Opini

Kedudukan Rukyah Hilal dan Kriteria Imkan Rukyah

Selasa, 26 April 2022 | 06:00 WIB

Kedudukan Rukyah Hilal dan Kriteria Imkan Rukyah

Kedudukan Rukyah Hilal dan Kriteria Imkan Rukyah

Bagaimana kedudukan rukyah hilal pada penentuan awal bulan Hijriah dalam Nahdlatul Ulama pasca keputusan Muktamar Ke-34 tahun 2021 di Lampung dan ditetapkannya kriteria Imkan Rukyah Nahdlatul Ulama? Apakah rukyah hilal tidak lagi menjadi penentu? Bagaimana sesungguhnya kedudukan kriteria Imkan Rukyah Nahdlatul Ulama? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menyeruak terutama menjelang hari raya Idul Fitri seperti saat ini.


Lembaga Falakiyah PBNU secara resmi telah menggunakan kriteria Imkan Rukyah Nahdlatul Ulama, yang bisa disingkat sebagai kriteria IRNU. Yakni melalui surat keputusan dengan nomor 001/SK/LF–PBNU/III/2022 tertanggal 28 Sya’ban 1443 H (31 Maret 2022). Kriteria IRNU merupakan turunan dari butir pertama keputusan Muktamar Ke-34 NU tahun 2021 lalu terkait posisi ilmu falak dalam penentuan waktu ibadah. Yakni konsep imkan al-rukyah dapat menjadi syarat diterimanya laporan rukyah hilal sepanjang berdasarkan pada sekurangnya lima metode falak qath’iy yang menghasilkan kesimpulan serupa.


Dalam keputusan tersebut, kriteria IRNU dinyatakan mempunyai parameter tinggi hilal mar’i minimal 3 derajat dan elongasi hilal haqiqy minimal 6,4 derajat. Tinggi mar’i adalah tinggi sebuah benda langit dari ufuk menuju titik zenith hingga melintasi benda langit dimaksud, dengan referensi permukaan Bumi dan memperhitungkan sifat pembiasan atmosfer (toposentrik-atmosferik). Sementara elongasi haqiqy adalah jarak lengkung atau jarak sudut antara dua buah benda langit, dengan referensi pusat bola Bumi (geosentrik).


Dalam praktiknya, parameter kriteria IRNU dapat diturunkan dalam sebaris kalimat berikut: "Tinggi hilal minimal adalah antara 3 derajat hingga 6 derajat yang bergantung kepada jarak-datar (beda asimuth) antara Bulan dan Matahari saat itu. Mengingat dinamika paralaks horizontal Bulan seiring siklus pergerakan Bulan dalam mengelilingi Bumi, maka nilai tinggi hilal minimal untuk kriteria ini sesungguhnya sedikit berbeda dari waktu ke waktu. Untuk awal Syawwal 1443 H, nilainya adalah sebagai berikut :


Gambar:
Kedudukan hilal pada saat ghurub tanggal 29 Ramadhan 1443 H / 1 Mei 2022 beserta tabel korelasi beda azimuth (selisih azimuth) bulan – Matahari dan tinggi hilal minimal untuk kriteria IRNU. Sumber: Sudibyo, 2022.

 
Kedudukan Rukyah

Setelah berlakunya kriteria IRNU adalah bagaimana kedudukan rukyah hilal? Sesungguhnya kedudukan rukyah hilal dalam penentuan awal bulan Hijriah justru dikukuhkan dalam Muktamar Ke-34 tahun 2021 di Lampung, selaras dengan dari dua muktamar dan dua munas sebelumnya. Dirajut dengan keputusan Silaturahmi Nasional LFNU tahun 2006 di Semarang, maka semuanya memberikan gambaran lebih utuh dan menyeluruh terhadap kedudukan rukyah hilal.


