Nasional

Soal Perdebatan Natal, Habib Ali Al-Jufri: Jangan Saling Menghujat

Kamis, 12 Desember 2019 | 11:30 WIB

Soal Perdebatan Natal, Habib Ali Al-Jufri: Jangan Saling Menghujat

Habib Ali Al-Jufri. (via ngmisr.com)

Jakarta, NU Online
Saban Desember, perdebatan mengenai ucapan selamat natal selalu mengemuka. Satu pihak melarang, kelompok lain membolehkan. Keduanya saling bersikukuh mempertahankan pendapatnya masing-masing. Bahkan tak jarang menyangsikan pendapat lawannya dan berujung pada saling lempar makian.

Melihat perkara demikian, Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri meminta agar tidak berbuat saling menghujat satu sama lain yang berbeda pandangan dalam hal ucapan selamat natal. "Jangan kita saling menyalahkan menghujat satu sama lain," katanya dalam suatu majelis.

Pasalnya, ucapan tahniah Natal merupakan persoalan khilafiyah, bukan hal yang menjadi suatu kesepakatan atas keharaman atau kebolehannya. Masing-masing memiliki dasar argumentasinya.

Memang, jelasnya, sebagian besar ulama Ahlussunnah wal Jamaah menyebut haram hukum mengucapkan selamat natal kepada Nasrani.

Namun, Habib Ali sendiri berpegang teguh pada pandangan yang membolehkan pengucapan tahniah kepada mereka. Bahkan, ia akan mengucapkan hal tersebut pada tanggal 25 Desember nanti. "Dan saya akan mengucapkan kepada mereka pada tgl 25 nanti," katanya.

Bagi yang menganggap hal tersebut merupakan sesuatu yang diharamkan, Habib Ali meminta tinggal tidak melakukannya saja atau meninggalkan hal tersebut saja tanpa harus memperdebatkan mereka yang melakukannya.

Habib Ali membantah pernyataan Ibnul Qayyim yang mengklaim bahwa haram mengucapkan selamat natal itu ijmak para ulama. Pasalnya, dalam mazhab Hambali sendiri yang diikuti oleh Imam Ibnul Qayyim, terdapat tiga pandangan, yakni boleh, makruh, dan haram sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Mardawi dalam kitabnya Al-Inshaf.

Artinya, perbedaan pandangan terhadap hal tersebut merupakan sesuatu yang kuat, muktabar. "Tidak boleh kita mengingkari suatu perkara dimana disitu khilafnya muktabar," tegasnya.

Habib Ali menjelaskan bahwa larangan ucapan selamat natal karena ada unsur mengandung persetujuan terhadap kekafiran atau keyakinan mereka umat Nasrani. Ia menegaskan bahwa pandangan demikian adalah pemahaman orang dahulu. "Di masa itu orang yang menyatakan selamat mengakui merestui akidah keyakinan itu," katanya.

Tentu saja, katanya kalau kita menyatakan selamat kepada mereka dengan hati kita merestui kekafiran maka itu kufur. Namun pengucapan selamat di masa kini tidak demikian.

Seorang Muslim, misalnya, menyatakan ke Kristiani setiap tahun bertambah baik. Hal demikian tentuk bukanlah suatu bentuk pengakuan terhadap akidah yang berlainan. Hal demikian tidak saja berlaku di Eropa, tapi juga di negeri lainnya.

Mesir, misalnya. Uskup di sana mengucapkan selamat Maulid Nabi kepada Syekh Al-Azhar. Hal ini, menurutnya, bukan berarti Uskup tersebut mengakui kenabian Muhammad SAW. "Ucapan selamat di masa kita bukan mengakui akidah mereka. Ucapan selamat di masa kita sebagai bentuk kebajikan," katanya.

Sebab, Allah SWT sudah berfirman bahwa Ia tidak melarang kepada kita berbuat baik terhadap orang kafir.

Lebih dari sekadar mengucapkan selamat natal, Mazhab Syafi’i membolehkan seorang Muslim laki-laki menikahi perempuan Kitabiyah. Di antara hak istri adalah mendapatkan pengantaran suami untuk beribadah di gereja.

Habib Ali menegaskan bahwa mengucapkan selamat natal itu boleh dilakukan. Hal ini juga disampaikan oleh Syekh Al-Azhar dan Darul Ifta Mesir, juga Syekh Abdullah bin Bayah, serta banyak ulama lainnya.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad