Nasional

Tajug sebagai Media Penjaga Keilmuan

Rabu, 20 November 2019 | 02:00 WIB

Tajug sebagai Media Penjaga Keilmuan

Ketua PBNU KH Abdul Manan Abdul Ghani saat menjadi narasumber pada Pelatihan Ta'mir, Khatib, dan Dai Nasional di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat, Selasa (19/11). (NU Online/Syakir NF)

Cirebon, NU Online
Dakwah merupakan kegiatan penyiaran agama kepada umat. Nilai-nilai dan ajarannya disampaikan dengan beragam cara agar umat dapat menjalankannya dengan penuh ketaatan. Masjid menjadi sarana utama dalam berdakwah. Di tempat tersebut, khatib menyampaikan khutbahnya. Para kiai juga menggelar pengajian di dalamnya. Bahkan, ajaran agama tersiar saban lima waktu melalui pujian.

"Toriqohnya (metode) orang tua kita tetap di masjid tetap terjaga itu dengan dinyanyikan," kata KH Abdul Manan Abdul Ghani, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, saat berbicara pada Pelatihan Takmir, Dai, dan Khatib Nasional di Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Dukuh Puntang, Cirebon, Jawa Barat, Selasa (19/11). Pelatihan ini sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Festival Tajug 2019.

Ia pun mencontohkan salah satu ragam pujian yang biasa dilantunkan di masjid, mushala, atau tajug. Ia bahkan melantunkannya dengan tiga bahasa daerah sekaligus, yakni Jawa, Cirebon, dan Sunda.

Pujian-pujian yang didendangkan di masjid-masjid tersebut mengandung nilai-nilai ajaran Islam Ahlussunah wal Jamaah An-Nahdliyah. Hal tersebut merupakan materi yang dibawa oleh para ulama dan wali ketika membawa Islam ke Bumi Nusantara.

"Para wali datang membawa Aswaja Asyariyah. Itu materi yang harus didakwahkan sebagai identitas kita, bagian dari madah (materi)," ujarnya.

Ajaran tersebut harus disampaikan agar umat Islam dapat menaatinya. Sebab pada hakikatnya, Islam adalah mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dari Gusti Allah SWT dan beriman kepadanya dengan menaati ajaran yang dibawanya.

Ajaran tersebut lalu diturunkan kepada para sahabatnya, kepada tabiin, tabiit tabiin, hingga dibukukan oleh para ulama yang memiliki otoritas di bidangnya masing-masing, seperti nahwu, balaghah, fiqih, hadis, hingga tafsir.

Semua keilmuan tersebut tentu saja memiliki urgensi masing-masing. Tanpa tafsir, misalnya, Kiai Manan menjelaskan, maka akan menjadi kacau pemahaman atas ayat Al-Qur'an.

Kiai asal Cirebon itu mencontohkan pada Surat Al-Qariah (101) ayat 6-9. Jika tidak dengan keilmuan tafsir, maka ayat tersebut akan bermakna orang gendut yang akan masuk surga karena berat timbangannya lebih besar, sedang orang kurus yang timbangannya ringan akan masuk ke neraka.

Kegiatan ini diikuti oleh puluhan peserta yang berasal dari wilayah III Cirebon meliputi Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan. Ada pula peserta yang berasal dari Tegal, Brebes, Subang, hingga Karawang.

Pelatihan ini merupakan salah satu rangkaian Festival Tajug 2019, sebuah perhelatan dalam rangka menghidupkan kembali wasiat Sunan Gunung Jati: Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad