Pustaka

Menyiapkan Generasi Muslim Berkarakter Nasionalis

Jumat, 26 Oktober 2018 | 05:15 WIB

Sejumlah fenomena yang terjadi di Indonesia belakangan ini seringkali menempatkan nasionalisme dan agama pada sisi yang berseberangan. Bahkan sebagian kelompok Islam ada yang beranggapan bahwa nasionalisme dianggap sebagai hal yang tidak penting dan tidak perlu dibela. Sedangkan agama merupakan sesuatu yang mutlak harus dibela. Timbulnya friksi ini pada akhirnya memunculkan stigma bahwa agama mempunyai sifat berbeda terhadap spirit kebangsaan. Fenomena ini, salah satu faktornya dipicu pada pemahaman bahwa nasionalisme adalah bentuk modernitas dan produk kekafiran. 

Kenyataan di atas tentu berbanding terbalik dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Konteks nasionalisme sendiri diterapkan berdasarkan atas dasar keimanan pada setiap manusia. Masing-masing agama dalam ajarannya mengajarkan tentang nasionalisme. Dalam Islam misalnya, ajaran tentang nasionalisme dijelaskan dalam QS Al-Hujurat ayat 9, 10, dan 13. Sedangkan dalam Kristen ajaran tersebut dimuat dalam Roma 12: 1-21, Katolik dalam dokumen KWI Umat Katolik Indonesia dalam Masyarakat Pancasila (1985), Hindu dalam Vasudewa Kuttumbakam, Buddha dalam Panca Sila dan Konghucu dalam Kitab Sabda Lun Yu. Bertolak dari sini, maka dalam keyakinan apapun nasionalisme merupakan anjuran bagi setiap umat beragama.

Dalam buku ini, KH Saifuddin Zuhri sebagaimana yang dikutip penulis buku, W Eka Wahyudi menyatakan bahwa nasionalisme merupakan sifat pembawaan manusia yang dilahirkan sebagai bekal mengarungi hidup atas kodrat dan iradat Allah Tuhan Maha Pencipta. Pandangan Kiai Saifuddin ini berupaya mengaitkan posisi sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai cerminan bahwasannya berdirinya negara Indonesia ini berdasarkan asas Ketuhanan. Maka seharusnya eksistensi agama apapun tidak bisa dijadikan alasan untuk merusak konsep nasionalisme.

Pemikiran tentang korelasi agama dan bangsa beriringan dengan statemen Bung Karno saat pidato pelantikan Kiai Saifuddin sebagai Menteri Agama, bahwa agama merupakan unsur mutlak dalam pelaksanaan nation building di Indonesia. Agama dan nasionalisme adalah satu kesatuan yang saling mengimbangi.

Ketimpangan pemahaman nasionalisme yang tidak diimbangi dengan nilai keagaaman sebagaimana di atas tentu salah kaprah. Hal inilah yang dewasa ini menjadi faktor penting dalam menjamurnya  kelompok radikal dan kian semaraknya proxy war di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meminimilasir berkembangnya paham tersebut. Salah satunya adalah di bidang pendidikan. Melalui pendidikan penguatan karakter yang diintegrasikan dalam konsep Kurikulum 2013 (K-13).

Buku ini menyuguhkan tentang penanaman sikap nasionalis melalui pendidikan guna menancapkan rasa cinta tanah air pada peserta didik. Usaha ini juga sejalan dengan upaya Presiden melalui nawacitanya mengharapkan adanya gerakan revolusi mental yang nantinya melahirkan peserta didik berkarakter Indonesia, yakni religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan memiliki integritas.

Di dalam buku yang mengupas tuntas buah pemikiran Prof KH Saifudin Zuhri tentang Islam, pendidikan dan nasionalisme ini penulis berhasil mengategorikan anatomi nasionalisme ke dalam beberapa poin penting, yaitu: spirit keislaman/ketuhanan, solidaritas kebangsaan, mentalitas budaya, keadilan sosial dan nilai demokrasi.

