Opini

Kasidah Rabano Minangkabau Kesenian Tradisi yang Menolak Punah

Selasa, 10 Mei 2022 | 08:00 WIB

Kasidah Rabano Minangkabau Kesenian Tradisi yang Menolak Punah

Masyarakat memainkan kasidah rabano. (Foto: dok istimewa)

Oleh Hasan Basri Durin

Minangkabau merupakan suatu daerah yang memiliki berbagai macam ragam budaya serta kearifan lokal. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Minang tidak terlepas dari falsafah yang dianut oleh masyarakat setempat. Falsafah tersebut berbunyi 'Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah'. Falsafah tersebut menjadi pemahaman mendasar bagi masyarakat minang yang  berpengaruh kepada kehidupan sosial masyarakat.


Seni tradisional merupakan salah satu kearifan lokal yang harus diperhatikan karena kesenian tradisional menjadisalah satu unsur yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Salah satu kesenian tersebut adalah kesenian kasidah rabano. ​​Kesenian kasidah rabano​​​​​ adalah satu kesenian yang menolak punah. Hal ini ditunjukkan dengan semangat pelaku kesenian di usia yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi. Mereka masih semangat melestarikan dan menjaga eksistensi suatu kesenian, salah satunya kesenian tersebut adalah kesenian kasidah rabano.


Kasidah rabano bernuansa religi yang tumbuh dan berkembang di Jorong Kuok Tigo Koto Nagari Ambun Pagi Kecamatan Matua Mudiak Kabupaten Agam yang dikembangkan pada tahun 1980. Kasidah adalah salah satu bentuk kegiatan bernyanyi bersama, merupakan penerapan dan pengembangan ajaran agama Islam yang bercermin pada lagu, pelaku maupun peralatanya (Wahyu Purnomo, Fasih Subangyo).


Sedangkan rabano merupakan alat musik selaput kulit yang di bentang pada suatu bingkai atau frame yang biasanya terbuat dari kayu yang dipukul menggunakan telapak tangan. Pada zaman penjajahan Belanda pengaplikasian kesenian kasidah rabano disajikan berupa manipulasi bahasa. Maksudnya adalah bentuk penyajian dan syair yang dilantunkan terdiri dari bahasa lokal dan bahasa Arab.


Hal tersebut bertujuan untuk mengelabuhi para penjajah yang dikarenakan pada saat itu agama Islam sulit untuk berkembang, sehingga kesenian kasidah rabano menjadi salah satu siasat untuk menyebarkan syiar islam di zaman penjajahan Belanda. Bentuk syair ataupun lagu yang dibawakan masih bertahan sampai sekarang ini.


Penyajian kasidah rabano terdiri dari lantunan syair yang dikolaborasikan dengan permainan instrumen rabano. Di samping sebagai hiburan tujuan utama kesenian kasidah rabano ialah sebagai sarana dakwah dalam mengembangkan Agama Islam (wawancara Pak Katik, Maret 2019).


Kesenian kasidah rabano biasanya disajikan dalam acara-acara tertentu saja seperti acara Aqiqah, Pengangkatan Panghulu, Israj Mi`raj, Maulid Nabi, Khatam Al-Qur’an, Mamulangan Zakaik dan acara adat lainnya. Pertunjukan kesenian kasidah rabano biasanya disajikan sesudah shalat isya sekitar pukul 20.00-00.00 WIB. Materi yang dimainkan terdiri dari beberapa lagu yaitu lagu Nabi Barampeh, lagu Musajik di Madinah, lagu Fatimah Manangih dan lagu kanak-kanak Dalam Sarugo.


Struktur permainan kasidah rabano terdiri dari dua bagian yaitu pertama dimulai dengan permainan radaik (imbauan) setelah itu barulah masuk lagu. Prinsip irama dalam kasidah rabano bersifat repetitif dengan scale minor.  Kesenian kasidah rabano dimainkan oleh kaum laki-laki dalam bentuk posisi duduk maupun berupa arak-arakan.


Pada saat ini kesenian kasidah rabano sulit untuk berkembang. Hal ini ditunjukkan dengan susahnya mencari pelaku kesenian kasidah rabano yang dominan sibuk dengan aktivitas sendiri, serta kurangnya minat dari kalangan remaja dan perhatian dari masyarakat maupun pemerintah setempat. Upaya revitalisasi yang dilakukan oleh kalangan pemangku adat memberikan angin segar bagi kesenian-kesenian tradisi, sehingga eksistensi suatu kesenian dapat dipertahankan supaya ekosistem budaya yang kita miliki kembali berfungsi pada siklus yang tertata.