Warta

IPNU Ancam Pemerintah Ajukan Gugatan Class Action ke Pengadilan

Jumat, 24 Agustus 2007 | 23:25 WIB

Samarinda, NU Online
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) memberi batas waktu kepada pemerintah hingga 2008 agar segera merealisasikan anggaran 20 persen untuk pendidikan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Bila tidak, organisasi berbasis pelajar dan santri terbesar di Indonesia itu akan mengajukan gugatan class action pada pengadilan.

Demikian salah satu dari 12 poin rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IPNU yang diselenggarakan di Hotel Diamond, Jalan Lambung Mangkurat, Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (24/8) malam.

<>

“Ini (gugatan class action) tidak main-main. Kita benar-benar akan melakukan class action kalau sampai tahun 2008 pemerintah belum juga merealisasikan 20 persen anggaran pendidikan dari APBN,” tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat IPNU Idy Muzayyad kepada wartawan usai Rapat Pleno pembahasan draf rekomendasi itu.

Idy menjelaskan, pemenuhan anggaran 20 persen itu merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pemerintah sesuai amanat konstitusi, yakni Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomer 20 tahun 2003. Karena itu, katanya, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda-nunda lagi kewajiban tersebut.

Menurutnya, keberadaan Rancangan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang bakal segera disahkan DPR takkan pernah terjadi bila pemerintah segera melaksanakan kewajibannya. Karena, RUU yang dinilai upaya komersialisasi lembaga pendidikan tinggi itu jelas merupakan pelanggaran konstitusional.

“IPNU menolak tegas pengesahan RUU BHP serta menuntut mengembalikan status sejumlah Perguruan Tinggi Negeri yang sekarang statusnya sudah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Tidak semua masyarakat mampu mengkuliahkan anaknya di kampus-kampus bonafit itu,” terang Idy.

Dalam poin rekomendasi itu juga ditegaskan bahwa IPNU menolak segala bentuk diskriminasi yang terjadi, baik perbedaan anggaran antara sekolah agama dan keagamaan, seperti, madrasah dan pondok pesantren dengan sekolah umum. Sebab, IPNU menilai, selama ini terlihat keengganan pemerintah daerah mengalokasikan APBD untuk membiayai madrasah dan lembaga pendidikan agama lainnya.

Rakernas yang diikuti perwakilan 30 Pengurus Wilayah IPNU se-Indonesia itu juga menyoroti maraknya tayangan televisi yang tidak mendidik, seperti sinetron. IPNU mendesak pemerintah agar menindak tegas pengelola televisi yang menayangkan acara televisi yang mempertontonkan adegan kekerasan, percintaan yang menuju pornoaksi, infotainment dan tayangan mistik.

“IPNU juga meminta kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sebagai lembaga negara independen yang mempunyai kewenangan dalam hal penyiaran, untuk segera melarang siaran-siaran televisi yang menyalahi norma-norma sosial dan agama,” ujar Idy.

Fenomena maraknya penyalahgunaan narkoba pun tak luput dari perhatian IPNU. Organisasi di bawah naungan NU tersebut menuntut kepada aparat penegak hukum; polisi, jaksa, maupun hakim, untuk memberikan hukuman mati kepada para pengedar barang haram yang merusak masa depan generasi muda itu.

Kepada seluruh masyarakat Indonesia, IPNU menyatakan perang melawan narkoba. “Tidak bisa hanya dilakukan Badan Narkotika Nasional dan jajarannya saja. Perlu dukungan dari semua pihak untuk memberantas barang setan itu. IPNU mengajak kepada semua pihak untuk jihad melawan narkoba dan seks bebas,” pungkasnya. (rif)