Beberapa unsur nasionalisme yang diambil dari kristalisasi pemikiran Kiai Saifudin tersebut memiliki relevansi dengan UU Nomor 20 tahun 2003  tentang Sisdiknas Pasal 3 yang memuat tujuan pendidikan nasional yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (halaman 201).

Kurikulum selaku bagian vital dari pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam membangun budaya belajar bercorak nasionalis religius. Ironi ketika pendidikan hanya dianggap sebagai pabrik pencetak manusia mekanik untuk memenuhi kebutuhan kerja semata tanpa mengindahkan sisi manusiawinya. Padahal seharusnya pendidikan adalah alat untuk mengenalkan potensi daerah serta pembentukan moral agar peserta didik lebih bangga dengan budaya bangsanya. 

Di sini penulis menguraikan dengan jelas dan lugas bagaimana seorang KH Saifudin Zuhri menawarkan buah pemikirannya sebagai solusi untuk mengatasi problematika pendidik yang memiliki kesamaan sebagaimana K-13.  Buah pemikiran tersebut di antaranya mendidik dengan nasionalisme.

Menurut pandangan KH Saifuddin Zuhri, cara ini merupakan sebuah metode pembelajaran dengan mengolaborasikan antara spirit ketuhanan dengan proses pembentukan warga negara yang demokratis. Di buku ini dijelaskan aktualisasi dari spirit ketuhanan nantinya tidak hanya berorientasi pada nilai spiritual melainkan juga pada sikap sosial sebagai bagian dari solidaritas nasional. Karenanya, spirit ketuhanan ini sangat krusial mengingat untuk membentuk warga negara yang demokratis dan tetap mengedepankan sisi manusiawi memerlukan nilai moral ketuhanan.

Upaya lain yang ditawarkan KH Saifudin Zuhri adalah dengan membangun mentalitas budaya melalui penyisipan materi kedaerahan yang mengangkat tema keunggulan budaya serta potensi kedaerahan  ke dalam pembelajaran.

Penulis menjabarkan bahwasannya upaya ini merupakan bagian dari manifestasi kehidupan pribadi dalam berinteraksi sosial di masyarakat serta dalam kehidupan berbangsa. Di samping itu, berhasil tidaknya pendidikan nasional juga ditentukan oleh unsur nilai kebudayaan dan karakteristik bangsa Indoneisa sebagai landasan filosofisnya.

Secara garis besar buku ini menjelaskan bagaimana buah pemikiran seorang KH Saifudin Zuhri dituangkan ke dalam komponen K-13 yang mengusung jargon sebagai pendidikan penguatan karakter. Konsep yang ditawarkan sangat menggugah gairah untuk segera mengimplementasikannya. Sungguh buku yang sangat luar biasa dan wajib dibaca khususnya bagi para pendidik dan akademisi untuk membantu memudahkan menerapkan pendidikan berbasis nasionalis religius. Lebih-lebih kajian tentang K13 yang saat ini ramai dibicarakan dan ditagih hasilnya.

Dari sudut pandang ini kiranya buku yang berjudul Mendidik Kader Bangsa Nasionalis Religius ini cukup untuk menjawab pelbagai keresahan masyarakat mengenai bagaimana pandangan agama dan sejarah nasionalisme di Indonesia sehingga tidak mudah diadu domba dengan ajaran radikalis yang kian menyesatkan. Belum lagi adanya rentetan upaya polarisasi pembenturan nasionalisme dan agama, maka buku ini merupakan konsumsi wajib terlebih bagi pendidik dan akademisi selaku fasilitator dalam membentuk karakter anak bangsa. Hal tersebut penting agar tidak mudah terprovokasi dengan gerakan separatis berkedok ketuhanan. Selamat membaca.

Peresensi adalah Suci Zulfiyana, pendidik di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Judul Buku: Mendidik Kader Bangsa Nasionalis Religius “Buah Pemikiran Prof KH  Saifuddin Zuhri: Tentang Islam, Pendidikan, dan Nasionalisme”
Penulis : W Eka Wahyudi
Penerbit : Pustaka Tebuireng
Cetakan : I, Oktober 2018
Tebal : 263 halaman.