Obituari

Ketika Habib Umar Diperintah Habib Ja’far Syahadatkan Orang Mati

Sabtu, 2 Januari 2021 | 04:30 WIB

Ketika Habib Umar Diperintah Habib Ja’far Syahadatkan Orang Mati

Habib Ja'far saat bersama Habib Umat Muthohar. (Foto: dokumentasi Habib Umar)

Semarang, NU Online
Mendengar kabar duka atas wafatnya Habib Ja'far bin Muhammad bin Hamid bin Umar Al-Kaff asal Kudus, Jawa Tengah, di awal tahun 2021 ini pada Jumat (1/1), mengingatkan saya saat mewawancara Habib Umar Muthohar Semarang, sekitar bulan Juli 2020 lalu.

 

Ketika itu, Habib Umar yang bersahabat karib dengan Habib Ja’far sejak muda, berkisah banyak mengenai Habib Ja’far. Berikut penuturan dari Habib Umar yang sempat saya dokumentasikan:

 

Suatu ketika, Habib Umar mendapatkan undangan ke Purwokerto, Jawa Tengah. Habib Umar berangkat dari kediamannya di Jalan Muara Mas, Tanah Mas, Semarang, pagi hari.

 

Tiba-tiba, Habib Ja’far yang waktu itu sedang berada di rumah Habib Umar ingin ikut ke Purwokerto bersama Habib Umar.

 

“Lho, Bib. Purwokerto itu jauh,” kata Habib Umar.

 

“Aku ikut,” kata Habib Ja’far, kedua kalinya.

 

Akhirnya Habib Umar mengizinkan. Habib Umar waktu itu mengendarai mobil Jimny, sehingga terpaksa Habib Umar duduk di depan, samping sopir. Sedangkan Habib Ja’far duduk pada seat sempit di belakang.

 

Apabila dilihat rutenya, perjalanan ke Purwokerto yang harus ditempuh dari kediaman Habib Umar yaitu melalui Tugumuda, RS Kariadi, naik, terus ke arah Purwokerto.

 

Namun, pada saat perjalanan baru sampai di Tugu Muda, Semarang Habib Ja’far meminta untuk berhenti.

 

“Kiri!” kata Habib Ja’far setengah berteriak.

 

“Lho, Bib. Kita ini mau ke Purwokerto,” ujar Habib Umar.

 

“Wis, pokoknya ngiri!” tegas Habib Ja’far.

 

Akhirnya, mobil yang seharusnya ke Selatan, berubah haluan menjadi ke arah Timur. Setelah berjalan sekitar 1 Km, di perempatan jalan, Habib Ja’far kembali berteriak: “Kanan!”

 

Sopir mengikuti instruksi Habib Ja’far. Mobil melaju ke arah Selatan, melaju sekitar 500 m, di jalan samping kawasan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bergota. Habib Ja’far kembali mengeluarkan perintah.

 

“Berhenti! Ini ada orang mati yang menangis berteriak-teriak minta tolong. Ayo kita tolong!” kata Habib Ja’far.

 

Keduanya menyusuri TPU Bergota. Tidak melalui jalan utama dan juga tidak sama dengan jalan menuju makam KH Sholeh Darat. Kedua habib ini menaiki bukit sembari berpegangan seutas tali.

 

Habib Ja’far berjalan di depan, Habib Umar di belakangnya. Mendadak Habib Ja’far berhenti di atas makam dengan tanda non-muslim di atasnya.

 

“Iki mayit digebuki malaikat. Ayo disyahadatke, lebokne Islam (Mayit ini sedang dipukuli malaikat. Ayo dibacakan syahadat, masukkan dia ke Islam)!” kata Habib Ja’far tegas.

 

Baca juga:

 

Habib Umar meskipun merasa aneh karena mesyahadatkan orang meninggal secara syariat tidak bisa, namun karena diperintah oleh Habib Ja’far, akhirnya Habib Umar menurut.

 

Habib Umar menyentuh tanah di atas pusara. Beliau membacakan syahadat sebagai pertanda menuntun mayat yang ada di makam tersebut. Setelah selesai, Habib Ja’far menyambung dengan memimpin doa, Habib Umar pun mengamininya.

 

“Sudah, dia (mayit) sekarang sudah diam. Dia akan mengabari saudara-saudaranya, bahwa berislam itu enak,” Habib Ja’far mengakhiri pembicaraan di atas makam.

 

Karena masih merasa janggal, di dalam mobil, Habib Umar mendesak apa rahasia di balik itu semua. “Sudah, pokoknya nanti baik,” jawab Habib Ja’far singkat

 

Tidak lama, sejak kejadian tersebut, tidak kurang dari 40 orang yang menyatakan diri masuk Islam dan meminta dituntun syahadat oleh Habib Umar Muthohar.

 

“Jadi ada yang dari Demak, Kudus, dan lain sebagainya, orang-orang masuk Islam. Saya tidak kenal mereka dan mereka tidak kenal saya,” kenang Habib Umar.

 

Setelah semua kejadian beruntun itu selesai, Habib Umar mencoba mengabarkan betapa banyak orang yang masuk Islam melalui dirinya.

 

“Lha kuwi, wonge ngabari dulur-dulure yen mlebu Islam kuwi enak (Nah itu, dia memberi tahu saudara-saudaranya, bahwa masuk Islam itu enak),” tutur Habib Ja’far.

 

Wallahu a’lam. Lahul fatihah!

 

Kontributor: Ahmad Mundzir
Editor: Abdul Muiz