Warta

Perbedaan di Kalangan Aswaja adalah Keniscayaan

Sabtu, 2 Februari 2008 | 02:10 WIB

Jakarta, NU Online
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ma'ruf Amin mengungkapkan, perbedaan pandangan di kalangan pengikut faham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) adalah hal yang lumrah.

"Perbedaan di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah adalah satu keniscayaan karena karakteristik ijtihad adalah adanya perbedaan," katanya dalam Halaqah Aswaja di Gedung PBNU, Jakarta, Jum'at (1/2) malam.
;
Dalam pertemuan yang digagas oleh Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) dalam rangka Harlah Ke-82 NU itu, Kiai Ma'ruf mengingatkan, perbedaan apapun bisa ditolelir selama masih dalam wilayah perbedaan.

"Ada terminologi yang jelas, di mana wilayah perbedaan dan di mana wilayah penyimpangan. Karena itu, perbedaan ditoleransi, penyimpangan diamputasi" katanya disambut tawa para peserta, yang sebagian besar dari kalangan muda NU.

Menurutnya, sebagai organisasi keulamaan dan keumatan, NU memandang Aswaja sebagai metode di dalam memahami dan menafsirkan nas-nas agama sebelum mengeluarkan prinsip-prinsip atau hukum.

"Aswaja adalah manhaj fi fahmin nusus wa tafsiriha wa ikhtirajil mabadi' wal ahkam (sebuah metode untuk memahami nash dan tafsirnya serta menelurkan prinsip-prinsip dan hukum-hukum darinya)," terang Kiai Ma'ruf.

Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj yang juga hadir dalam pertemuan itu menambahkan, NU memandang Aswaja sebagai metode berpikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi.

"Kemoderatan Aswaja tercermin pada metode pengambilan hukum (istinbath) yang tidak semata-mata menggunakan nas, namun juga memperhatikan posisi akal," katanya seperti ia tulis dalam bukunya "Ahlussunnah wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis".

Sementara itu, Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) mengatakan, lembaganya telah menyusun buku-buku yang membincang paham Aswaja dengan segala aspeknya yang selama ini dianut oleh Nahdliyin.

Menurutnya, penyusunan buku-buku yang dinilainya sederhana itu dilakukan sebagai wujud atas keprihatinannya terhadap banyaknya Nahdliyin yang kurang banyak mendapatkan pemahaman perihal paham Aswaja ala NU.

Halaqoh itu dihadiri oleh para kader "intelektual muda" NU dari RMI, Wahid Institut, P3M, LTN-NU, Lakpesdam NU, PMII, IPNU, IPPNU, Fahmina Institut, Syir'ah, dan para aktifis LSM serta akadamisi Muda NU.

Wakil Rais Aam PBNU Prof DR KH Thalchah Hasan, seperti dikutip Kiai Said Aqil Siradj dalam pertemuan itu mengharap halaqah Aswaja ditradisikan minimal tiga bulan sekali, untuk meminimalisir kesalahfahaman antara kelompok tua dan muda. (dar/nam)