Nasional

Sejarah Penamaan Shafar karena Kekosongan Perkampungan Arab

Rabu, 7 Agustus 2024 | 10:00 WIB

Sejarah Penamaan Shafar karena Kekosongan Perkampungan Arab

Ilustrasi Shafar. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Awal bulan Shafar 1446 H telah dimulai Selasa (6/8/2024). Hal ini sebagaimana diumumkan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) melalui surat tertulis yang dikeluarkan pada Senin (5/8/2024).


"Awal bulan Shafar 1446 H bertepatan dengan Selasa Kliwon 6 Agustus 2024 M (mulai malam Selasa) atas dasar rukyah," sebagaimana tertulis dalam Pengumuman Nomor : 050/LF–PBNU/VIII/2024 yang dikeluarkan pada Senin (5/8/2024).


Ada peristiwa yang menjadi latar sejarah penamaan Shafar sebagai bulan kedua dalam kalender Hijriah. Dalam bahasa Arab, Shafar memiliki makna kosong atau sepi. Imam Abul Fida Ismail bin Umar ad-Dimisyqi, atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H) menjelaskan bahwa penamaan itu tidak lepas dari kekosongan atau kesepian perkampungan Arab di bulan tersebut.


“Di balik penamaan bulan Safar tidak lepas dari keadaan orang Arab tempo dulu pada bulan ini. Safar yang memiliki arti “sepi” atau “sunyi” sesuai keadaan masyarakat Arab yang selalu sepi pada bulan Safar,” tulis Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan, dalam tulisannya di NU Online berjudul Bulan Safar: Latar Belakang Nama dan Mitos Kesialan di Dalamnya yang dikutip pada Rabu (7/8/2024).


Ustadz Sunnatullah, mengutip Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, menjelaskan bahwa sepi yang dimaksud dalam kata Shafar sebagai penamaan itu karena senyapnya rumah-rumah orang Arab. Hal ini mengingat orang-orang keluar meninggalkan rumah untuk perang dan bepergian. 


Sementara itu, Ibnu Manzhur (wafat 771 H), tulis Ustadz Sunnatullah, menyampaikan tiga alasan di balik penamaan Shafar pada bulan setelah Muharram dalam tahun Qamariah itu, sebagaimana termaktub dalam kitab Lisanul ‘Arab karya Muhammad al-Anshari. 


Alasan pertama tidak berbeda dengan penjelasan Imam Ibnu Katsir di atas, yakni kekosongan perkampungan Arab. Kedua, orang Arab memiliki kebiasaan memanen semua tanaman yang mereka tanam, dan mengosongkan tanah-tanah mereka dari tanaman pada bulan Shafar. Ketiga pada Shafar, orang Arab memiliki kebiasaan memerangi setiap kabilah yang datang, sehingga kabilah-kabilah tersebut harus pergi tanpa bekal (kosong) karena mereka tinggalkan akibat rasa takut pada serangan orang Arab.