belakang aliran kepercayaan yang berbeda-beda dapat berkumpul mendiskusikan toleransi beragama. Pertemuan tersebut dinilainya penting untuk menunjukan Indonesia yang plural dan multi etnis. 
 
“Dialog seperti ini akan menjadi jembatan emas memastikan bahwa tidak perlu ada salah paham yang tidak perlu. Salah paham yang tidak perlu antara lain akibat hoaks,” katanya saat membuka secara resmi. 
 
Ia meyakini jika sudah saling mengenal ujaran kebencian dan kesalahpahaman yang kerap terjadi antarsesama pemeluk agama tidak akan lagi terjadi. Sebab intensitas komunikasi selalu terjalin dengan baik. 
 
Berdasarkan data Wahid Foundation, ada enam temuan pelanggaran kemerdekaan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia sepanjang 2018.
 
Pertama, naiknya pelanggaran KBB dengan jumlah  tindakan pelanggaran sebanyak 276 tindakan. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan 2017, yang hanya mencapai 265 tindakan. Kedua, aktor non-negara masih mendominasi pelaku pelanggaran. Selama 2018, ada 130 pelanggaran yang dilakukan oleh aktor negara dan 146 dilakukan aktor non-negara. 
 
Ketiga, menguatnya kebijakan-kebijakan daerah bernuansa agama tertentu. Kebijakan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk tindakan pelanggaran KBB karena menggunakan kekuasaan negara untuk memaksa sekelompok orang melaksanakan pentaatan ritual agama tertentu. 
 
Keempat, turunnya bentuk pelanggaran politisasi agama. Pada 2018, Wahid Foundation menemukan tujuh peristiwa pelanggaran KBB yang masuk kategori politisasi agama. 
 
Kelima, masih belum selesainya masalah pelanggaran KBB yang diwarisi tahun sebelumnya. Misalnya kasus yang dialami komunitas Syiah di Sampang, yang masih diungsikan di Rusun Puspa Agro, Sidoarjo. Kasus Gereja GKI Yasmin Bogor, kasus HKBP Filadelfia di Kabupten Bekasi dan penyegelan milik jamaah Ahmadiyah Indonesia di Depok.  
 
Keenam, DKI Jakarta dan Jawa Barat masih menjadi wilayah yang paling banyak ditemukan pelanggaran KKB. Dari 26 wilayah yang terekam peristiwa pelanggaran banyak terjadi di DKI yaitu 32 peristiwa, disusul Jawa Barat 26 peristiwa, Jawa Timur 17 peristiwa, dan Banten 16 peristiwa. 
 
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Syamsul Arifin