Warta PENGGUNAAN LAMBANG ANSOR UNTUK PILGUB

PWNU Jatim Minta PBNU Tegas pada Saifullah Yusuf

Rabu, 20 Februari 2008 | 06:17 WIB

Surabaya, NU Online
Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Miftachul Akhyar minta PBNU bersikap tegas kepada Ketua Umum PP GP Ansor H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) terkait pencalonannya sebagai cawagub Jatim.

"Kiai-kiai yang mengerti organisasi akan prihatin dengan sikap dia (Gus Ipul) yang memakai lambang dan atribut Ansor dalam iklan di media massa terkait deklarasi sebagai cawagub," katanya di Surabaya, Selasa.

<>

Menurut dia, semua Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dari perangkat NU harus mengikuti AD/ART NU, sebab pasal 18 ART NU yang merupakan produk Muktamar ke-31 di Solo (2004) sudah menyebutkan hal itu.

"Pasal 18 ART NU itu menyebutkan bahwa badan otonom (banom) adalah perangkat NU yang berfungsi melaksanakan kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu," katanya.

Oleh karena itu, badan otonom seperti Muslimat NU, Ansor, Fatayat, IPNU, IPPNU, ISNU, Sarbumusi, Pagarnusa, JQWH, dan Jam’iyah Ahli Thoriqoh wajib menyesuaikan dengan akidah, asas, dan tujuan NU, karena PD/PRT mereka juga mengacu AD/ART NU.

Pengasuh Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan, Surabaya itu mengatakan, pasal 7 Peraturan Organisasi (PO) NU Nomor 2/2006 menyebutkan pengurus harian di lingkungan NU yang mencalonkan diri dan atau dicalonkan untuk menduduki jabatan pengurus harian parpol dan atau organisasi yang berafiliasi kepadanya harus non-aktif.

"Kalimat ’di lingkungan NU’ sudah cukup jelas, karena itu buat apa NU punya Ansor kalau melibatkan sampai ke tingkat cabang untuk politik praktis, apalagi lambang dan simbol Ansor ’kan dilarang untuk dibawa-bawa, termasuk seperti dalam kasus di Jatim," katanya.

Karena itu dirinya mengingatkan agar tidak menjadi virus yang membuatnya menjadi monster dan alat, karena aturannya sudah jelas yakni non-aktif, bukan mundur.

"Hal yang sama juga sudah saya lakukan untuk pak Ali (Ketua PWNU Jatim DR KH Ali Maschan Moesa MSi). Aturannya memang hanya non-aktif, tapi hal itu akan merugikan NU, karena itu saya minta dia (Ali Maschan) harus mundur bila dia maju dalam Pilgub," katanya.

Ia menambahkan non-aktif dalam "pilkada langsung" akan mengesankan NU ikut-ikutan berpolitik, karena itu aturan non-aktif harus diganti "mundur" agar NU tidak dijadikan "ancik-ancik" (batu loncatan) untuk kepentingan pribadi dan politis.

"Pak Ali sudah setuju dengan keharusan mundur itu, karena hal itu juga untuk kepentingan NU sendiri agar tidak menjadi ’alat’. Kalau dia (Ali Maschan) mundur, lalu ingin kembali ke NU, maka dia tidak boleh langsung menjadi pengurus harian, melainkan harus menjadi pengurus lembaga PWNU Jatim lebih dulu," katanya. (ant/eko)