Nasional

Terkait Dakwah, Ketum ISNU: Perbuatan Baik Harus Dilakukan dengan Cara Baik

Jumat, 27 November 2020 | 00:00 WIB

Terkait Dakwah, Ketum ISNU: Perbuatan Baik Harus Dilakukan dengan Cara Baik

Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) H Ali Masykur Musa. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) H Ali Masykur Musa menegaskan perbuatan baik (amar ma’ruf) harus dilakukan dengan cara yang baik (bil ma’ruf). Sikap ini penting agar tidak memunculkan masalah-masalah baru di masyarakat. Selain itu, jika sikap ini diselaraskan, maka seorang yang berbuat baik dengan cara yang baik dapat menjadi teladan oleh masyarakat.


Pernyataan Ketua Umum ISNU ini merupakan respons atas terjadinya gerakan-gerakan di masyarakat yang mengaku menegakkan kebenaran tetapi cenderung membuat keributan di masyarakat. Menurut mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini, kelompok yang kerap melakukan perbuatan terpuji dengan cara yang tidak baik tidak dapat membedakan mana hak asasi manusia dan mana kewajiban warga negara.


“Jadi amal ma’ruf ya bil ma’ruf, nahi munkar juga bil ma’ruf,” ucap Ketua Umum ISNU H Ali Masykur Musa saat menjadi pengisi acara pada kegiatan Multaqo Ulama Jakarta, Kamis (26/11) sore.


Ia menjelaskan, hak asasi manusia dalam konteks bernegara harus satu nafas dengan kewajiban asasi manusia dalam beragama. Dengan demikian, ucapnya, maqashidu syariah yakni hifzhud din, hifzhun nafs,  hifzhul aql, hifzhun nasl, dan hifzhul mal ketika diterapkan dalam bernegara menjadi sesuatu yang tepat untuk diikuti oleh masyarakat.


H Ali menyebutkan, Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sesungguhnya telah sesuai dengan maqashidu syariah tepatnya pada pasal 28 a sampai dengan 28 i terkait kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan untuk hidup, dan kebebasan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.


“Kebebasan untuk kita menjaga jiwa, ruh, nyawa, jangan membahayakan untuk orang lain,” ujarnya.


Namun, kata dia, pemaknaan UUD 45 terkait kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama oleh sebagian kelompok disalah artikan. Mereka hanya memandang dalam satu sisi, hanya menguatkan pada pasal 28 bagian a-i saja. Sedangkan pasal 28 bagian c terkait pembatasan kebebasan untuk kebebasan orang lain tidak dijadikan sebagai dasar untuk hidup berbangsa dan beragama.


“Ini lah yang menjadi balancing (penyeimbang) antara hak dan kewajiban dalam konteks bernegara,” tuturnya.


Para ulama Jakarta melalui forum Multaqa Ulama Jakarta ini juga mengajak semua lapisan masyarakat untuk mematuhi  protokol kesehatan demi meminimalisasi penyebaran virus Corona di tengah masyarakat.  


Untuk diketahui, forum multaqa ulama Jakarta yang diadakan PWNU DKI dilaksanakan di Yayasan Arrahmah Center, Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur, sejak Kamis (26/11) pagi.   Sehubungan dengan kegiatan keagamaan yang melibatkan massa, para ulama mengimbau masyarakat untuk sedapat tidak mengadakannya secara berkerumun.   


Para ulama Jakarta mendukung kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun, kebebasan tersebut harus diimbangi dengan kesadaran akan ketertiban dan keamanan bagi masyarakat yang lebih luas. Karena, ada kaidah yang menegaskan: kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain.  


“Ulama mendorong masyarakat untuk menjaga ketertiban umum di Jakarta untuk memutus mata rantai Covid-19," kata Ketua PWNU DKI Jakarta KH Samsul Ma'arif.   


Oleh sebab itu, berbagai ekspresi keagamaan diwajibkan untuk selalu mempertimbangkan ketertiban, keamanan dan kenyamanan masyarakat luas. Kegiatan ini digelar sebagai bentuk kepedulian Ulama Jakarta terhadap kondisi sosial-masyarakat yang sedang dihantam badai Pandemi Covid-19.


Berangkat dari pesan keagamaan sebagai rahmat bagi seluruh alam, forum ini menegaskan bahwa ulama Jakarta selalu memikirkan kemaslahatan bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi warga Jakarta.   


Tampak hadir pengurus harian PWNU DKI Jakarta, Katib Syuriyah PBNU KH Zulfa Musthofa, Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan, Perwakilan Polda DKI Jakarta dan utusan Pangdam DKI Jakarta.
 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muhammad Faizin