Nasional

Sistem Pajak Berbasis Kepatuhan Warga, Jangan Dicederai Pelaku Buruk Pejabat

Kamis, 9 Maret 2023 | 20:00 WIB

Sistem Pajak Berbasis Kepatuhan Warga, Jangan Dicederai Pelaku Buruk Pejabat

Ilustrasi pajak. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Pengamat pajak dari Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan kasus pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo menjadi peristiwa besar kedua yang menurunkan kepercayaan publik terhadap Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak. Karenanya ia mendesak agar kasus pajak Rafael dibuka secara transparan.


"Kasus ini harus dibuka secara transparan, pemerintah bersama KPK-PPATK harus cepat mengungkap kasus ini, perlu koordinasi pemerintah KPK-PPATK bukan cari panggung sendiri," kata Fajry kepada NU Online, Kamis (9/3/2023).


Fajry mengungkapkan dampak dari kasus Rafael Alun Trisambodo tak hanya menurunkan kepercayaan publik terhadap otoritas pajak, namun juga memunculkan risiko penurunan kepatuhan masyarakat untuk lapor SPT hingga gerakan boikot bayar pajak. 


Pasalnya, sistem pajak di Indonesia selama ini menggunakan self-assessment yakni sistem yang membuat wajib pajak berinisiatif dalam kegiatan menghitung dan memungut pajaknya sendiri. 


Sistem ini sangat bergantung pada kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan ini korelasinya dengan kepercayaan publik terhadap otoritas pajak sehingga jangan dicederai perilaku buruk para pejabat.


"Adanya kasus RAT, kepercayaan publik terhadap otoritas pajak langsung menurun. Ini sangat tak baik, apalagi kalau sampai jangka panjang," ujarnya. 


Fajry mendorong pemerintah dalam hal ini Kemenkeu memperbaiki sistem birokrasi yang ada untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak.


"Pemerintah yakni Kemenkeu perlu berbenah, perlu ada perbaikan birokrasi di dalam," tegasnya.


Senada dengan itu, Pengamat Ekonom Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Jaenal Effendi meminta perangkat dan satuan kerja di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tak terkecuali Direktorat Jenderal pajak (DJP) untuk melakukan pembenahan sumber daya manusia dan sistem perpajakan. 


"Harus ada perubahan besar-besaran. Dari sisi internal, Dirjen Pajak harus memberikan kepastian yang lebih kepada masyarakat bahwa mereka mampu mengemban amanah yang baik dengan cara berbenah diri," ungkap Jaenal.


Doktor lulusan Univesitas Georg August-Goettingen, Jerman itu menilai, “pengakuan” serta bebenah besar-besaran itu diiringi juga dengan membangun sistem baru yang dapat meminimalisasi kecurangan dari pihak internal.


"Ketika itu sudah dilakukan, maka dilanjut dengan membenahi sistem yang ada. Tim Dirjen Pajak mampu collecting pajak dari masyarakat lalu memang dengan baik disalurkan untuk kebutuhan infrastruktur. Tapi kemudian belum memperkirakan risiko yang ada dari pegawai pajak ini mengkorupsi dan lain-lain sehingga kepercayaan masyarakat tergerus," ungkap Jaenal.


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad