Obituari

Kiai Hanif Muslih Demak di Mata Santri Futuhiyyah

Kamis, 17 Desember 2020 | 01:00 WIB

Kiai Hanif Muslih Demak di Mata Santri Futuhiyyah

Kiai Hanif (paling kiri) saat bersama tamu-tamunya (dok. istimewa)

Demak, NU Online

Bukan sesuatu yang mengherankan kalau wafatnya Pengasuh Pesantren Futuhiyyah Mranggen, KH Muhammad Hanif Muslih meninggalkan duka yang mendalam terlebih untuk kami, santri-santrinya. 

 

Salah seorang santri bernama Salapudin menceritakan pengalamannya kepada NU Online selama nyatri di Pesantren Futuhiyyah yang terletak di belakang Pasar Mranggen, Demak, Jawa Tengah tentang Kiai Hanif Muslih. 

 

Dirinya menyaksikan keteladanan itu sendiri. Kadang  dirinya juga diberi tahu oleh istri beliau, Umi Fashihah Ali atau santri-santri ndalem. Setiap mengingat cerita-cerita mereka tentang almarhum, sulit sekali untuk tidak sedih. 

 

"Almarhum Abah Hanif sudah lama harus dibantu dengan tongkat setiap kali berdiri. Beberapa tahun belakangan Abah bahkan harus menggunakan kursi roda. Kalau tidak keliru kaki kanannya yang bermasalah. Beliau juga punya alergi debu dan alergi makanan laut," cerita Salapudin mengawali kisahnya. 

 

Suatu hari Umi pernah bercerita, "Le Abahmu tadi malam tidak bisa tidur karena badannya gatel-gatel. Umi menemani Abah, mijiti dan merebuskan air hangat supaya badan Abah sembuh." 

 

Abah Hanif ternyata sering tidak bisa tidur kalau penyakit itu kumat. Kalau sudah demikian, beliau biasanya meminta santri untuk mengimami shalat subuh. Tentang sakit yang sering beliau alami ini tentu kami para santri tidak tahu. 

 

"Saya secara pribadi baru tahu setelah Umi bercerita, dan itu belum lama. Abah sendiri tidak pernah mengeluh di depan kami, tidak pernah bercerita bahwa beliau punya penyakit yang beberapa kali kambuh dan membuat beliau tidak bisa istirahat," ujarnya. 

 

"Banyak orang yang menawarkan pengobatan yang instan, katanya satu sampai dua bulan akan sembuh," katanya menirukan Umi di sela-sela pengajian Tafsir Jalalain setiap bakda subuh. "Tapi Abah tidak percaya dengan yang begitu-begitu," lanjutnya. 

 

Itulah yang sedikit yang pernah Abah bicarakan mengenai penyakit yang beliau derita dan itu tidak menunjukkan keputusasaan beliau. Abah Hanif sendiri sudah berusaha mencari pengobatan ke sana ke mari, sampai-sampai beliau sangat hafal model-model sales pengobatan yang menjanjikan kesembuhan dengan cara instan. 

 

"Apa yang beliau katakan adalah beliau telah ikhlas ditakdir mempunyai penyakit-penyakit itu. Dan itu tidak mengurangi ibadah beliau. Dengan kondisi seperti itu, Abah Hanif masih kersa ngimami shalat subuh dan masih shalat dengan berdiri," ucapnya. 

 

Disampaikan, kalau berdiri saat mengimami, tangan kanan sedekap, sementara tangan kirinya berpegangan pada meja ngaji yang terletak di samping pengimaman. Pada shalat tarawih pun, ketika beliau menjadi ma'mum di belakang putranya, Gus Farouq, beliau selalu berusaha untuk berdiri.

 

Sehabis shalat Subuh beliau duduk menghadap ke jamaah, mengawasi santri-santrinya dengan lampu sorot. Apabila beliau dapati ada santri yang ngantuk, maka lampu itu beliau arahkan tepat ke mukanya supaya santri tersebut bangun. 

 

"Dan apabila santri benar-benar tidur, maka beliau akan meminta santri itu untuk berdiri," jelas Salapudin yang juga kontributor NU Online ini.

 

Selepas mengaji lanjutnya, biasanya Kiai Hanif shalat sunah isyraq dan dilanjutkan dengan berzikir sampai sekitar pukul 06.30 pagi. Barulah Abah Hanif pulang ke ndalem beliau yang terletak di seberang Pesantren Futuhiyyah. Itulah rutinitas beliau. 

 

Kondisi itu juga tidak menghalangi beliau untuk mengisi pengajian tarekat di berbagai tempat mulai dari yang dekat, di sekitaran Grobogan, sampai di luar kota bahkan luar negeri seperti Malaysia. 
Sopir yang sering nderekke Abah bepergian jauh adalah Kang Hepi. 

 

Menurut Kang Hepi, Abah Hanif sering mengigau saat istirahat dalam perjalanan di mobil. "Tapi, igauan beliau tidak seperti kita yang ngomong tidak jelas, beliau kalau mengigau sering berucap 'ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi..," lanjut Kang Hepi. 

 

Ternyata apa yang diceritakan Kang Hepi diamini oleh Kang Kamil, juru masak Abah Hanif. Kang Kamil yang sehari-hari di ndalem Abah Hanif beberapa waktu lalu bercerita bahwa ia sering mendengar Abah Hanif mengigau. 

 

"Benar kata Kang Hepi, beliau sering mengigau dengan mengucapkan ilahi anta maqsudhi wa ridhaka mathlubi," tutur Kang Kamil. "Tapi tidak cuma itu," lanjutnya, "kadang Abah juga mengucapkan shalawat."

 

Apa yang Abah Hanif alami mengingatkan alfaqir pada ayah beliau, Allah yarham Kiai Muslih. Meskipun tidak pernah menangi Kiai Muslih, dirinya sering mendapatkan cerita tentang Kiai Muslih. Di antara cerita itu adalah Kiai Muslih sangat sabar dalam menghadapi penyakit yang beliau derita. 

 

Semoga Allah mengampuni segala kesalahan almarhum, menerima semua amal baik beliau, keluarga yang ditinggalkan tabah, dan para santri dapat mengamalkan ajaran-ajarannya. Alfatihah...

 

Editor: Abdul Muiz