Pustaka

Fiqhul Islami wa Adillatuhu: Wajah Baru Fiqih Kontemporer Karya Wahbah Zuhaili

Jumat, 26 April 2024 | 16:00 WIB

Fiqhul Islami wa Adillatuhu: Wajah Baru Fiqih Kontemporer Karya Wahbah Zuhaili

Kitab Fiqhul Islami karya Wahbah Zuhaili

Jika ada kitab kontemporer yang sering dijadikan rujukan dalam kajian ilmiah, mungkin kitab Fiqhul Islami wa Adillatuhu karya Syekh Wahbah Zuhaili berada di deretan teratas. Bukan hanya mudah dipahami, tapi isi kandungan Fiqhul Islami selalu masuk dalam setiap kajian fiqih kontemporer dan komparatif.


Syekh Wahbah adalah sarjana produktif yang hidup pada abad 20 Masehi. Ia berjuluk Imam Suyuthi kedua berkat produktivitasnya. Di sepanjang hidupnya, ia menulis banyak sekali tema, mulai dari fiqih, ushul fiqih, hingga tafsir. Dan, Fiqhul Islami Wa Adillatuhu diasumsikan sebagai karyanya yang paling monumental dalam ilmu fiqih.


Wajah Baru Fiqih Islam

Dalam prolog kitabnya, Syekh Wahbah meyakini bahwa ilmu fiqih perlu ditulis ulang dengan metode baru, redaksinya disederhanakan, objek kajiannya disusun ulang, tujuannya diperjelas, dan kesimpulan-kesimpulan hasil ijtihad yang ada di dalamnya perlu dihubungkan dengan sumber-sumber aslinya. Menurutnya, fiqih perlu disusun ulang agar mudah dirujuk oleh para pengkaji masa kini.


Syekh Wahbah juga meyakini bahwa berpegangan pada satu madzhab saja tidak cukup pada masa sekarang. Kitab fiqih juga perlu dipenuhi dengan beragam kekayaan intelektual hasil karya para ulama mujtahid. Menurutnya, pendapat fiqih dalam satu madzhab belum mewakili fiqih secara keseluruhan. Dibutuhkan juga pembahasan fiqih secara komparatif.


Karena itu, Syekh Wahbah mendesain Fiqhul Islami sebagai kitab perbandingan madzhab yang konkret. Kitab ini memiliki keistimewaan dalam hal mencakup materi-materi fiqih dari semua madzhab, dengan disertai proses penyimpulan hukum (istinbath al-Aahkam) dari sumber-sumber hukum seperti Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad yang didasarkan pada prinsip umum dan semangat tasyri’ yang otentik.


Sebagaimana diungkapkan Badi’ Sayyid Lahham, kitab Fiqhul Islami bisa dikatakan puncak karya Syekh Wahbah di bidang fiqih. Seakan semua usaha dan ijtihadnya ditumpahkan dalam menulis kitab ini. Tidak mengherankan bila kitab ini menjadi bahan rujukan oleh mayoritas pengkaji fiqih kontemporer. (Badi’ Sayyid Lahham, Wahbah az-Zuhaili al-‘Alim al-Faqih al-Mufassir, [Damaskus, Darul Qalam: 2001], halaman 87)


Cuplikan Isi Fiqhul Islami

Kitab Fiqhul Islami terdiri dari 10 jilid dengan jumlah halaman yang lumayan tebal. Pada bagian awal, Syekh Wahbah memulai dengan pengantar ilmu fiqih. Mulai ulasan tentang makna fiqih serta keistimewaannya, gambaran singkat tentang para ahli fiqih, tingkatan ahli fiqih, hingga istilah-istilah populer dalam fiqih tak lupa ia masukkan pada bagian ini.


Selain itu, ia juga menjelaskan sebab-sebab perbedaan pendapat di kalangan fuqaha, aturan dalam menggunakan pendapat suatu madzhab, pembahasan ijtihad, dan daftar ukuran yang ada dalam fiqih. Di bagian akhir pengantar ilmu fiqih, Syekh Wahbah menutup dengan pembahasan niat dalam berbagai kasus fiqih .


Pada bagian selanjutnya, kitab ini berisikan masalah-masalah hukum yang umum dikaji. Mulai dari ibadah, muamalah, jinayat, hingga masalah keluarga dan waris dengan menampilkan pendapat antar madzhab secara konkret disertai proses penyimpulan hukum (istinbath al-ahkam) dari sumber dalilnya.
 

