Nasional

Terkait Tuduhan RS Cari Keuntungan dari Pasien Covid, Ini Tanggapan MHKI

Rabu, 7 Oktober 2020 | 07:11 WIB

Terkait Tuduhan RS Cari Keuntungan dari Pasien Covid, Ini Tanggapan MHKI

Menanggapi persoalan itu, Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dr Mahesa Parandipa menyayangkan narasi rumah sakit meng-covid-kan pasien muncul di tengah-tengah masyarakat.

Jakarta, NU Online
Beberapa hari ini rumah sakit disudutkan oleh narasi kalangan tertentu yang menduga rumah sakit mengambil keuntungan dari pasien Covid-19. Narasi ini diakui para tenaga medis telah menyayat hati mereka. Disaat dokter, perawat dan pengelola rumah sakit sibuk mengurus pasien Covid-19, ketidakpercayaan justru muncul dari beberapa pihak.


Tuduhan yang tidak disertai dengan data tersebut dikhawatirkan menjadi polemik di masyarakat sehingga masyarakat enggan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatannya. Pihak yang akan rugi tak lain tentu adalah masyarakat itu sendiri, apalagi mereka yang tergolong kurang mampu.


Tak hanya itu, akibat dari persoalan ini, kepercayaan masyarakat kepada rumah sakit dinilai akan terus menyusut apalagi jika narasi ‘RS meng-covid-kan pasien’ terus dimunculkan.  


Menanggapi persoalan itu, Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dr Mahesa Parandipa menyayangkan narasi rumah sakit meng-covid-kan pasien muncul di tengah-tengah masyarakat.


Dokter yang setiap hari sibuk mengurus pasien Covid-19 di Rumah Sakit Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur ini memastikan rumah sakit atau fasilitas kesehatan termasuk dokter di dalamnya sampai saat ini bekerja sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang ditentukan oleh Undang-undang no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit.


“Jadi tidak ada itu pelayanan kesehatan sesuka orangnya, tidak boleh,” kata dr Mahesa kepada NU Online, Rabu (7/10).


Kata dia, dalam UU tersebut disebutkan bagaimana seharusnya rumah sakit memberikan pelayanan kepada pasien, bagaimana seharusnya tenaga kesehatan yang menangani pasien dan hal-hal lain seperti peralatan pelayanan kesehatan yang harus memenuhi standar.


“Belum lagi di UU No 6 tahun 2009 tentang kesehatan, dalam melakukan tindakannya Nakes harus memenuhi standar, dalam melakukan pemeriksaan bahkan melemparkan pertanyaan dalam bentuk analisis, diagnosis, sampai dengan tindakan operasi, dan lain-lain itu harus memenuhi standarnya,” ujar dr Mahesa menambahkan.


Bahkan, kata dr Mahesa, khusus pelayanan pasien Covid-19, rumah sakit mengacu kepada standar yang telah diterbitkan oleh pemerintah dan World Health Organization (WHO).


Menurut dokter yang juga pengajar di Fakultas Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, penegasan mengenai cara kerja tenaga medis telah diatur oleh panduan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan RI. Panduan itu, lanjutnya, wajib dipatuhi oleh semua tenaga medis di rumah sakit.


Karena itu, dia tidak menduga, ada pihak yang menyudutkan rumah sakit tanpa bukti dan data yang akurat. Padahal dalam panduan Kemenkes saja telah diuraikan bagaimana sebenarnya pasien dikatakan positif Covid-19, suspect, dan Orang Tanpa Gejala (OTG) Covid-19.


Intinya, ucap dr Mahesa, rumah sakit tidak sembarangan mendiagnosis apakah pasien itu terpapar Covid-19 atau tidak.


“Jadi kalau ada yang mengatakan RS mencari keuntungan, pertama, tidak ada prosedur atau protokol yang sembarangan dilakukan. Semua protokol mengacu kepada pemerintah sendiri. Kedua, jujur kalau ditanyakan satu per satu, lebih senang mana bertugas sebelum pandemi atau sesudah pandemi, semuanya pasti menjawab sebelum pandemi. Kalau bisa tidak ada Covid-19, karena benar-benar capek. Berisiko lagi,” keluh dr Mahesa.


Meski begitu dia tidak akan membawa persoalan ini ke ranah hukum. Dia mengajak semua pihak bergandengan tangan dalam menghadapi Covid-19. Tenaga kesehatan membutuhkan dukungan dari masyarakat agar bisa membantu pasien sembuh dari Covid-19.


“Di semua negara, tenaga kesehatan itu benar-benar didukung karena potensi tertularnya besar sekali. Di kita malah sibuk berdebat, saling menyudutkan. Ayolah kita bersatu lawan Covid-19,” tuturnya.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muhammad Faizin