Rukyah hilal tetap menjadi pedoman penentuan setiap awal bulan dalam Kalender Hijriah Nahdlatul Ulama. Apabila hilal dilaporkan terlihat dan memenuhi syarat, maka bulan Hijriah yang sedang berjalan hanya berusia 29 hari dan malam itu telah memasuki awal bulan Hijriah baru. Sebaliknya apabila hilal tidak terlihat, maka bulan Hijriah yang sedang berjalan digenapkan menjadi 30 hari. Keputusan Muktamar Ke-34 tahun 2021 dan kriteria IRNU bersifat menjaga agar perjalanan kalender Hijriah tetap selaras dengan dinamika pergerakan Bulan. Sehingga keterlihatan hilal benar-benar tetap berfungsi sebagai penanda waktu bagi sistem penanggalan Hijriah. Penanda yang memastikan bahwa sistem penanggalan tetap mengacu pada fenomena langit unik dari benda langit yang menjadi acuan.


Dalam konteks tersebut maka kedudukan rukyah hilal pasca keputusan Muktamar Ke-34 tahun 2021 dan berlakunya kriteria IRNU dapat dinyatakan dalam diagram alir berikut :



Alur  hijau merupakan keputusan Muktamar ke–34 tahun 2021 di Lampung. Dapat dilihat bahwa rukyah hilal tetap menjadi poros utama dalam penetapan awal bulan Hijriah. Kecuali apabila pada suatu tanggal 29 Hijriah terjadi situasi dimana hilal tidak ada di atas ufuk barat kala ghurub, karena sudah lebih dahulu terbenam. Hanya pada kondisi tersebut rukyah hilal tidak bersifat wajib, karena obyek yang disasar sudah tidak ada ada di atas ufuk. Keputusan Muktamar Ke-34 tahun 2021 sekaligus menawarkan cara untuk mengetahui apakah Bulan sudah terbenam lebih dahulu dibandingkan Matahari pada saat itu, yakni melalui metode falak (perhitungan matematis) yang berterima. Yakni yang memiliki tingkat akurasi lebih tinggi seperti sistem haqiqy tahqiqy, haqiqy tadkiky, ‘ashri dan kontemporer.
 

Kedudukan Kriteria

Jika rukyah hilal tetap menjadi pedoman, lalu bagaimana kedudukan kriteria IRNU? Kriteria IRNU tetap memegang peranan yang sama sebagaimana kriteria imkan rukyah sebelumnya dalam Nahdlatul Ulama. Yakni berperan ganda: sebagai salah satu syarat penerimaan laporan rukyah hilal dan sebagai tolok ukur untuk pembentukan Almanak. Terkait peran pertamanya, maka aplikasi parameter imkan rukyah dalam penerimaan kesaksian terlihatnya (syahadah) hilal harus lebih diprioritaskan. Penerapan tersebut termasuk ke dalam qaul al–masyhur dalam mazhab Syafi’i. Pendapat Imam as-Subki sebagaimana termaktub dalam Fatawa as-Subki juz 1 hal 210:


فَكَذَلِكَ إذَا شَهِدَ عِنْدَنَا اثْنَانِ أَوْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يَجُوزُ كَذِبُهُمَا أَوْ غَلَطُهُمَا بِرُؤْيَةِ الْهِلَالِ وَقَدْ دَلَّ حِسَابُ تَسْيِيرِ مَنَازِلِ الْقَمَرِ عَلَى عَدَمِ إمْكَانِ رُؤْيَتِهِ فِي ذَلِكَ الَّذِي قَالَا: إنَّهُمَا رَأَيَاهُ فِيهِ تُرَدُّ شَهَادَتُهُمَا لِأَنَّ الْإِمْكَانَ شَرْطٌ فِي الْمَشْهُورِ بِهِ وَتَجْوِيزُ الْكَذِبِ وَالْغَلَطِ عَلَى الشَّاهِدَيْنِ الْمَذْكُورَيْنِ أَوْلَى مِنْ تَجْوِيزِ انْخِرَامِ الْعَادَةِ فَالْمُسْتَحِيلُ الْعَادِيُّ وَالْمُسْتَحِيلُ الْعَقْلِيُّ لَا يُقْبَلُ الْإِقْرَارُ بِهِ وَلَا الشَّهَادَةُ فَكَذَلِكَ الْمُسْتَحِيلُ الْعَادِيُّ

[السبكي، تقي الدين، فتاوى السبكي، ٢١٠/١]


Inilah yang selama ini juga telah dipraktikkan dalam Nahdlatul Ulama. Manakala terdapat laporan rukyah, maka terlebih dahulu dicek apakah titik lokasi sumber laporan tersebut telah memenuhi kriteria imkan rukyah setempat. Apabila terpenuhi, maka laporannya akan diterima.


Akan tetapi juga harus digarisbawahi bahwa Imam as-Subki pun berpendapat bahwa yang bisa dijadikan dasar untuk menetapkan awal bulan Hijriah (itsbat) hanyalah dua hal. Yakni rukyah hilal dan istikmal. Sekedar menggunakan kriteria imkan rukyah saja, yakni sebatas melalui perhitungan matematis, maka belum bisa menjadi dasar bagi penetapan tersebut.


وَفِي رِوَايَةٍ «فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ» وَهَذَا هُوَ الْأَصَحُّ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ وَمَنْ قَالَ بِالْجَوَازِ اعْتَقَدَ بِأَنَّ الْمَقْصُودَ وُجُودُ الْهِلَالِ وَإِمْكَانُ رُؤْيَتِهِ كَمَا فِي أَوْقَاتِ الصَّلَاةِ إذَا دَلَّ الْحِسَابُ عَلَيْهَا فِي يَوْمِ الْغَيْمِ، وَهَذَا الْقَوْلُ قَالَهُ كِبَارٌ وَلَكِنَّ الصَّحِيحَ الْأَوَّلُ لِمَفْهُومِ الْحَدِيثِ وَلَيْسَ ذَلِكَ رَدًّا لِلْحِسَابِ فَإِنَّ الْحِسَابَ إنَّمَا يَقْتَضِي الْإِمْكَانَ وَمُجَرَّدُ الْإِمْكَانِ لَا يَجِبُ أَنْ يُرَتَّبَ عَلَيْهِ الْحُكْمُ وَتَرْتِيبُ الْحُكْمِ لِلشَّارِعِ وَقَدْ رَتَّبَهُ عَلَى الرُّؤْيَةِ وَلَمْ تَخْرُجْ عَنْهُ إلَّا إذَا كَمُلَتْ الْعِدَّةُ
[السبكي، تقي الدين، فتاوى السبكي، ٢٠٨/١]


Sedangkan terkait peran keduanya, maka kriteria IRNU menjadi tolok ukur bagi perhitungan-perhitungan matematis untuk membentuk almanak dan kalender. Seperti yang selama ini telah diselenggarakan oleh para ahli falak Nahdliyin. Baik yang bergelut dalam struktur (di PCNU / PWNU atau bahkan PBNU) maupun di pondok-pondok pesantren yang mengajarkan ilmu falak serta para hasib mandiri.

 

Dalam perhitungan tersebut, maka markaz dapat menggunakan lokasi manapun yang selama ini telah berjalan. Namun hasib juga perlu menghitung parameter Bulan pada dua titik terbarat Indonesia, yakni di Pelabuhan Ratu (Jawa Barat) dan Lhoknga (Aceh). Mengingat kriteria IRNU diberlakukan secara wilayatul hukmi untuk membentuk almanak dan kalender. Sehingga tatkala sebagian Indonesia sudah memenuhi kriteria, maka secara hukum seluruh Indonesia dianggap juga telah memenuhi kriteria yang sama.


Muh. Ma’rufin Sudibyo dan KH Ahmad Yazid Fatah, Fungsionaris Lembaga Falakiyah PBNU masa khidmah 2022–2027.