Manhaj Syekh Wahbah dalam Fiqhul Islami

Syekh Wahbah menggunakan manhaj (metode) tersendiri dalam menyusun kitab Fiqhul Islami Wa Adillatuhu. Hal ini yang menjadikan kitab tersebut begitu istimewa dan menarik bagi pengkaji fiqih kontemporer. Metode yang dipakai Syekh Wahbah dapat diurai sebagai berikut:


Pertama, dalam menggali hukum (istinbath al-ahkam), Syekh Wahbah berpegangan pada sumber primer syariat baik yang naqli maupun yang aqli seperti Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad yang sesuai dengan ruh syariat. Karena itu, kitab ini tidak hanya membahas fiqih sunnah saja atau membahas fiqih berasaskan logika semata.


Kedua, Syekh Wahbah hanya mengambil empat madzhab ahlussunnah wal jamaah dalam menjelaskan fiqih perbandingan (muqarin bainal madzahib). Empat madzhab itu adalah Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hambali. Pendapat beliau pun juga merujuk pada kitab-kitab mu'tabarah di masing-masing madzhab.


Tidak seperti fiqih perbandingan lainnya, Syekh Wahbah dalam kitab ini selalu menyebutkan satu pendapat di kalangan para fuqaha mazhab tidak pada sub hukumnya saja, tetapi juga pada syarat-syarat dan rinciannya.


Ketiga, men-takhrij hadits yang dijadikan dasar dalam istinbath al-ahkam. Dalam men-takhrij hadits, Syekh Wahbah merujuk pada sejumlah kitab takhrij populer misal Muntaqal Akhbar Ma’a Syarhil Authar, Nasbur Rayah, at-Talkhis al-Habir, Jami’ul Ushul karya Ibnu Atsir, dan Majma’ Zawaid karya Haitsami.


Keempat, dalam karyanya ini, Syekh Wahbah memaparkan khilafiah antar madzhab dengan menjelaskan benang merah yang menjadikan para ulama madzhab berbeda pendapat. Hal itu tidak lain agar pembaca lebih menerima perbedaan pendapat yang terjadi.


Kelima, Syekh Wahbah fokus pada pembahasan ilmiah yang praktikal dan tidak menyinggung masalah-masalah rekaan yang tidak mungkin terjadi di masa sekarang.


Sebagai contoh beliau tidak terlalu panjang lebar menjelaskan kasus perbudakan karena dianggap tidak begitu penting, terlebih setelah perbudakan dihapus dari tatanan kehidupan global. Kalaupun ada, ia hanya sekedar memaparkan sejarah ataupun untuk memperjelas suatu permasalahan fiqhiyah.


Keenam, beliau men-tarjih pendapat-pendapat yang dikutip dari para imam madzhab sesuai kekuatan dalil dari masing-masing pendapat. Jika ada pendapat yang tidak ia tarjih maka ia menyarankan agar memilih pendapat mayoritas dalam kitabnya.


Ketujuh, Syekh Wahbah memberi kesan istimewa pada karya monumentalnya ini dengan redaksi bahasa yang mudah dipahami, rangkaian kalimat yang sederhana, dan sistematikanya sesuai dengan pemahaman kontemporer. Dengan kehadiran model penulisan ala Syekh Wahbah ini, ilmu fiqih menjadi lebih mudah untuk dipelajari.


Selama ini, seringkali fiqih sulit dipahami karena susunan bahasanya yang sukar. Bahkan, para ahli fiqih pun menemui kesulitan untuk mengidentifikasi hukum tertentu. Sehingga, untuk memahami fiqih diperlukan usaha yang gigih dan waktu yang lama dengan membuka setiap bab yang ada, atau membaca lebih dari satu kitab.


Syekh Wahbah menjawab hal ini dengan menghilangkan kesukaran-kesukaran yang ada dalam ilmu fiqih, memberi penjelasan dengan sederhana dan mudah dipahami. Dengan cara yang ia lakukan ini, tidak ada lagi alasan untuk tidak mempelajari dan menggunakan hukum fiqih Islam lagi.


Kedelapan, dalam kitab ini, Syekh Wahbah tidak lupa membahas beberapa permasalahan fiqih kontemporer dengan berpegangan pada kaidah-kaidah syara’, dasar-dasar utamanya, dan juga keputusan para fuqaha.


Kitab Fiqhul Islami Wa Adillatuhu pertama kali terbit tahun 1984 M di Damaskus melalui salah satu penerbit ternama, Darul Fikr. Dari pertama kali terbit, bahkan hingga sekarang, kitab Fiqhul Islami Wa Adillatuhu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kajian Islam dan menjadi bahan rujukan para pengkaji fiqih kontemporer.
 

Identifikasi Kitab

Judul kitab      : Fiqhul Islami Wa Adillatuhu
Penulis            : Syekh Dr Wahbah Musthafa az-Zuhaili
Jumlah jilid     : 10 Jilid
Penerbit           : Darul Fikr Damaskus
Tahun              : 1984 M cetakan pertama
Presensi          : Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil