Obituari

In Memoriam KH Ahmad Syarifudin Abdul Ghoni Basmol

Sabtu, 29 Mei 2021 | 02:00 WIB

In Memoriam KH Ahmad Syarifudin Abdul Ghoni Basmol

Di kalangan ulama Betawi beliau dihormati karena kepakarannya di bidang hadits dan ilmu hadits.

KH Ahmad Syarifudin Abdul Ghoni Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol Jakarta Barat (1 Juli 1957-27 Mei 2021) berperawakan sedang. Begitu pula tingginya. Penampilannya sangat sederhana untuk seorang kiai dan ulama besar yang pernah diamanahi sebagai Rais Syuriyah PBNU dan Ketua Umum MUI DKI.


Karena kesederhanaannya ini banyak yang tak menyangka beliau orang alim kecuali saat mendengarkan kajian yang beliau sampaikan, atau saat beliau berbicara di forum bahtsul masail atau rapat komisi fatwa. 


Di kalangan ulama Betawi beliau dihormati karena kepakarannya di bidang hadits dan ilmu hadits. Murid langsung Syekh KH Muhajirin Amsar Bekasi–penulis Kitab Misbahuz Zhulam syarah Bulughul Maram–dan Syekh Yasin Al-Fadani ini mendapatkan gelar atas program magister dari Universitas Madinah dengan mentakhrij hadits-hadits yang ada dalam Kitab Fathul Aziz-nya Imam Ar-Rafi'i. Kitab tersebut diberi nama Al-Badrul Munir.


Saya mulai mengenal KH A Syarifudin sekitar tahun 2005 saat saya dilibatkan dalam rapat komisi fatwa MUI DKI bersama KH Mundzir Tamam, KH Masyhuri Syahid, KH Abdul Halim Mampang Prapatan, KH Kazruni Ishaq, KH Sabilarrosyad, dan KH Muhyiddin Naim–rahimahumullah rahmatal abrar–.


Intensitas pertemuan kami berlanjut sampai suatu ketika di tahun 2013-2018 di mana beliau terpilih menjadi Ketua Umum MUI DKI. Saya diminta membantu beliau menjadi sekretarisnya.


Selain kedalaman ilmunya terutama di bidang hadits, fiqih, dan ushul fiqih tentunya banyak hal yang saya kagumi dari beliau. Tapi yang paling berkesan bagi saya adalah bagusnya akhlak beliau terutama kewaraan (kehati-hatian), kelapangan hati, dan kelembutannya.


Menurut saya, murid dari Syekh KH Muhajirin Amsar–muallif Kitab Misbahuz Zhulam syarah Bulughul Maram–ini termasuk  ulama yang "'ilman wa khuluqan" artinya sama antara ilmu dan perbuatannya. Konon menurut KH Mustofa Bisri, ulama jenis ini sudah mulai langka.


Beliau termasuk ulama yang moderat, terutama dalam menyikapi perbedaan pendapat. Belum pernah saya mendengar beliau mencela orang yang berbeda pendapat dengannya.


Pernah satu ketika beliau mendengar seseorang kelewatan dalam mencela wahabi dan salafi lalu beliau berkata, "Yang ingin masuk surga itu bukan hanya kamu. Yang takut masuk neraka itu bukan hanya kamu. Wahabi dan salafi juga ingin masuk surga dan takut masuk neraka. Biarkan saja kalau mereka mencelamu. Kamu tidak usah membalasnya kalau mau ajak mereka diskusi atau tulis bantahan atas tulisan dan kecaman mereka padamu."


Saya selaku murid pernah berdiskusi panjang dan berbeda pendapat tentang hukum kebolehan membaca shalawat dengan iringan rebana di dalam masjid saat acara maulid Nabi dan lain-lain. Tetapi tidak sedikit pun saya melihat dari wajah beliau kecuali tatapan yang penuh respek dan hormat pada muridnya yang berbeda pandangan.


Saya merasa beruntung karena selama membantu beliau sebagai sekretaris  pernah menemani beliau berziarah ke beberapa negara (Maroko, Spanyol, Turki, Iran, Thailand selatan, Cina, Australia, jepang, Mesir, Palestina dan Yordania) untuk penelitian dan rihlah ilmiah. 


Dari 16 tahun mulazamah bersama beliau juga dari lamanya kami berinteraksi saat kunjungan dan perjalanan tersebut saya bersaksi atas keluhuran akhlak beliau karena Imam Al-Ghazali meriwayatkan dalam Kitab Ihya'nya ucapan sahabat Umar RA, "Kalau kau ingin mengetahui kebaikan atau keburukan akhlak seorang, maka pergilah bersamanya untuk waktu yang lama."


Kini sang ulama yang tatapannya penuh keteduhan itu telah meninggalkan kita semua untuk kembali ke kampung halamannya, menuju rahmat Tuhannya bersama arwah para ulama dan shalihin. Rahimahumullahu rahmatal abrar. Amiiin.


Penulis: Katib Syuriyah PBNU KH Zulfa Mustofa

Editor: Alhafiz Kurniawan