Warta

Kiai Tolhah: Jangan ada Kesenjangan Paradigmatik Syuriah-Umat

Rabu, 13 Juni 2007 | 04:02 WIB

Jakarta, NU Online
Wakil Rais Aam PBNU KH Tolhah Hasan mengungkapkan kekhawatirannya akan munculnya kesenjangan paradigmatik antara para syuriyah NU dengan ummat dibawah akibat perbedaan cara pandang kedua belah fihak.

“Jangan sampai syuriyah mikirnya ke utara, ummat ke selatan, nga nyambung. Suara ulama akhirnya tidak didengar lagi oleh ummatnya,” tuturnya dalam pembukaan Halaqah Program Peningkatan Peran Syuriyah yang diselenggarakan di PBNU, Selasa.

<>

Kesenjangan tersebut bisa muncul karena perkembangan dunia yang sangat cepat sementara para ulama tidak bisa mengikuti atau mengantisipasi perubahan yang terjadi. Ia menjelaskan terdapat lima faktor yang menyebabkan perubahan terjadi demikian cepat yang harus dicermati oleh para ulama.
 
Dijelaskan oleh Pendiri Universitas Islam Malang ini bahwa faktor pertama adalah peningkatan pendidikan. Masyarakat yang semakin terdidik menyebabkan mereka semakin kritis dalam mensikapi segala sesuatu.

“Dulu, waktu saja jadi ketua cabang, hanya satu orang pengurus yang bergelar sarjana, tapi sekarang, pengurus ranting NU pun sudah banyak yang sarjana,” paparnya.

Faktor kedua yang menyebabkan terjadinya perubahan adalah peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Semakin makmur masyarakat, maka mereka akan memiliki barang dan layanan yang lebih berkualitas.

“Dulu, orang NU kalau pertemuan cukup di pesantren atau di masjid, kini banyak acara-acara NU yang diselenggarakan di hotel. Ini juga menunjukkan bahwa warga NU semakin sejahtera,” tandasnya.

Faktor ketiga adalah reformasi di bidang politik yang menyebabkan masuknya aliran-aliran Islam baru yang sebelumnya dilarang. Dakwah yang pada masa lalu dipersulit kini juga bisa dilakukan dengan mudah. Hal ini juga telah menyebabkan perubahan perilaku generasi muda NU terhadap ulama.

“Setelah reformasi, ketawadhuan terhadap para ulama telah berubah. Kini tak sulit lagi menemukan kader Ansor yang berdebat dengan rais syuriyah. Saya juga mengalami didebat anak-anak PMII yang gayanya sudah melebihi perdebatan kaum Khawarij dengan Sayyidina Ali,” tandasnya.

Kemajuan iptek menurut mantan menteri agama ini juga turut mempercepat perubahan sosial yang ada karena informasi dengan mudah dapat diakses melalui internet. Jika pada masa lalu, para ulama belajar melalui kitab kuning, kini anak-anak muda mengakses informasi melalui internet.

“Sekarang anak-anak muda ngajinya lewat internet, meskipun sumber pengetahuan dengan mudah dapat diakses, tapi belum tentu kualitasnya lebih baik,” katanya mengingatkan.

Kiai Tolchah mengutip pernyataan dari Imam Ghozali bahwa kolam yang dialiri dari berbagai sungai memang cepat penuhnya, tapi biasanya bau. Sementara jika dipenuhi dari sumber didalamnya sendiri, memang perlu waktu lama, tapi biasanya tidak bau dan bening.

Faktor selanjutnya adalah globalisasi informasi yang menyebabkan segala informasi baik yang bersifat positif dan negatif dengan mudah dapat diakses melalui internet, HP, TV dan teknologi lainnya. Ia mencontohkan saat ini sudah ada 100 ribu situs porno di Indonesia dan 4 juta di dunia.

Dikatakannya perkembangan-perkembangan ini harus menjadi kesadaran para ulama dan anggota syuriyah NU untuk meningkatkan kualitas yang mereka miliki. Seorang ulama akan tetap dipatuhi oleh ummatnya jika memang memiliki kualitas yang memadai. Ia menceritakan pernah bertemu dengan Syeikh Ramadhan Al Buthi di Syiria yang mana kuliahnya diikuti oleh para intelektual lainnya karena kemampuannya dalam menerangkan dan mejawab berbagai persoalan.

“Para syuriyah kita kalau bisa harus seperti itu. Jangan sampai orang yang dipimpin sudah tidak merasa butuh lagi,” tandasnya. (mkf)